Kewajiban pelayanan publikKewajiban pelayanan publik (bahasa Inggris: public service obligation atau PSO), terutama berlaku berdasarkan hukum transportasi Uni Eropa, adalah kebijakan pemerintah kepada perusahaan (umumnya BUMN) untuk memberikan subsidi, antara lain memberikan perusahaan tersebut suatu hak monopoli untuk mengoperasikan transportasi publik dalam jangka waktu tertentu, umumnya setiap setahun sekali. Umumnya PSO dilaksanakan karena operator tidak memiliki cukup biaya operasional rute-rutenya untuk meraup keuntungan di pasar bebas, tetapi dapat memberikan keuntungan sosial pada transportasinya. Penggunaan PSO dapat diterapkan pada segala macam moda transportasi publik, termasuk pesawat udara, kereta api, kapal, dll, bahkan kini dapat digunakan untuk semua barang yang dikuasai oleh negara, penting bagi negara, dan untuk kemakmuran rakyat. Dalam beberapa kasus pengenalan PSO merupakan cara untuk memprivatisasi operator milik negara. Prasarana dipisahkan dari sarananya, dan dapat dimiliki oleh pihak ketiga ataupun pemerintah, dan pemerintah terkadang juga ikut campur dalam mengelola sarananya. PSO di IndonesiaPSO di Indonesia merupakan salah satu jenis subsidi yang terus meningkat setiap tahunnya. PSO di Indonesia dilatarbelakangi disparitas (perbedaan) harga pokok penjualan BUMN/swasta dengan harga yang ditetapkan Pemerintah agar pelayanan produk atau jasa terjamin dan terjangkau oleh publik. Pemerintah memberikan penugasan kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap mempertahankan maksud dan tujuan kegiatan BUMN itu sendiri. Apabila tidak viabel menurut kajian secara finansial, Pemerintah memberikan kompensasi atas semua biaya yang dikeluarkan BUMN itu termasuk margin yang diharapkan. Akibatnya, terjadi intervensi politik dalam penentuan harga.[1] Contoh perusahaan BUMN atau lembaga yang menerima PSO adalah PT Kereta Api Indonesia (operator kereta api), Perum DAMRI (operator bus perintis dan bus perkotaan), PT Pos Indonesia (jasa layanan pos), PT Pelni (perusahaan pelayaran), dan TVRI (stasiun televisi). Jadi, walaupun asal mula PSO berawal dari sektor transportasi, tetapi PSO juga sudah diterapkan ke sektor komunikasi. PSO di Indonesia lebih identik dengan kereta api. Apabila perusahaan operator sarana sudah tidak menerima PSO tersebut, mau tidak mau operator harus menaikkan harga tiket. Hal ini terkadang menimbulkan protes masyarakat jika tuntutan kepada operator sarana tidak dipenuhi. Sebagai contoh, pada Januari 2015, subsidi kereta api ekonomi jarak jauh dan menengah dihapus; kemudian diganti dengan tarif komersial (yang salah satu contohnya seperti KA GBMS). Keadaan ini dapat saja menimbulkan protes oleh sejumlah elemen masyarakat.[2] Lihat pulaReferensi
|