Share to:

 

Kerajaan Pagatan

Peta Zuid en Ooster Afdeeling van Borneo, Lansdchap Pagatan berbatasan di utara dengan Lansdchap Koesan dan di selatan dengan Landschap Sambamban.
Kerajaan Pagatan (warna merah) dan Kusan (warna biru)

Kerajaan Pagatan (1775-1908)[1][2] adalah kerajamudaan sebagai bawahan kerajaan Banjar yang merupakan daerah otonomi bagi imigran suku Bugis di dalam negara Kesultanan Banjar. Kerajaan otonom ini adalah salah satu kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Tanah Kusan atau daerah aliran Sungai Kusan (sekarang wilayah ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan). Wilayah Tanah Kusan bertetangga dengan wilayah Kerajaan Tanah Bumbu (yang terdiri atas negeri-negeri: Batu Licin, Cantung, Buntar Laut, Bangkalaan, Tjingal, Manunggul, Sampanahan).

Kerajaan-kerajaan yang ada pada tahun 1844, berjumlah delapan, dulunya sebagian kabupaten atau sub-pembagian Tanah Bumbu, dan disebut: Pagatan, Kussan, Batoe-litjin, Tjantoeng dengan Boentar-laut, Bangkala-an, Sampanahan, Menoenggoel dan Tjengal. Wilayah Pagatan, yang tidak melebihi 3,38 gegr persegi. mil di daerah, memang kerajaan terkecil yang disebutkan, tetapi juga yang terbaik dibangun dan terkaya.[3]

Penguasa Kerajaan Pagatan disebut Arung (bukan Sultan), Belanda menyebutnya de Aroeng van Pagattan.[4] Permukiman Pagatan didirikan oleh Puana Dekke (La Dekke), seorang imigran suku Bugis atas seijin Sunan Nata Alam atau Panembahan Batuah dari Dinasti Tamjidullah I. Negeri Pagatan kemudian menjadi sekutu Sunan Nata Alam untuk menghabisi rival politiknya yaitu Sultan Amir bin Sultan Muhammadillah (keturunan Sultan Kuning) yang menuntut tahta Kesultanan Banjar dengan dukungan Arung Turawe (Gusti Kasim) beserta pasukan Bugis-Paser. Atas keberhasilan mengusir Sultan Amir dari Tanah Kusan, La Pangewa (Hasan Pangewa), pemimpin orang Bugis Pagatan, dilantik Sultan Banjar sebagai kapitan (raja) Pagatan yang pertama sekitar tahun 1784 dengan gelar Kapitan Laut Pulo.

Kerajaan ini semula merupakan sebagian dari wilayah Kesultanan Banjar selanjutnya menjadi bawahan Hindia Belanda, karena diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda dalam Traktat Karang Intan. Menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178, wilayah kerajaan ini merupakan "leenplichtige landschappen" dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe.

Wilayah

Pusat pemerintahan di kota Pagatan ibu kota Kecamatan Kusan Hilir, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Kampung-kampung

Kampung-kampung di Kerajaan Pagatan

  1. Soengei doe Poempoeng
  2. Soengei doe besar
  3. Soengei Bakau
  4. Soengei Betoeng
  5. Soengei Koempa
  6. Sarang alang
  7. Soengei Nipah
  8. Soengei Loemboe
  9. Pagatan
  10. Tanah danderi
  11. Madalang
  12. Padoentingan kanan
  13. Padoentingan kiri
  14. Saring
  15. Songei Saring

Sejarah

Wilayah tenggara Kalimantan semula merupakan satu wilayah Kerajaan Tanah Bumbu yang diperintah oleh keturunan Sultan Banjar dengan pusat kerajaan kemungkinan dahulu terletak dekat perbatasan Kerajaan Pasir yaitu di negeri Cengal (Pamukan) seperti halnya Kerajaan Kotawaringin yang berdiri dekat perbatasan Kerajaan Tanjungpura. Raja Kerajaan Tanah Bumbu yang terkenal adalah Ratu Intan I, dalam perkembangannya kemudian terbagi menjadi beberapa kerajaan kecil atau kepangeranan, karena rajanya hanya berhak bergelar Pangeran atau Ratu seperti gelar putra/putri Sultan Banjar, karena sebenarnya wilayah tersebut merupakan cabang Kesultanan Banjar yaitu keturunan Pangeran Dipati Tuha bin Sultan Saidullah. Belakangan juga berdiri beberapa kerajaan kecil seperti Kerajaan Kusan, Sabamban, Batoe Litjin, Poelau Laoet dan Kerajaan Pagatan yang diperintah oleh keturunan Dinasti Tamjidullah I dan sekutunya. Kalau dilihat luas wilayahnya, semua kerajaan-kerajaan ini dapat disamakan dengan sebuah lalawangan (distrik) yang ada di Kesultanan Banjar pada kurun waktu yang sama.

Daerah Pagatan baru ada sekitar tahun 1750 dibangun oleh Puanna Dekke', hartawan asal Tanah Bugis tepatnya dari daerah Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan. Puanna Dekke' berlayar menuju Kesultanan Pasir, hatinya tidak berkenan sehingga menyusuri Kerajaan Tanah Bumbu (sekarang Kabupaten Kotabaru) dan belum menemukan daerah yang dapat dijadikan permukiman sampai dia menemukan sungai yang masuk dalam wilayah Kesultanan Banjar. Selanjutnya bertolaklah Puanna Dekke' menuju Banjarmasin untuk meminta izin kepada Sultan Banjar (1734) yaitu Panembahan Batu untuk mendirikan pemukiman di wilayah tersebut, yang kelak menjadi Kerajaan Pagatan. Pada akhirnya wilayah Kerajaan Pagatan dan Kerajaan Kusan disatukan menjadi semacam federasi dengan sebutan Kerajaan Pagatan dan Kusan dan rajanya disebut Raja Pagatan dan Kusan.

Penguasaan Inggeris tahun 1811-1816

Belanda kalah menghadapi Inggris dan pada tahun 1811 Belanda menyerahkan Batavia kepada East India Company (EIC), perusahaan perdagangan Inggris. East India Company (EIC) mengadakan perjanjian persahabatan dengan kesultanan Banjar. Dalam perjanjian itu EIC-Inggris tidak menyinggung masalah kedaulatan pemerintahan Sultan Sulaiman tetapi lebih banyak masalah perdagangan. EIC Inggris menduduki beberapa daerah yang sebelumnya diduduki Belanda seperti pulau Tatas (Banjarmasin), Kuin, Paser, Pulau Laut, Pagatan, dan Bakumpai.

Kontrak Perjanjian Karang Intan I tanggal 1 Januari 1817 (12 Safar 1232 H)

" Tuan Sultan kasih sama radja Wolanda itu Pulau Lodji Tatas dan benteng2 Kuin dan negeri Dajak Besar Ketjil dan negeri Mendawai dan negeri Sampit dan negeri Kuta Waringin dan negeri Sintang dan negeri Lawei dan negeri Djelai dan negeri Bakumpai dan negeri Tabanio dan negeri Pegatan sama Pulau Laut dan negeri Pasir dan negeri Kutei dan negeri Barau sama dia punja rantauan."

— CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN Sultan Sulaiman al-Mu'tamid 'Alâ Allâh, pasal 5 pada tanggal 1 Januari 1817 (12 Safar 1232 H)/ Besluit 29 April 1818, No. 4.[5]






Dalam Kontrak Perjanjian Karang Intan I pada tanggal 1 Januari 1817 bertepatan 12 Safar 1232 Hijriyah (Besluit 29 April 1818, No. 4), pada masa kekuasaan Raja Banjar Paduka Sri Sultan Sulaiman al-Mu'tamid 'Alâ Allâh menyerahkan wilayah Pagatan kepada Hindia Belanda yang diwakili Residen Aernout van Boekholzt.[5]

Kontrak Perjanjian Karang Intan II tanggal 13 September 1823 M (7 Muharam 1239 H)

" Perkara lima dan kontrak lama dibuang tiada boleh pakai lagi melainkan dipakai bagaimana ganti dibawah ini. Paduka Sri Sultan salinkan kepada radja Holanda jang masjhur antero Pulau Tatas dan Kween sampai disubarang kiri Antasan Ketjil lagi tanah Lawai dan Djelai dan Sintang dan Tabonio dan Pagatan dan Pulau Laut dan Kota Waringin dan Pasir dan Kutai dan Berau dengan semuanja dia punja rantauan2 adanja. Dan lagi Tuan Sultan salinkan begitu djuga separo dari Tanah Pembuang dan Mendawai dan Sampit dan Dajak-besar dan Dajak ketjil dan Bakumpai dan Dusun adanja. Tetapi lagi geburmin salinkan kepada tuan Sultan separo dari tanah semuanja jang geburmin sudah ambil dengan paduka Sri Sultan punja bermintaan dari tangan tuan Hire jang punja dahulu namanja Maluka dan Laut Kuru dan Liang Anggang dengan dia punja rantauan semuanja sampai di Tandjung Selatan dan disebelah timur sampai antara pegangan Pagatan dan Pasir adanja."

— CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN Sultan Sulaiman al-Mu'tamid 'Alâ Allâh, pasal 2 per tanggal 13 September 1823 M (7 Muharam 1239 H).[5]











Wilayah kerajaan Pagatan merupakan salah satu daerah Kesultanan Banjar yang diserahkan oleh Sultan Sulaiman kepada kolonial Hindia Belanda melalui Perjanjian Karang Intan. CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN 4 Mei 1826. / B 29 September 1826 No. 10, Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan dearah-daerah di Kalimantan termasuk Pagatan kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda.[5]

Kontrak Perjanjian Tanggal 4 Mei 1826 (26 Ramadan 1241 H)

" Sri Paduka Sultan Adam salinkan kepada radja dari Nederland segala negeri jang tersebut dibawah ini: Pulau Tatas dan Kuin sampai di subarang kiri Antasan Ketjil dan pulau Burung mulai dari kuala Bandjar subarang kanan sampai di Pantuil dan di Pantuil subarang pulau Tatas lantas ke timur Rantau Kuliling dengan segala sungai2nja Kelajan Ketjil Kelajan Besar dan kampung jang di subarang pulau Tatas sampai di sungai Messa di ulu kampung Tjina lantas ke darat sampai di sungai Baru sampai di sungai Lumbah dan pulau Bakumpai mulai dari kuala Bandjar subarang kiri mudik sampai di kuala Andjaman di kiri milir sampai kuala Lopak dan segala tanah Dusun semuanja desa2 kiri kanan mudik ka ulu mulai Mengkatip sampai terus negeri Siang dan di ilir sampai di kuala Marabahan dan tanah Dajak Besar Ketjil dengan semuanja desa2nja kiri kanan mulai di kuala Dajak mudik ka ulu sampai terus ke ilir sungai Dajak dengan segala tanah di daratan jang takluk padanja dan tanah Mendawai Sampit Pembuang semuanja desa2nja dengan segala tanah jang takluk padanja dan tanah Kutaringin Sintang Lawey Djelei semuanja desa2nja dengan segala tanah jang takluk padanja. Dan Taboniou dan segala tanah Laut sampai di Tandjung Silatan dan ke timur sampai watas dengan Pagatan dan ka oetara sampai di kuala Maluka mudik sungai Maluka Selingsing Lijang Anggang Banju Irang lantas ke timur sampai di gunung Pamaton sampai watas dengan tanah Pagatan dan negeri jang di pasisir timur Pagatan Pulau Laut Batu Litjin Pasir Kutai Barau semuanja dengan tanah2 jang takluk padanja".

— CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN Sultan Adam al-Wäthiq billäh, pasal 4, tanggal 4 Mei 1826 (26 Ramadan 1241 H)/ Besluit 29 September 1826 No. 10.[5]

Dalam Kontrak Perjanjian per tanggal 4 Mei 1826 bertepatan 26 Ramadan 1241 Hijriyah (Besluit 29 September 1826 No. 10.), pada masa kekuasaan Raja Banjar Paduka Sri Sultan Adam al-Wäthiq billäh menyerahkan wilayah Pagatan kepada Hindia Belanda.

Kontrak ini kemudian disahkan oleh De Kommissaris Generaal van Nederlandsch Indie Leonard Pierre Joseph du Bus de Gisignies pada tanggal 26 September 1826.[5]


Wilayah kerajaan Pagatan merupakan salah satu daerah Kesultanan Banjar yang diserahkan oleh Sultan Adam dari Banjar kepada kolonial Hindia Belanda melalui Perjanjian Karang Intan. CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN 4 Mei 1826. / B 29 September 1826 No. 10, Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan dearah-daerah di Kalimantan termasuk Pulau Laut kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda, seperti yang tertulis dalam pasal 4:[5]


Kapitan Laut Pulo

Atas jasa-jasa La Pangewa dan pasukannya mengempur pasukan Pangeran Amir bin Sultan Kuning yang menjadi rival dari Sultan Tahmidullah II dalam perebutan mahkota kesultanan Banjar, dia anugerahi gelar Kapitan Laut Pulo[6] mungkin semacam panglima laut yang menjaga perairan setempat, selanjutnya menjadi raja di daerah Pagatan. Walaupun demikian, Sultan Banjar masih curiga dengan Kapitan Laut-Pulau seperti surat yang terlihat dalam surat kepada petor Willem Blom:
Surat dari Seri Paduka Sultan Banjar kepada tuan Blom:
"Bahwa ini warkatul ikhlas serta suci hati, yang tiada berhingga adanya, serta kirim tabek begitu banyak daripada sultan Banjar kepada sahabat kita petor Willem Blom, yang beroleh selamat umur panjang dalam dunia adanya. Wa ba'du kemudian daripada itu, barang maklum apalah kiranya kepada sahabat kita, adalah kita melayangkan warkat ini peri hal menyatakan, yang kita dapat kabar dari Kapitan Laut Pulau, minta senjata poer pukul ilanun. Maka yaitu Kompeni jangan begitu percaya sama kapitan itu punya perkataan, karena kita banyak dapat dia punya dusta, dan barangkali dia punya kerja jahat pada negeri-negeri Banjar kembali, jadi bagaimana Kota Waringin. Maka perkara Kapitan Laut Pulau ini sahabat kita kasih ingat pada Kompeni adanya. Tersurat pada hari Jumat, delapan likur hari bulan Ramadan, tarikh 1220[7]

Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe (Kalimantan Tenggara)

Kerajaan Pagatan merupakan salah satu daerah leenplichtige landschappen dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe. Menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178, wilayah Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe, dengan ibu kota Kota Baru, terdiri dari daerah-daerah leenplichtige landschappen dan daerah landschap yang langsung diperintah kepala bumiputeranya:

  1. Pasir
  2. Pegatan
  3. Koensan
  4. Tjingal
  5. Manoenggoel
  6. Bangkalaan
  7. Sampanahan
  8. Tjangtoeng
  9. Batoe Litjin
  10. Sabamban dan
  11. Poelau Laoet (Pulau Laut)dengan pulau Seboekoe (Pulau Sebuku)

Raja Pagatan dan Kusan (Vorst van Pagatan)

Kompleks pemakaman Raja-raja Pagatan dan Kusan di desa Kampung Baru, Kusan Hilir
  1. Puwana Deke (penguasa Pagatan di bawah komando Kesultanan Banjarmasin di Kalimantan Selatan sekitar 1733-setelah 1784)
  2. Hasan Pangewa (po 1784-?)
  3. Raja Bolo (regent/pemangku ?-1838)
  4. Aroeng Palewang Abdoel Rahim bin Hasan (1838-1855)[8]
  5. Aroeng Abdoe’l-Karim (24 November 1855-1871) [anak][9][10]
  6. Raja Arung Abd al-Jabbar (1871-1875; regent/pemangku 1871-1875) [saudara]
  7. Ratu Arung Daeng Mengkau (Makau) (1875-1883) [saudari]
  8. Syarif Thoha bin Ali Alaydrus dengan Batulicin (regent/pemangku 1883-1885) [menantu Abd a-Rahim II]
  9. Pangeran Mangkoe Boemi Daëng Machmoed (regent/pemangku 1885-1893) [anak Mengkau][11]
  10. Raja Arung Abd al-Rahim II Andi Sallo (1893-1908) [saudara]
  11. Kerapatan (regent/pemangku) (1908-1912)
  12. Hindia Timur Belanda menaklukan Pagatan 1912


Berikut adalah Raja Pagatan dan Kusan:[12][13]

No. Masa Nama Raja K e t e r a n g a n

1

1755-1800 La Pangewa Raja Pagatan I yang diberi gelar Kapitan Laut Pulo oleh Panembahan Batu

2

1830-1838 La Palebbi Raja Pagatan II
3 1838-1855 La Paliweng (Arung Abdul Rahman) Raja Pagatan III
4 24 November 1855-1863 La Matunra (Arung Abdul Karim) Raja Pagatan dan Kusan
5 1863-1871 La Makkarau  
6 1871-1875 Abdul Jabbar Raja Pagatan dan Kusan
7 1875-1883 Ratu Senggeng (Daeng Mangkau)[14] Ratu Pagatan dan Kusan
8 1883-1893 H Andi Tangkung (Petta Ratu) Raja Pagatan dan Kusan 
9 1893-1908 Andi Sallo (Arung Abdurahman) Raja Pagatan dan Kusan

Penggabungan Pagatan dan Kusan (1850)

Pangeran Djaja Soemitra anak dari pangeran M. Nafis dan menjadi Raja Kusan IV tahun 1840-1850, kemudian ia pindah ke Kampung Malino dan menjadi Raja Pulau Laut I pada tahun 1850-1861. Sejak itu pemerintahan kerajaan Kusan dirangkap oleh Raja kerajaan Pagatan.

Referensi

  1. ^ Indonesia Traditional polities
  2. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-05. Diakses tanggal 2015-10-11. 
  3. ^ Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen Lembaga Kebudajaan Indonesia (1853). "Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde" (dalam bahasa Belanda). 1. Lange & Co. 
  4. ^ (Belanda) Verhandelingen en Berigten Betrekkelijk het Zeewegen, Zeevaartkunde, de Hydrographie, de Koloniën, Jilid 13, 1853
  5. ^ a b c d e f g Hindia-Belanda (1965). Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia-Belanda 1635-1860 (PDF). Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat. hlm. 158. 
  6. ^ (Indonesia) Mukhlis, Persepsi sejarah kawasan pantai, P3MP, Universitas Hasanuddin, 1989
  7. ^ (Belanda) loemlezing uit de maleische geschriften, Brill Archive
  8. ^ Landsdrukkerij, Landsdrukkerij (1851). Almanak en NaamRegisteer van Nederlandsch-Indië voor 1851 (dalam bahasa Belanda). 24. Batavia: Ter Lands-Drukkerij. hlm. 94. 
  9. ^ Landsdrukkerij, Landsdrukkerij (1858). Almanak en NaamRegisteer van Nederlandsch-Indië voor 1858 (dalam bahasa Belanda). 31. Batavia: Ter Lands-Drukkerij. hlm. 134. 
  10. ^ Regerings-Almanak voor Nederlandsch-Indië 1871 (dalam bahasa Belanda). 44. Batavia: Lands-Drukkerij. 1871. hlm. 222. 
  11. ^ Dienst van den Mijnbouw, Netherlands. Departement van Kolonien, Dutch East Indies (1888). Jaarboek van het mijnwezen in Nederlandsch-Indië (dalam bahasa Belanda). 17. J.G. Stemler. 
  12. ^ Truhart P., Regents of Nations. Systematic Chronology of States and Their Political Representatives in Past and Present. A Biographical Reference Book, Part 3: Asia & Pacific Oceania, München 2003, s. 1245-1257, ISBN 3-598-21545-2.
  13. ^ "Administrative sub-divisions in Dutch Borneo, ca 1879". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-24. Diakses tanggal 2012-07-25. 
  14. ^ http://www.guide2womenleaders.com/womeninpower/Womeninpower1870.htm#1875-83 Arung Raja Daeng Mangkau of Pengatan and Kusan (Indonesia)

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya