Lastri Berry Wijaya
Lastri Berry Wijaya (lahir 14 September 1971) atau Adek Berry adalah seorang jurnalis dan fotografer profesional asal Indonesia. Adek Berry pernah bekerja sebagai jurnalis untuk Majalah Tiras pada tahun 1997 dan Majalah Tajuk hingga tahun 1999. Sejak tahun 2000, ia bekerja sebagai fotografer sekaligus jurnalis pada Agence France-Presse sebagai perwakilan negara Indonesia.[1] Selain itu, Adek Berry juga tergabung dalam organisasi Pewarta Foto Indonesia.[2] Berry juga telah menerbitkan sebuah buku berjudul Mata Lensa.[3] KeluargaNama asli dari Adek Berry adalah Lastri Berry Wijaya. Berry lahir di Curup pada tanggal 14 September 1971.[3] Berry menikah dengan Ir. Yudiana. Dari pernikahannya, ia memiliki dua anak yang bernama Hafizh Rahmadhian Sholeh dan Nafisah Firzana.[4] PekerjaanAdek Berry mengawali kariernya sebagai seorang wartawan di Majalah Tiras. Setelahnya, ia pindah ke tim redaksi Majalah Tajuk dengan pekerjaan sebagai jurnalis foto. Peningkatan karier yang pesat membuatnya terpilih untuk bekerja sebagai jurnalis foto Agence France-Presse (AFP) di Jakarta. Agence France-Presse adalah kantor resmi pemberitaan Perancis untuk negara Indonesia.[3] Liputan PentingSelama bekerja sebagai wartawan, Adek Berry telah meliput berbagai peristiwa bencana alam di seluruh dunia. Adek Berry pernah meliput peristiwa tsunami di Aceh pada tahun 2004 dan banjir di Provinsi Sindh, Pakistan pada tahun 2010. Ia juga pernah meliput berbagai peristiwa gempa bumi. Pada tahun 2006, ia meliput gempa bumi di Yogyakarta, gempa bumi di Tasikmalaya dan di Padang pada tahun 2009. Selain itu, Adek Berry berhasil meliput erupsi Gunung Merapi di Yogyakarta pada tahun 2010. Adek Berry juga meliput berbagai kecelakaan pesawat seperti kecelakaan pesawat Adam Air di Makassar pada tahun 2007. Tahun 2012 juga meliput jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 buatan Russia di Gunung Salak yang berada di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, dan juga kejadian kecelakaan pesawat AirAsia di Kalimantan pada tahun 2014.[4] Adek Berry juga meliput berbagai peristiwa sosial dan politik di berbagai negara. Pada tahun 1999, Adek Berry berhasil meliput peristiwa Referendum Timor Leste dan Kerusuhan Ambon. Pemilihan presiden di Timor Leste diliput olehnya pada tahun 2007. Tahun 2007 Adek Berry juga meliput proses pencarian serpihan pesawat Adam Air yang terbang dari Surabaya ke Manado yang jatuh di desa Barru Sulawesi Selatan.[5] Ia juga berhasil meliput peristiwa eksekusi terpidana mati bom Bali di Lamongan pada tahun 2008 dan pada tahun 2009, ia menyaksikan peristiwa pasca pengeboman (aftermath) di JW Marriott dan Ritz Carlton di Jakarta. Peristiwa politik terbesar yang telah diliputnya adalah perang Afghanistan yang berlangsung sejak tahun 2011 hingga tahun 2012. Selain meliput berita sosial dan politik. Adek Berry juga melakukan liputan olahraga. Beliau tercatat berhasil meliput kejuaraan-kejuaraan reputasi besar. Pada tahun 2011, Adek Berry meliput Sea Games di Jakarta, serta tahun 2012 juga berhasil meliput Olimpiade London. Adek Berry kemudian kembali meliput Sea Games yang diadakan di Malaysia pada tahun 2017.[4] Saat Indonesia mengkonfirmasi adanya pasien Covid 19 pada tanggal 2 Maret 2020, Adek Berry aktif meliput berita masa pandemi di beberapa rumah sakit pasien Covid 19 dan juga pemakaman korban Covid 19 di Pondok Ranggon Jakarta. Dalam melakukan liputan Covid 19 Adek Berry melakukan prosedur liputan dan protokoler kesehatan dengan ketat serta tes Antigen sebelum mendapatkan vaksin Di awal 2021 Adek Berry meliput jatuhnya pesawat Sriwijaya Air, berangkat ke tengah laut dengan kapal nelayan untuk memotret dari dekat. Adek mengabadikan saat penyelam AL dan tim SAR memberi tanda dengan bola mengapung berwarna orange beberapa tempat serpihan pesawat dan memotret langsung begitu serpihan pertama diangkat oleh tim penyelam. Di saat yang hampir bersamaan Adek Berry melaporkan peristiwa yang ia saksikan di tengah laut tersebut kepada redaksi AFP. [1] KaryaMata LensaBerry telah menerbitkan sebuah buku berjudul Mata Lensa.[5] Buku ini berisi foto-foto jurnalistik yang menggambarkan kisah perjalanannya yang penuh tantangan dalam menekuni dunia jurnalistik. Buku Mata Lensa diterbitkan oleh TransMedia dengan tebal 358 halaman. Buku ini mengungkapkan berbagai peristiwa penting dalam sejarah yang terjadi di berbagai negara dan di Indonesia sejak tahun 1998. Selain itu, buku ini juga memberikan berbagai pengetahuan baru yang berkaitan dengan keredaksian sebuah berita yang jarang diketahui oleh publik.[3] Merawat Intuisi dan memelihara konsistensi menjadi kata Kunci Adek Berry dalam menjalankan profesinya di dunia Fotografi Jurnalistik hal yang disampaikan oleh Oscar motuloh pada buku Mata Lensa. Selain itu Arbain Rambey juga memberi tanggapan bahwa buku Mata Lensa ini tidak sekadar merangkai kisah seorang pelaku foto jurnalistik namun juga menjadi pustaka unik. Referensi
Daftar Pustaka
|