Makam Kyai ModjoMakam Kyai Modjo merupakan situs cagar budaya tingkat nasional yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 267/M/2016 tentang Situs Cagar Budaya.[1] Makam ini terletak di atas bukit Tondata tepatnya di Desa Wulauan, Kecamatan Tolimambot, Minahasa, Sulawesi Utara. Saat ini, situs Makam Pahlawan Kyai Modjo dikelola oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Utara. Makam Kyai Mojo dikelilingi dengan makam para pengikutnya. SejarahKyai Modjo merupakan anak dari ulama besar Kyai Baderan dengan nama asli Iman Abdul Ngarif dan ibunya yang bernama Raden Ayu Mursilah. Kedua orangtuanya merupakan keluarga bangsawan. Ayahnya merupakan keturunan Keraton Surakarta dan ibunya adalah saudara perempuan dari Sultan Hamengkubuwono III.[2] Semasa hidupnya, Kyai Modjo pernah bergabung dengan Pangeran Diponegoro yang juga merupakan saudara sepupunya dan dipercaya sebagai panglima perang dalam peristiwa Perang Jawa untuk melawan penjajahan Belanda. Pangeran Diponegoro menjanjikan sebuah kerajaan yang dipimpin sesuai syariat Islam, bersebab itulah Kiai Modjo beserta para santrinya bersedia bergabung dalam peperangan ini.[3] Pada 1829, Kyai Modjo dan para pengikutnya diasingkan ke Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. Selama di lokasi pengasingan, Kyai Modjo terus berdakwah dan para pengikutnya yang keseluruhan adalah pria Jawa banyak yang menikah dengan gadis-gadis Minahasa hingga akhirnya membentuk sebuah komunitas masyarakat baru yang saat ini dikenal sebagai Kampung Jawa.[4] Kyai Modjo dikenal sebagai panglima perang yang handal dan sempat menjadi kunci sumber kekuatan pasukan Pangeran Diponegoro hingga membuat pasukan Belanda resah. Relasi hubungan diplomasinya begitu luas di kawasan Pulau Jawa dan Bali, hal ini sangat bermanfaat bagi para santri yang berusaha menghindari penangkapan oleh pasukan Belanda sebab mereka mendapat perlindungan dan kebebasan beragama disana.[2] Referensi
|