Share to:

 

Kritik atas Nalar Murni

Kritik atas Nalar Murni
Halaman kulit dari edisi cetakan tahun 1781.
PengarangImmanuel Kant
Judul asliCritik der reinen Vernunft
SubjekEpistemologi
Diterbitkan1781 (edisi I); 1787 (edisi II)
Halaman856 (edisi pertama berbahasa Jerman)[1]

Kritik atas Nalar Murni (bahasa Jerman: Kritik der reinen Vernunft) adalah salah satu karya Immanuel Kant yang dinilai sebagai salah satu yang paling berpengaruh di sejarah kefilsafatan[2] dan menandai titik awal kelahiran filsafat modern. Buku ini ditulis sebagai akumulasi catatan-catatan singkat yang dikumpulkan dan dicetak sebagai cetakan pertama pada 1781. Cetakan tersebut diikuti dengan revisi, ekspansi, dan suntingan yang substansial pada 1787.

Tema umum buku ini adalah sebuah upaya investigasi epistemologis yang turut menciptakan dasar pemikiran epistemologi transendental yang diusungnya. Sebagian besar isi buku ini bertumpu sekaligus ditujukan sebagai kritik atas dua mazhab besar filsafat modern, di antaranya adalah para empiris seperti Locke, Berkeley, dan Hume dan para rasionalis seperti Leibniz dan Descartes. Upaya utama Kant adalah menjelaskan relasi antara hubungan nalar (rasio) dengan pengalaman dengan mengidentifikasi basis dan batas pengetahuan manusia. Oleh sebab itu, dapat dibuktikan bahwa keduanya saling melengkapi satu dengan lainnya.[3]

Kant berupaya untuk mengakhiri upaya yang sia-sia atas teori-teori yang diutarakan dari perdebatan buntu antara rasionalismeempirisme yang saling bertolakbelakang, sekaligus menolak skeptisisme buta seperti yang diusung Hume dan Descartes.[4] Dengannya pula ia menghasilkan sebuah sintesis atas dua tradisi kefilsafatan modern yang mengakhiri perdebatan dengan simpulan-simpulan kritis.[5]

Dalam buku ini, Kant menguraikan konsepsi baru tentang hakikat ruang dan waktu. Kant menyatakan klaim bahwa ia memulai sebuah "revolusi kopernikan" (pergeseran paradigma) dengan membalikkan visi epistemologis populer dengan visi epistemologis baru. Dalam pandangan pra-Kant, pembenaran atas pikiran hanya dapat dicapai dengan menyelaraskan subjek pada keberadaan objek. Kant menawarkan perspektif baru dengan menyelidiki apakah objek yang dirujuk mesti menyelaraskan dirinya pada bagaimana subjek memahami objek.[6] Maka dari itu, berdasarkan pandangan ini, budi manusia membentuk dan menyusun dunia pengalaman dan bukan sebaliknya, membuat pengetahuan dimungkinkan hadir. Budi tidak dianggap seperti wadah yang pasif yang menunggu untuk diisi, melainkan hal yang berdaya aktif mencerap realitas.

Latar belakang

Kritik atas Nalar Murni adalah sebuah titik pijak penting bagi pemikiran kefilsafatan Kant. Pola pikir Kant mula-mula sangat dipengaruhi oleh para pemikir di saat rasionalisme menggeliat di Germania, terutama oleh figur seorang rasionalis Martin Knutzen. Pada masa tersebut, Kant menghabiskan waktunya untuk membahas pembahasan ilmu kealaman dan filsafat fisika Isaac Newton dan merampungkan hipotesis nebula bersama Pierre-Simon Laplace berdasar pada konsepsi atomisme Lucretius.[7][8] Akan tetapi, semakin lama ia berkutat dengan hal-hal metafisis, ia semakin meragukan teori dan klaim metafisis mapan rasionalisme—bukan pada perkembangan idenya, melainkan konsepsi kebenaran yang analitis.

Masa pra-Kant, atau modernisme awal, diwarnai oleh dua mazhab besar empirismerasionalisme yang memiliki dampak besar terhadap perkembangan pemikiran di eropa. Menurut Kant, kedua mazhab memiliki cacat epistemologi yang serius. Problem utama kefilsafatan kedua mazhab tak lain adalah bagaimana relasi antara ego yang terkungkung dalam budi dan dunia di luar budi. Kedua mazhab memiliki gerak dan pendekatan yang sama sekali berbeda untuk mengatasi problem tersebut.

Masa pra-Kant umumnya memegang teguh prinsip bahwa sebuah proposisi penalaran logis, untuk disebut sebagai sebuah kebenaran, tentulah analitis. Maksudnya kebenaran logis proposisi dicapai dengan menganalisis atau mengklarifikasi proposisi itu sendiri dengan merujuk pada predikat-predikat yang menyertainya.[a 1][9] Dalam artian lain, pernyataan yang terdapat pada predikat semestinya terdapat juga pada subjek (misalnya: "semua angsa berbulu putih berwarna putih"; "semua angsa berbulu putih memiliki bulu"). Identifikasi kebenaran semacam ini tak lain sekadar pola siklik, dalam artian lain predikat adalah sebagian properti kecil yang pasti ada di dalam lingkup subjek.

Hume, di lain hal, tidak memandang bahwa keseluruhan pengetahuan adalah melulu a priori. Menurutnya pengetahuan a priori seperti, misalnya, kausalitas bukanlah pengetahuan a priori sama sekali.[10][11] Dalam skeptisisme Hume, kausalitas tak pernah dapat dijangkau oleh manusia, melainkan hanya dapat dipahami dari pemahaman terus-menerus akan pola yang kausalitas lakukan pada hal-hal yang terlibat di dalamnya.[10] Maka dari itu, menurut Hume, kausalitas sebenarnya adalah sebuah pengetahuan sintetik dan, karena dependen terhadap pengalaman, maka sifat pengetahuan tersebut a posteriori. Kant yang kala itu diwarnai pemikiran rasionalistis merasa terganggu akan hal itu dan menjadi salah satu batu pijakan atas kelahiran Kritik atas Nalar Murni.[12]

Dalam pandangan Kant, skeptisisme Hume bersandar pada pandangan bahwa semua ide semata-mata adalah representasi atas pengalaman indrawi—sehingga a posteriori. Kant menjelaskan bahwa kausalitas tidak semestinya dipahami begitu, kausalitas dapat dipahami tidak melalui indra. Identifikasi analitis atas kausalitas, menurutnya, sia-sia. Identifikasi analitis dinilai tidak bisa menjelaskan hal yang secara inheren terbuktikan (self-evident).[13] Keseluruhan buku ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan keberadaan proposisi sintetik a priori.

Catatan kaki

  1. ^ Kebenaran logis (necessary truth, misalnya tautologi) yang dimaksud di sini adalah nilai kebenaran yang tak dapat ditolak kebenarannya (necessarily true). Kebenaran logis akan selalu bernilai benar, entah dalam kondisi atau reinterpretasi apapun selain konstanta logika penyusunnya. Misalnya proposisi  mengekspresikan prinsip kontraposisi yang adalah sebuah tautologi.

Referensi

Sesuai dengan prosedur yang umum digunakan, penomoran yang disajikan merujuk pada nomor halaman dalam karya asli berbahasa Jerman. Untuk membedakan kedua karya Kritik der reinen Vernunft digunakan pembeda A untuk cetakan I (1781) dan B untuk cetakan II (1787); sehingga rujukan yang disajikan ditulis dalam format A×× dan B××.

Terjemahan bahasa Inggris yang digunakan dalam artikel ini merujuk pada Kant, Immanuel (1998). Guyer, Paul; Wood, Allen W., ed. Critique of Pure Reason. The Cambridge Edition of The Works of Immanuel Kant. Cambridge University Press.  Lihat pula terjemahan alternatif yang tersedia dalam bahasa Inggris untuk memahami buku ini dalam perspektif lain.

  1. ^ KrV dalam bahasa Jerman
  2. ^ Graham Bird (1995). Ted Honderich, ed. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford: Oxford University Press. hlm. 439. ISBN 0-19-866132-0. 
  3. ^ Rickman, Peter (2006), Belotti, Tony, ed., On Immanuel Kant's Critique of Pure Reason (PDF) (catatan kuliah), Imperial College London, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-09-18, diakses tanggal 2017-10-12, When Kant was writing the Critique of Pure Reason he was very much aware of the works of philosophers before him. Much of the book is addressed to the works of Hume, Berkeley and Locke, delivering a refutation of their empirical philosophies. In particular, the second edition offers a refutation of idealism. Kant's main goal in this work was to demonstrate that empiricism and rationalism—i.e. the sense and the reason—both necessarily complement each other. 
  4. ^ Vanzo, Alberto (2013). "Kant on Empiricism and Rationalism". History of Philosophy Quarterly. University of Illinois Press. 30 (1): 53–74. 
  5. ^ Rohlf, Michael (2016). Zalta, E.N., ed. "Immanuel Kant". The Stanford Encyclopedia of Philosophy. 
  6. ^ "Up to now it has been assumed that all our cognition must conform to the objects; but all attempts to find out something about them a priori through concepts that would extend our cognition have, on this presupposition, come to nothing. Hence let us once try whether we do not get farther with the problems of metaphysics by assuming that the objects must conform to our cognition, which would agree better with the requested possibility of an a priori cognition of them, which is to establish something about objects before they are given to us." pada Kritik der reinen Vernunft, Bxvi.
  7. ^ Vorländer, Karl (2003). Immanuel Kant: Der Mann und das Werk. Wiesbaden.  Lihat pula beberapa rekomendasi biografi yang dicantumkan untuk mengetahui pandangan dari perspektif lain.
  8. ^ Lihat pula Kant (1755). Allgemeine Naturgeschichte und Theorie des Himmels dalam bahasa Jerman di Project Gutenberg.
  9. ^ Leibniz, G. W. (1996). Remnant, Peter; Bennett, J., ed. New Essays on Human Understanding. Cambridge Texts in the History of Philosophy. Cambridge University Press. 
  10. ^ a b Hume, David (1896). Selby-Bigge, L.A., ed. A Treatise of Human Nature (PDF). Clarendon Press. hlm. §§XIV–XVI. 
  11. ^ May, W.E. (1970). "Knowledge of Causality in Hume and Aquinas". The Thomist (34). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-05-01. 
  12. ^ Adler, M. J. (1996). Ten Philosophical Mistakes. Simon & Schuster. hlm. 94. 
  13. ^ B§VI

Bacaan lebih lanjut

Kembali kehalaman sebelumnya