Share to:

 

Metode Webster/Sainte-Laguë

Metode Webster/Sainte-Laguë, sering kali disebut metode Webster atau metode Sainte-Laguë (pengucapan bahasa Prancis: [sɛ̃t.la.ɡy]) adalah metode nilai rata-rata tertinggi yang digunakan untuk menentukan jumlah kursi yang telah dimenangkan dalam suatu pemilihan umum.

Pada pemilihan di Indonesia, sistem perhitungan Sainte Lague pertama kali diterapkan pada Pemilu 2019 dengan tetap menerapkan sistem proporsional terbuka.[1]

Di Eropa, istilah ini dinamai dari matematikawan Prancis André Sainte-Laguë, sementara di Amerika Serikat istilah ini berasal dari negarawan dan senator Daniel Webster. Metode ini mirip dengan metode D'Hondt, tetapi menggunakan pembagi yang berbeda. Pada umumnya metode pembagi terbesar membawa hasil yang hampir serupa. Metode D'Hondt juga memberi hasil yang serupa, tetapi metode tersebut lebih menguntungkan partai besar bila dibandingkan dengan metode Webster/Sainte-Laguë.[2] Dalam sistem ini sering kali terdapat ambang batas suara atau persentase suara minimal yang diperlukan untuk memperoleh kursi di parlemen.

Webster pertama kali mengusulkan metode ini pada tahun 1832, dan pada tahun 1842 metode ini mulai digunakan dalam pembagian kursi kongres di Amerika Serikat. Metode ini kemudian digantikan oleh metode Hamilton, tetapi pada tahun 1911 metode Webster kembali diberlakukan.[3] Sementara itu, André Sainte-Laguë memperkenalkan metode ini di Prancis pada tahun 1910. Tampaknya publik di Prancis dan Eropa belum pernah mendengar informasi mengenai metode Webster hingga masa berakhirnya Perang Dunia II.

Metode Webster/Sainte-Laguë digunakan di Bosnia dan Herzegovina, Irak, Kosovo, Latvia, Selandia Baru, Norwegia dan Swedia Di Jerman, metode ini digunakan di tingkatan federal untuk alokasi kursi Bundestag dan juga dalam pemilu negara bagian di Baden-Württemberg, Bremen, Hamburg, Nordrhein-Westfalen, Rheinland-Pfalz dan Schleswig-Holstein.

Deskripsi

Setelah semua suara telah dihitung, kuotien setiap partai akan ditentukan. Rumus kuotien tersebut adalah[2]

  • V adalah jumlah suara yang diperoleh partai, dan
  • s adalah jumlah kursi yang sejauh ini telah dialokasikan untuk partai tersebut, awalnya 0 untuk semua partai

Partai yang memperoleh kuotien tertinggi akan mendapat kursi berikutnya yang dialokasikan, dan kuotien mereka kemudian dihitung kembali. Proses ini diulang hingga semua kursi telah dialokasikan.

Metode Webster/Sainte-Laguë tidak menjamin bahwa partai yang telah memperoleh lebih dari 50% suara akan memenangkan paling tidak setengah kursi di parlemen.[4] Contohnya, dengan hanya tujuh kursi yang tersedia dan suara yang terpecah menjadi 53.000, 24.000 dan 23.000, alokasi kursi untuk masing-masing dari ketiga partai tersebut adalah tiga, dua dan dua kursi.

putaran

(1 kursi per putaran)

1 2 3 4 5 6 7 Kursi yang dimenangkan

(tebal)

Partai A

kursi setelah putaran

53.000

1

17.667

1

17.667

1

17.667

2

10.600

3

7.571

3

7.571

3

3
Partai B

kursi setelah putaran

24.000

0

24.000

1

8.000

1

8.000

1

8.000

1

8.000

2

4.800

2

2
Partai C

kursi setelah putaran

23.000

0

23.000

0

23.000

1

7.667

1

7.667

1

7.667

1

7.667

2

2

Tabel di bawah ini adalah cara mudah untuk melakukan penghitungan:

denominator /1 /3 /5 /7 /9 /11 /13 Kursi yang dimenangkan (*) Proporsi sesungguhnya
(sebagai perbandingan)
Partai A 53.000* 17.667* 10.600* 7.571 5.889 4.818 4.077 3 3,71
Partai B 24.000* 8.000* 4.800 3.429 2.667 2.182 1.846 2 1,68
Partai C 23.000* 7.667* 4.600 3.286 2.556 2.091 1.769 2 1,61

Sementara itu, metode d'Hondt memiliki rumus yang berbeda untuk menghitung kuotien, yaitu .[2]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Redaksi, Author (2023-09-21). "Sistem Sainte Lague: Pemilihan yang Adil dan Proporsional". Suara Pantau. Diakses tanggal 2023-09-21. 
  2. ^ a b c Lijphart, Arend (2003), "Degrees of proportionality of proportional representation formulas", dalam Grofman, Bernard; Lijphart, Arend, Electoral Laws and Their Political Consequences, Agathon series on representation, 1, Algora Publishing, hlm. 170–179, ISBN 9780875862675 . See in particular the section "Sainte-Lague", hlm. 174–175.
  3. ^ Balinski, Michel L.; Peyton, Young (1982). Fair Representation: Meeting the Ideal of One Man, One Vote. 
  4. ^ Miller, Nicholas R. (February 2013), "Election inversions under proportional representation", Annual Meeting of the Public Choice Society, New Orleans, March 8-10, 2013 (PDF) .

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya