Share to:

 

Lex loci actus


Lex loci actus adalah asas hukum yang menyatakan bahwa segala bentuk formalitas serta keabsahan dari setiap perbuatan hukum (lex causae) ditentukan bedasarkan hukum di tempat mana perbuatan hukum tersebut dilakukan.[1]

Namun demikian, asas ini bukanlah asas yang berdiri secara tunggal, asas lex loci actus merupakan turunan dari asas locus regit actum, yang mana asas ini adalah kualifikasi atas bentuk suatu perbuatan hukum atau masalah hukum sesuai dengan yuridiksi yang ada/tempat dimana perbuatan hukum tersebut dilakukan.

Sesuatu perbuatan hukum adalah sah atau tidak apabila formalitas dipenuhi, akibat hukum, ditentukan melalui tempat/locus actus dimana suatu perbuatan hukum tertentu terjadi. Dalam konteks ini adalah masalah keperdataan internasional, yang mana prinsip ini dapat diterapkan untuk menentukan hukum yang berlaku dalam masalah kontrak/ keperdataan.

Turunan

Kemudian adapula turunan dari konsep lex loci actus, yakni:

  1. Lex leci contractus yakni keabsahan dari perjanjian yang dibuat, yang bersandar pada domisili hukum perjanjian yang telah disepakati.
  2. Lex loci solutionis yakni ketundukan hukum dari tempat suatu perjanjian dilaksanakan.

Penetapan Status dan Tanggung Jawab Hukum

Turunan ini juga tidak berdiri sendiri, ada penetapan status dan tanggung jawab yang ada dari suatu perbuatan hukum , yang ada melalui peraturan perudang-undangan di yuridiksi tertentu.

  1. Lex loci delicti commissi yakni kategori tanggung jawab hukum sesuai dengan domisili di mana perbuatan melawan hukum itu dilakukan.
  2. Lex loci damni yakni bergantung dari kerugian langsung dari perbuatan melawan hukum.

Meski asas ini berlaku secara universal, namun Indonesia belum mengatur mengenai prinsip ini secara khusus mengenai perjanjian dan perbuatan melawan hukum dengan komprehensif. Namun, demikian, pasal 18 Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie (AB)[2] adalah satu-satunya prinsip yang memayungi mengenai lex loci actus untuk kontrak dan perbuatan melawan hukum.

Referensi

  1. ^ Seto, Bayu (2013). Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. hlm. 78. 
  2. ^ Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie (AB). 
Kembali kehalaman sebelumnya