Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) adalah istilah untuk kemitraan pemerintah swasta di Indonesia. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), KPBU merupakan kerja sama antara pemerintah dengan badan usaha dalam hal penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu kepada spesifikasi yang sebelumnya telah ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/BUMN/BUMD yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memerhatikan pembagian risiko di antara para pihak.[1] KPBU bisa diprakarsai oleh Pemerintah maupun Badan Usaha. Apabila diprakarsai oleh Badan Usaha, Badan Usaha tersebut harus memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan proyek yang diprakarsai, serta proposal yang diajukan harus memenuhi persyaratan kesesuaian dengan rencana induk sektor dan kelayakan secara ekonomi maupun finansial. Adapun siklus proyek KPBU terdiri dari 4 (empat) tahap, yaitu perencanaan, persiapan proyek, transaksi, dan manajemen kontrak. Kerjasama Pemerintah dengan swasta telah dikenal sejak masa Orde Baru, seperti pada pembangunan jalan tol dan ketenagalistrikan, dan semakin dikembangkan pada tahun 1998 pasca krisis moneter, yang dikenal dengan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Guna menyesuaikan aturan dan perkembangan ekonomi, Pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagai payung hukum KPBU.[2] Skema KPBU diperlukan mengingat adanya keterbatasan APBN dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur yang menyebabkan adanya selisih pendanaan (funding gap) yang harus dipenuhi, sehingga perlu adanya creative financing melalui kontribusi swasta untuk menjadi alternatif sumber pendanaan dan pembiayaan dalam penyediaan infrastruktur atau layanan publik.. Perbedaan mendasar antara Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA) dan KPBU adalah pada KPBU masih terdapat peran pemerintah dalam bentuk dukungan dana maupun jaminan.[3] Adanya skema KPBU memberikan ruang bagi pelibatan swasta dalam menentukan proyek yang layak untuk dikembangkan, sekaligus memberikan ruang kepada pihak swasta untuk memilih dan memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengelolaan secara efisien dan untuk melakukan pemeliharaan secara optimal, sehingga layanan publik dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama. Perlu menjadi catatan bahwa KPBU bukanlah pengalihan kewajiban pemerintah dalam penyediaan layanan kepada masyarakat, melainkan untuk memfasilitasi pihak swasta untuk berkontribusi dalam pembiayaan untuk merancang, membangun, dan mengoperasikan proyek-proyek infrastruktur. KPBU juga bukan merupakan privatisasi fasilitas publik. KPBU tidak sama dengan privatisasi. Infrastruktur yang pendanaannya dapat melalui skema KPBU antara lain adalah infrastruktur-infrastruktur kepelabuhan, penerangan jalan umum, transportasi perkotaan, telekomunikasi dan infromastika, air minum, persampahan, pengelolaan air limbah, perumahan, pasar umum, gedung olahraga, iawasan, pariwisata, pendidikan, pemasyarakatan, dan rumah sakit.[1] Dalam rangka mendorong percepatan proyek KPBU, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah menetapkan Public Private Partnerships (PPP) Book 2017 yang memuat daftar rencana proyek infrastruktur yang dapat didanai dengan skema KPBU, yang terdiri dari 1 kategori siap ditawarkan dengan nilai investasi sebesar 1,09 triliu rupiah dan 21 proyek kategori dalam proses penyiapan dengan total nilai investasi 112,23 triliun rupiah.[4] Tujuan Skema KPBUTujuan penggunaan Skema KPBU, antara lain:[5]
Referensi
|