Share to:

 

Kesantunan berbahasa

Kesantunan berbahasa adalah hal memperlihatkan kesadaran akan martabat orang lain dalam berbahasa,[1] baik saat menggunakan bahasa lisan maupun bahasa tulis. Kesantunan berbahasa merupakan bidang kajian pragmatika, yang antara lain telah dituliskan oleh Lakoff (1973), Fraser (1978), Brown dan Levinson (1978), Leech (1983), serta Pranowo (2009).[2]

Kaidah kesantunan Lakoff

Robin Lakoff (1973) menyatakan "kesantunan dikembangkan oleh masyarakat guna mengurangi friksi dalam interaksi pribadi". Menurutnya, ada tiga buah kaidah yang harus dipatuhi untuk menerapkan kesantunan, yaitu formalitas (formality), ketidaktegasan (hesitancy), dan kesamaan atau kesekawanan (equality atau cameraderie).[3]

  1. Formalitas berarti jangan terdengar memaksa atau angkuh.
  2. Ketidaktegasan berarti berarti berbuatlah sedemikian rupa sehingga mitra tutur dapat menentukan pilihan.
  3. Kesamaan atau kesekawanan berarti bertindaklah seolah-olah Anda dan mitra tutur menjadi sama.

Maksim kesantunan Leech

Geoffrey Leech (1983) mendefinisikan kesantunan sebagai "strategi untuk menghindari konflik" yang "dapat diukur berdasarkan derajat upaya yang dilakukan untuk menghindari situasi konflik". Enam maksim kesantunan (politeness maxims) yang diajukan oleh Leech adalah sebagai berikut:

  1. Maksim kebijaksanaan (tact): minimalkan kerugian bagi orang lain; maksimalkan keuntungan bagi orang lain.
    Contoh: Bila tidak berkeberatan, sudilah datang ke rumah saya.
  2. Maksim kedermawanan (generosity): minimalkan keuntungan bagi diri sendiri; maksimalkan kerugian bagi diri sendiri.
    Contoh: Bapak silakan beristirahat. Biar saya yang mencuci piring kotor ini.
  3. Maksim pujian (approbation): minimalkan cacian kepada orang lain; maksimalkan pujian kepada orang lain.
    Contoh: Sepatumu bagus sekali. Beli di mana?
  4. Maksim kerendahanhatian (modesty): minimalkan pujian kepada diri sendiri; maksimalkan cacian kepada diri sendiri.
    Contoh: Duh, saya bodoh sekali. Saya tidak dapat mengikuti kecepatan dosen tadi saat menerangkan. Boleh saya pinjam catatanmu?
  5. Maksim kesetujuan (agreement): minimalkan ketidaksetujuan dengan orang lain; maksimalkan kesetujuan dengan orang lain.
    Contoh: Betul, saya setuju. Namun, ....
  6. Maksim simpati (sympathy): minimalkan antipati kepada orang lain; maksimalkan simpati kepada orang lain.
    Contoh: Saya turut berdukacita atas musibah yang menimpa Anda.

Catatan kaki

  1. ^ Kridalaksana, H. (2008), Kamus Linguistik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 119 
  2. ^ Chaer, 2010, hlm. 45
  3. ^ Chaer, 2010, hlm. 46

Bibliografi

  • Chaer, A. (2010), Kesantunan Berbahasa, Jakarta: Rineka Cipta 
  • Lakoff, R. (1973), The Logic of Politeness: Minding Your P's and Q's 
  • Leech, G.N. (1983), Principles of Pragmatics, New York: Longman 
  • Pranowo (2009), Berbahasa Secara Santun, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya