Maulid Adat Bayan
Maulid Adat Bayan adalah sebuah kegiatan adat terkait Maulid yang berasal dari Lombok (biasa disebut Mulud Adat Bayan). Peringatan Maulid Nabi Muhammad dilaksanakan Masyarakat Adat Bayan sebagai bentuk penghormatan terhadap Rasulullah. Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari dengan jadwal yang telah diatur.[1] BayanBayan adalah gerbang masuknya Islam ke Pulau Lombok. Masjid Kuno Bayan yang didirikan pada abad ke-16 adalah bukti penyebaran agama oleh para Wali Songo. Pada perkembangannya terjadi akulturasi antara adat Sasak dan agama Islam. Pada sekitar area masjid masih terdapat beberapa makam leluhur penyebar agama Islam seperti makam Gauz Abdul Razak (makam Reaq), makam Titik Masi Pelawangan, makam Titik Mas Penghulu, makam Sesait, makam Karang Salah, dan Makam Desa Anyar. KegiatanMaulid diadakan selama dua hari. Pada hari pertama, warga mempersiapkan bahan makanan dan perlengkapan upacara “Kayu Aiq” dan hari kedua dilaksanakan doa dan makan bersama di Masjid Kuno Bayan. Prosesi Mulud Adat Bayan atau Maulid Adat Bayan dihadiri oleh warga Desa Loloan, Desa Anyar, Desa Sukadana, Desa Senaru, Desa Karang Bajo, dan Desa Bayan. Semua desa itu tergabung dalam wilayah adat yakni Komunitas Masyarakat Adat Bayan.[2] Terdapat perhitungan tersendiri terkait perayaan Maulid di Lombok yang disebut Sareat (Syari'at). Prosesi maulid adat dilaksanakan dua hari setelah yakni pada tanggal 14-15 Rabi'ul Awal.[3] Pada pagi hari pertama masyarakat Adat Bayan menuju Kampu (desa awal masyarakat), untuk menyerahkan hasil bumi kepada Inan Menik sebagai tanda syukur atas keberhasilan panen. Inan Menik kemudian mengolahnya untuk disajikan kepada para kyai, penghulu, dan tokoh adat pada hari puncak perayaan Mulud Adat. Nantinya, Inan Menik akan menandai dahi warga dengan mamaq (sirih) dalam ritual adat yang disebut 'menyembek. Lalu, masyarakat membersihkan balen unggun (tempat sekam/dedak) dan balen tempan (tempat alat penumbuk padi), seta membersihkan rantok (tempat menumbuk padi). Prosesi dilanjutkan dengan membersihkan tempat Gendang Gerantung dan beberapa orang menjemput Gamelan Gendang Gerantung. Setelah tiba, dilaksanakan ritual penyambutan dengan ngaturan lekes buaq (sirih dan pinang) sebagai tanda rangkaian acara Mulud Adat dimulai. Sekitar waktu '‘gugur kembang waru'’ pada pukul 15.30, para wanita mulai menumbuk padi bersamaan mengikuti irama alat musik tempan yang terbuat dari bambu panjang. Padi tersebut ditumbuk di lesung seukuran perahu yang disebut menutu. Di saat yang bersamaan, gamelan mengiringi ritual mencari bambu tutul untuk membuat umbul-umbul (Penjor) yang akan dipajang pada pojok Masjid Kuno Bayan (pemasangan tunggul). Ritual ini hanya diikuti laki-laki yang dipimpin pemangku atau melokaq penguban setelah direstui oleh Inan Menik. Malam hari diisi dengan kegiatan ngegelat yakni mendandani ruangan Masjid Kuno dengan simbol sarat makna sembari pemain gamelan memasuki masjid. Acara dimulai dengan pertarungan dua pria menggunakan pemukul yang terbuat dari rotan (temetian) dan perisai berbahan kulit sapi. Pemainan ini disebut Presean yang biasanya dimainkan oleh pepadu (orang yang handal), namun pada kesempatan tersebut, siapapun dipersilakan untuk bertarung pada Mulud Adat. Setelah permainan selesai kedua pemain harus meminta maaf kepada satu sama lain. Prosesi dilanjutkan dengan berugag agung atau ajang diskusi, cerita, wacana terkait segala hal. Pada hari kedua atau 15 Rabi'ul Awal, perempuan adat memulai kegiatan menampiq beras yakni membersihkan beras. Prosesi selanjutnya yakni berjalan menuju mata air lokoq masan segah. Persyaratan bagi para pencuci beras ialah perempuan yang sedang suci / tidak haid. Berbicara, menoleh, memotong jalan barisan merupakan pantangan sepanjang jalan. Setelah beras dimasak, hidangan di tata di atas ancaq atau sebuah tempat, prosesi ini disebut mengageq. Sore harinya, para pemuda atau praja Mulud diarak dari rumah pembekel beleq Bat Orong (pemangku adat dari Bayan Barat) layaknya pasangan pengantin menuju masjid. Prosesi ini menggambarkan perkawinan Adam dan Hawa. Setelah tiba di masjid, pemuka agama memimpin doa dan berlanjut dengan makan bersama sebagai puncak acara maulid sekaligus bentuk ucapan syukur warga kepada para ulama[2] Nilai SosialPada ritual maulid adat, seluruh komunitas ikut berpartisipasi dalam prosesi adat. Hal tersebut tampak dari sumbangsih makanan maupun perhelatan acara. Seluruh tokoh adat, mak lokak, dan para pemangku di Bayan bekerja sama, apabila terjadi perbedaan pendapat selama acara maka akan diselesaikan melalui gundem (pertemuan) di Bencingah Bayan Agung. Dalam proses ritual adat, berapapun biaya yang dikeluarkan melalui filososi ringan sama dijinjing dan berat sama dipikul. Event ini merupakan ajang perekat komunitas setempat. Pemaliq LeketPemaliq Leket adalah adalah tabu dalam ritual Suku Sasak. Contoh dari larangan tersebut adalah aturan untuk mengenakan pakaian adat pada saat memasuki Kampu. Selain itu, ada pula larangan menggunakan pakaian dalam dan perhiasan. Peraturan tersebut juga berlaku apabila ingin memasuki masjid kuno. Apabila pamali tersebut dilanggar, kemalangan dipercayai akan datang bagi pelanggar.[2] Objek WisataWisatawan yang berkunjung pada perayaan diizinkan mengkikuti prosesi maulid. Namun, terdapat beberapa aturan yang harus dipatuhi pengunjung saat memasuki rumah adat, yaitu melepas alas kaki dan pakaian, menutup badan hanya menggunakan kain tenun, menggunakan ikat kepala bagi pria, dan larangan mengucapkan kata kotor.[2] Referensi
|