Konsumerisme EtisKonsumerisme etis dikenal sebagai aktivisme konsumen yang berpusat pada gagasan pemungutan suara dolar yang juga dikenal sebagai pembelian moral, sumber etis, belanja etis, atau konsumsi etis. Hal ini juga terkait dengan konsumerisme yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.[1] Teori di balik konsumerisme etis yaitu konsumen di pasar tidak hanya mengkonsumsi produk itu sendiri tetapi juga secara implisit, proses yang digunakan dalam menghasilkan produk tersebut sehingga menjadi suatu jenis aktivitas politik. Sesuai dengan pandangan konsumerisme etis, membeli suatu produk adalah tindakan politik yang mendukung prinsip-prinsip yang mendasari terciptanya produk tersebut.[2] Asal UsulPertama kali diterbitkan pada tahun 1989, majalah Inggris Ethical Consumer mempopulerkan istilah "konsumen etis", yang sekarang digunakan sebagai pengertian umum.[3] Pada awal tahun 1990-an, media arus utama dan pakar bisnis mulai menggunakan konsep "konsumerisme etis" sebagai gagasan mutakhir yang berpusat pada peningkatan kualitas lingkungan dan sosial dari barang-barang konsumen. Dari sudut pandang strategis, hal ini menawarkan peluang bagi Fairtrade untuk menyelaraskan pendekatannya terhadap pembangunan dan perdagangan dengan bahasa dan ideologi yang berlaku di masyarakat konsumen.[4] KonsepAda dua perubahan konseptual utama yang diperlukan untuk konsumsi etis. Pertama, konsep barang konsumen yang dulunya dipahami sebagai objek impersonal, ditafsirkan ulang untuk mencakup pilihan etis dan tidak etis yang dibuat selama proses manufaktur. Kedua, seperti halnya pemungutan suara, tindakan konsumsi itu sendiri menjadi sebuah keputusan politik sehingga dapat terlaksananya nilai-nilai demokrasi pada tempat berlangsungnya jual beli barang dan jasa yaitu pasar.[2] Referensi
|