Konflik Banten-Belanda adalah serangkaian pertempuran antara Kesultanan Banten dengan Belanda yang terjadi sekitar tahun 1658-1659
Pertempuran Angke
setelah Senopati Ing Ngalaga memberikan aba-aba untuk menyerang, bersiap-siagalah semuanya. Raden Senapati Ing Ngalaga naik kuda berkeliling sambil menantang musuh, sedangkan Ki Rangga Wirapatra berjalan di barisan terdepan. Setelah Haji Wangsaraja berdo’a mohon perlindungan Allah untuk menghancurkan orang kafir penindas, berangkatlah pasukan ke medan laga.
Sepanjang hari pertempuran berlangsung hebat tanpa henti-hentinya. Tidak dapat dipastikan siapa yang paling hebat. Baru setelah hari senja, pertempuran itu mulai reda, dan kedua belah pihak menarik diri dari garis perang, kembali ke kubunya masing-masing.
Selama tiga hari tidak terjadi pertempuran, masing-masing pihak beristirahat sambil mengatur taktik penyerangan selanjutnya. Raden Senopati Ing Ngalaga memanggil para ponggawa untuk merundingkan taktik dan strategi perang serta memberi instruksi lainnya. Kemudian ditetapkan supaya penyerangan dilakukan dengan formasi burung dadali (format penyerangan menyebar), karena musuh memakai formasi papak (saff tempur melingkar disatukan).
Untuk mengacaukan mental pasukan kompeni dan menghancurkan tempat-tempat persem-bunyian mereka, Ngabehi Wira Angun-angun dan Prayakarti ditugaskan untuk membakar desa di sekeliling kubu musuh dan juga membakari tanaman tebu milik kompeni. Dan nanti, bersamaan dengan pembakaran-pembakaran itu, Senopati Ing Ngalaga dengan 500 prajurit pilihan bergerak melingkar dan menyerang musuh dari belakang.
Keesokan harinya, setelah tanda penyerangan dibunyikan mulailah mereka menjalankan tugasnya masing-masing. Ngabehi Wira Angun-angun, Prayakarti dan beberapa serdadu pilihan secara diam-diam membakar kampung-kampung, tanaman tebu dan pabrik penggilingan tebu serta menghancurkan segala tempat yang mungkin menjadi sarang musuh.
Sedangkan Raden Senopati Ing Ngalaga dengan 500 tentaranya bergerak ke arah timur dengan tujuan menyerang musuh dari belakang. Adapun prajurit lainnya dipimpin oleh ponggawa dan senopati yang gagah berani menyerang dari depan dengan penyerangan diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan tiap prajurit berperang satu lawan satu.
Pasukan yang dipimpin oleh Demang Narapaksa dan Demang Wirapaksa banyak menimbulkan kerugian jiwa di pihak kompeni. Banyak pimpinan mereka yang dapat dibinasakan, di antaranya Kapiten Drasti, Kapiten Perancis, Kapiten Terus, dan Kapiten Darus. Pertempuran pada hari itu berlangsung hebat, sehingga banyak mengambil korban dari kedua pihak, dan baru setelah senja tiba pertempuran pun dihentikan.
Pertempuran di laut
Pertempuran Pontang
Diceritakan, Ratu Bagus Wangsakusuma ketika sedang melakukan patroli di perairan dekat Pontang, dilihatnya sebuah kapal besar milik kompeni di Selat Pulo Pemujan yang sedang menurunkan sebuah slup penuh berisi senjata menuju ke pantai.
Ratu Bagus Wangsakusuma dan prajuritnya bersembunyi di belakang Pulau Dua dan menyergap kapal kompeni itu, sehingga semua serdadu kompeni dapat dibinasakan dan senjatanya dapat dirampas. Berita keberhasilan ini disampaikan kepada Sultan berikut semua senjata rampasannya.
Tragedi Balukbuk
Sarantaka dan Sacantaka bersama dua pacalang berhasil menghancurkan sebuah kapal kompeni di Tanjung Balukbuk.
Pertempuran Tanjung Barangbang
Pangeran Ratu Bagus Singandaru dapat menghancurkan sebuah kapal jung besar milik kompeni yang baru datang dari Malaka di dekat Tanjung Barangbang.
Pengepungan Perairan Gosong Bugang
Demikian juga dengan pasukan Kyai Haji Abbas, mereka dapat menghancurkan kapal kompeni di dekat perairan Gosong Bugang, semua barang rampasan diserahkan kepada Sultan.
Pertempuran Karawang
Pasukan yang dipimpin oleh Rangga Natajiwa, Surantaka dan Wiraprana dapat menghancurkan armada kompeni di Karawang yang mengangkut pasukan dari Jawa Timur.
Pengepungan Pelabuhan Ratu
Sedangkan di perairan Pelabuhan Ratu, pasukan Saranurbaya dapat menghancurkan kapal kompeni, walaupun Saranurbaya sendiri luka parah yang mengakibatkan ia meninggal dunia lima hari kemudian.
Pengepungan Surosowan
Di perairan Teluk Banten, di depan kota Surosowan, datang 11 kapal perang kompeni, dalam formasi mengepung dari Pulau Lima di timur sampai ke Pulau Dua. Di Surosowan, pasukan meriam yang sudah disiapkan, segera mengarahkan sasarannya ke kapal-kapal itu, maka terjadilah tembak menembak yang seru dari kedua pasukan.
Beberapa meriam Banten banyak yang tepat mengenai sasaran; si Jaka Pekik, si Muntab dan si Kalantaka selalu tepat mengenai kapal-kapal kompeni itu, sehingga armada penyerang melarikan diri dan kembali ke Batavia dengan meninggalkan kapal-kapal yang rusak dan tenggelam.
Pertempuran Tangerang
Maka untuk mengimbangi kekuatan pasukan Banten itu, dikirimnya lagi pasukan tambahan dari Batavia.
Setelah kedua pasukan itu saling berhadapan, diadakan perang tanding antara pemimpin kedua pasukan. Arya Mangunjaya ditantang oleh seorang Kapten Belanda, yang kemudian dapat dibunuhnya. Prayakarti ketika hendak memenggal kepala kapten musuh yang sudah dibunuhnya, tiba-tiba dibokong oleh empat orang musuh sehingga ia gugur.
Maka serentak kedua pasukan itu mengadakan serangan, dan perang besar dimulai, sampai senja hari. Keesokan harinya Arya Mangunjaya memerintahkan beberapa orang prajurit untuk pergi ke Surosowan melaporkan jalannya perang, sambil membawa prajurit-prajurit yang terluka, tawanan perang dan juga harta rampasan.
Pertempuran baru dilanjutkan selang beberapa hari kemudian. Banyak prajurit dari kedua pihak yang gugur dan terluka. Prajurit Banten yang terluka segera dikirim ke Surosowan, tapi banyak pula yang meninggal di perjalanan karena lukanya yang parah.
Karena penyerangan pasukan Banten ini dilakukan terus menerus dan tanpa mengenal takut, akhirnya kedudukan kompeni semakin terdesak sampai mendekati batas kota Batavia. Penduduk dan pejabat kompeni segera mengungsi ke daerah lain, khawatir kalau-kalau pasukan Banten dapat menembus benteng pertahanan kota; tambahan tentara tidak mungkin diharapkan, karena pada waktu itu kompeni pun sedang sibuk berperang dengan Makasar.
Referensi
Pranala luar