Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (beroperasi dengan nama Indonesia Eximbank) adalah lembaga pembiayaan ekspor dari Indonesia. Untuk mendukung kegiatan bisnisnya, hingga akhir tahun 2023, lembaga ini memiliki 3 kantor wilayah, 3 kantor cabang, dan 3 kantor pemasaran yang tersebar di seantero Indonesia.[2][3] SejarahLembaga ini memulai sejarahnya pada tahun 1999 saat pemerintah mendirikan PT Bank Ekspor Indonesia (Persero) untuk berbisnis di bidang pembiayaan ekspor. Bank tersebut sangat diperlukan untuk mendukung pengembangan ekspor nasional, karena Bank Indonesia tidak dapat lagi melakukan pembiayaan ekspor sesuai dengan undang-undang terbaru tentang Bank Indonesia, sementara undang-undang tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia belum terbit. Hingga tahun 2008, bank tersebut pun menyalurkan berbagai macam pembiayaan ulang untuk aktivitas yang berkaitan dengan ekspor, seperti pembiayaan ulang surat kredit impor, pembiayaan ulang Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE), dan pembiayaan ulang Kredit Investasi Ekspor (KIE) yang dapat dikategorikan sebagai produk Bank Risk. Akan tetapi, karena kesulitan likuiditas yang terjadi akibat krisis keuangan 1997, bank tersebut kemudian mulai beralih menawarkan produk yang dikategorikan sebagai Corporate Risk, seperti KMKE, KIE, pembiayaan surat kredit, pembiayaan proyek, dsb. Walaupun begitu, pembiayaan yang disediakan oleh bank tersebut tetap belum optimal sebagaimana yang dibutuhkan oleh para pelaku ekspor, karena statusnya sebagai bank. Sehingga pada tahun 2007, pemerintah dan DPR mulai bergegas membahas undang-undang tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, sehingga akhirnya dapat diterbitkan pada bulan Januari 2009. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dapat menggunakan nama dagang Indonesia Eximbank. Lembaga ini kemudian mulai beroperasi pada tanggal 1 September 2009, dan PT Bank Ekspor Indonesia (Persero) pun resmi dibubarkan. Pada bulan Oktober 2009, lembaga ini mendapat pinjaman senilai US$ 100 juta dari JBIC. Pada bulan Maret 2011, lembaga ini mendapat pinjaman senilai US$ 200 juta dari ADB. Pada bulan Agustus 2011, perusahaan ini menyalurkan pinjaman senilai US$ 5,4 juta untuk proyek pembangunan pipa gas pada fasilitas regasifikasi LNG di Pelabuhan Sungai Udang, Malaysia. Pada bulan Februari 2012, lembaga ini mendapat kredit ekspor senilai US$ 100 juta dari JBIC. Pada tahun 2012 juga, lembaga ini menyalurkan pinjaman senilai US$ 120 juta kepada Waskita Karya untuk proyek pembangunan Bandar Udara Suai, Timor Leste. Pada tahun 2015, lembaga ini meluncurkan program pelatihan untuk eksportir baru dan meluncurkan produk asuransi pengangkutan laut. Pada tahun 2015 juga, lembaga ini mendapat penugasan untuk membiayai ekspor kereta ke Bangladesh. Pada tahun 2016, lembaga ini meluncurkan KUR berorientasi ekspor untuk mendukung Paket Kebijakan Ekonomi XI. Pada tahun 2017, lembaga ini mendapat penugasan untuk membiayai ekspor kereta dan pesawat terbang. Pada tahun 2018, lembaga ini kembali mendapat penugasan untuk membiayai ekspor pesawat terbang. Pada tahun 2019, lembaga ini mendapat penugasan untuk membiayai ekspor pariwisata. Pada tahun 2020, lembaga ini mendapat penugasan untuk mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus, membiayai UMKM berorientasi ekspor, dan membiayai industri penerbangan. Pada tahun 2022, lembaga ini mendirikan PT IEB Prima Aset untuk berbisnis di bidang konsultansi pengelolaan aset bermasalah.[2][3] Tugas dan fungsiLembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)-Indonesia Eximbank (IEB) berfungsi untuk mendukung program ekspor nasional melalui pembiayaan ekspor nasional yang diberikan dalam bentuk pembiayaan, penjaminan, asuransi, dan advisory services, serta mengisi kesenjangan yang terjadi dalam pembiayaan ekspor. Dalam menjalankan fungsi tersebut, LPEI mempunyai tugas sebagai berikut:
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, LPEI dapat melakukan proses pembimbingan dan jasa konsultansi kepada bank, lembaga keuangan, eksportir dan produsen barang ekspor, khususnya untuk skala usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK). Selain itu, LPEI berwenang melakukan menetapkan skema pembiayaan ekspor di tingkat nasional, dan melakukan restrukturisasi pembiayaan ekspor nasional. Sumber dan penempatan danaDalam melaksanakan kegiatan dan tugasnya, LPEI turut serta dalam sistem pembayaran nasional dan internasional, menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (mencakup prinsip keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, kemandirian, dan kewajaran), prinsip penerapan manajemen risiko (mencakup pemenuhan kecukupan modal minimum, pengawasan aktif, dan pemenuhan disiplin pasar terhadap risiko yang melekat), dan prinsip mengenal nasabah (paling sedikit mencakup kebijakan dan prosedur identifikasi nasabah, pemantauan transaksi nasabah, serta manajemen risiko). Serta dapat melakukan penugasan khusus dari Pemerintah untuk mendukung Program Ekspor nasional atas biaya pemerintah. Untuk membiayai kegiatannya, LPEI dapat memperoleh dana dari:
Selain memperoleh dana dari sumber-sumber di atas, LPEI dapat membiayai kegiatannya dengan sumber pendanaan dari penempatan dana oleh Bank Indonesia. LPEI juga dapat menempatkan dana yang belum dipergunakan dalam bentuk pembelian surat berharga dan/atau penempatan di lembaga keuangan dalam negeri maupun luar negeri. Penempatan tersebut antara lain dalam bentuk:
Landasan hukumDasar hukum Lembaga Pembiayaan Ekspor adalah Undang-Undang No. 2 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor, yang diperjelas dengan regulasi sebagai berikut:
KontroversiIndikasi penipuanDalam sebuah jumpa pers pada tanggal 18 Maret 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan adanya indikasi penipuan yang dilakukan oleh empat debitur, dalam dugaan korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, yang nilainya mencapai Rp2,5 triliun.[4][5] Empat debitur yang dilaporkan oleh Menteri Keuangan terkait indikasi tersebut meliputi PT RII sebesar Rp1,8 triliun, PT SMS sebesar Rp216 miliar, PT SPV sebesar 144 miliar, dan PT PRS sebesar Rp305 miliar. Jaksa Agung kemudian menyebut bahwa tindak pidana yang melibatkan pemberian fasilitas kredit di LPEI sebenarnya telah terdeteksi sejak sekitar tahun 2019.[6] Referensi
Lihat pulaPranala luar
|