Share to:

 

Kubra siswa

Kubra siswa adalah kesenian tradisional yang ada di Indonesia.[1] Kesenian tradisional ini masih mirip dengan kuda lumping, ndolalak, dan sorengan.[1] Kubra siswa sering di temuai di daerah Jawa Tengah, Yogyakarta, dan sekitarnya.[1]

Sejarah

Kubra siswa mulai muncul pada tahun 1960-an.[1] Kesenian daerah ini muncul akibat ada unsur politis dan untuk kepentingan dahwah agama Islam.[1] Tahun 1960-an, paham komunis mulai mendominasi masyarakat.[1] Paham komunis tersebut juga turut mempengaruhi perkembangan kesenian atau pertunjukan yang ada di masyarakat.[1] Kesenian berhaluan komunis mulai mendominasi seiring dengan paham komunis yang juga semakin menyebar di masyarakat.[1] Keadaan kesenian komunis yang mendominasi di masyarakat inilah kemudian menimbulkan kekhawatiran pada ulama dan tokoh masyarakat yang tidak sealiran dengan komunis.[1]

Rasa khawatir tokoh masyarakat dan ulama tersebut mejadi latar belakang munculnya kesenian tradisional kubra siswa.[1] Kubra siswa awalnya muncul di daerah Mendut, Mungkid, Magelang.[1] Nama kubra memiliki makna kesenian ubahing badan lan raga yang dalam bahasa Indonesia berarti bergeraknya badan dan raga.[1] Kata siswa dalam dalam kubra siswa memiliki makna untuk dapat melakukan harus melalui proses belajar terlebih dahulu atau menjadi siswa.[1]

Gambaran

Kubra siswa adalah kesenian tradisional yang memiliki nuansa Islam.[1] Kesenian yang ditampilkan berupa tarian dengan diiringi musik dan nyanyian bernuansa Islam.[1] Musik pengiring juga dihasilkan dari alat musik tradisional seperti suling, jedhor, bedug, kendang, drum, cymbal, key board, dan bende.[2] Kubra siswa diaminkan oleh sekelompok orang, biasanya dalam bentuk suatu grup kesenian tradisional.[1] Gerakan tarian kubra siswa bervariasi menurut kreativitas masing-masing kelompok kesenian.[1] Nyanyian yang ditampilkan dalam pentas kubra siswa awalnya menggunakan syair bahasa Arab, tetapi saat ini sudah dikembangkan menjadi bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.[1] Syair pada nyanyian kubra siswa mengandung makna nasihat mengajak untuk melakukan kebaikan dan mentaati agaman.[2]

Beberapa kelompok kubra siswa juga sering melakukan variasi pertunjukan kubra siswa.[1] Salah satu variasi yang sering ditampilkan adalah berupa akrobat.[1] Akrobat yang ditampilkan pada pentas kubra siswa seperti bermain bola api, atraksi makan silet, memecahkan batu bata, berguling di atas duri dan menjilat beri membara.[1]

Waktu pementasan

Kubra siswa dipentaskan saat ada acara penting di masyarakat seperti saat memperingati hari kemerdekaan Indonesia yang dikenal dengan mana tujuh belasan.[3] Pertunjukan ini juga sering dipentaskan pada pesta pernikahan, khitanan, dan peresmian sebagai hiburan.[3]

Upaya Pelestarian

Keberadaan kesenian tradisional semakin hari kian surut.[4] Beberapa upaya telah dilakukan untuk melestarikan kebudayaan ini, baik dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah daerah.[2] Salah satu upaya masyarakat untuk melestarikan kubra siswa adalah dengan mendirikan kelompok-kelompok kesenian kubra siswa dengan merekrut anak-anak muda.[2] Masyarakat juga sering menampilkan kesenian ini pada perayaan di desa untuk menunjukkan kesenian tersebut pada khalayak umum.[2] Acara di desa yang sering ada pertunjukkan kubra siswa adalah merti desa, tujuh belasan, dan peresmian bangunan.[2] Pemerintah daerah juga sering mengadakan gelar budaya untuk mementaskan kesenian tradisional termasuk kubra siswa.[2] Kaum berkebutuhan khusus juga turut melakukan upaya pelestarian budaya kubra siswa dengan mengikuti gelar budaya.[5]

Rujukan

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u Kusumaningrat, Sartono (April 2002). "Mengenal Kesenian Kubra siswa "Santri Siswa"". Majalah Tembi. Diakses tanggal 27 April 2014.  line feed character di |title= pada posisi 30 (bantuan)
  2. ^ a b c d e f g "Kubra Siswa, Kelompok Seni yang Hampir Punah". Suara Merdeka. 3 September 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-28. Diakses tanggal 28 April 2014. 
  3. ^ a b "Gelaran Pesta Budaya". Temanggung.com. 19 November 2013. Diakses tanggal 27 April 2014. 
  4. ^ "Gelaran Pesta Budaya". Flickr. 16 November 2013. Diakses tanggal 27 April 2014. 
  5. ^ "Eksistensi Kaum Disable Harus Diakui". PPDI Indonesia. 9 Desember 2013. Diakses tanggal 28 April 2014. [pranala nonaktif permanen]
Kembali kehalaman sebelumnya