Mikoyan-Gurevich MiG-3Mikoyan-Gurevich MiG-3 (bahasa Rusia: Микоян и Гуревич МиГ-3) merupakan pesawat tempur sayap rendah (low wing) Uni Soviet yang digunakan selama Perang Dunia II. Pesawat ini merupakan pengembangan dari MiG-1 buatan OKO (opytno-konstrooktorskiy otdel - Departemen Perancangan Eksperimental) di pabrik Zavod No. 1 untuk memperbaiki masalah-masalah yang ditemukan dalam pengembangan dan operasional MiG-1. Pesawat ini menggantikan lini produksi MiG-1 di Pabrik No. 1 pada tanggal 20 Desember 1940 dan dibuat dalam jumlah massal pada tahun 1941 sebelum Pabrik No. 1 dikonversi menjadi pabrik Ilyushin Il-2. Pada tanggal 22 Juni 1941 saat permulaan Operasi Barbarossa, sekitar 981 buah pesawat bertugas bersama VVS, PVO dan Penerbang Laut. MiG-3 amatlah sulit diterbangkan pada saat damai dan terutama pada saat perang. Pesawat ini dirancang untuk pertempuran ketinggian tinggi tetapi pertarungan udara di Front Timur kebanyakan dilaksanakan pada ketinggian rendah dimana pesawat ini kalah dengan Messerschmitt Bf 109 buatan Jerman dan juga pesawat tempur Soviet lainnya yang sudah modern pada saat itu. Pesawat ini juga dipaksa untuk menjadi pesawat serang selama musim gugur 1941 tetapi hasilnya tidak bagus. Seiring berjalannya waktu, pesawat yang tersisa di kumpulkan di PVO, karena bisa digunakan dalam penerbangan ketinggian tinggi, sampai akhirnya semua unit ditarik dari penugasan sebelum perang berakhir. PengembanganMikoyan and Gurevich melakukan perubahan besar pada desain MiG-1 yang dilakukan pada Central Aero and Hydrodynamtics Institute (TsAGI). Perubahan ini termasuk:
Pesawat pertama yang telah dimodifikasi dengan perubahan tersebut adalah I-200 no.04, yang merupakan purwarupa keempat dari I-200, yang kemudian menjadi MiG-1. Pesawat ini terbang pertama kali pada akhir Oktober 1940. Setelah sukses dengan penerbangan pertamanya ini, pesawat ini dikirim ke VVS (Voyenno-voz-dooshnyye seely - Angkatan Udara Soviet) untuk melakukan pengujian negara. Pengujian negara dilakukan dengan dua pesawat pada 27 Januari - 26 Februari 1941. Ternyata pesawat itu lebh berat 250 kg dari MiG-1, dan kemampuan manuver serta lepas landas-mendaratnya juga menurun. Waktu untuk sampai ke 5000 m berkurang satu menit, tetapi ketinggian maksimum malah berkurang 500 m. MiG-3 lebih cepat di permukaan laut dan ketinggian tinggi. Meskipun jarak terbangnya lebih jauh dari MiG-1, tetap saja masih kurang dari 1000 km yang disyaratkan. Mikoyan-Gurevich memprotes hasil ini karena menurut hitungan mereka, MiG-3 bisa mencapai 1010 km dengan konsumsi bahan bakar (specific fuel consumption/SFC) 0,46 kg/km. Saat pengujian negara, tercatat SFC sebesar 0,48 kg/km, tetapi saat uji operasional sebelumnya tercatat 0,38 kg/km. Mereka menyalahkan awak yang salah menyetel mesin dan koreksi ketinggian. Mereka lantas meminta pengujian ulang dengan dua kali terbang antara Leningrad-Moskwa, untuk membuktikan MiG-3 mampu terbang 1000 km. Dua pesawat produksi diterbangkan masing-masing sejauh 1100 km dan 971 km, dengan kecepatan 90% dari maksimum pada ketinggian 7300 m. Selama pengujian, NKAP (Narodnyy komissariat aviatsionnoy promyshlennosti - People's Ministry of the Aircraft Industry) mengumumkan bahwa tiga zavod (pabrik) akan membuat MiG-3 dengan total 3.600 pesawat pada 1941. Beberapa MiG-3 ternyata mempunyai performa yang buruk di ketinggian tinggi, meskipun didesain sebagai pencegat tinggi. Suplai oksigen kadang tidak cukup, dan memiliki karakteristik stall dan spin yang berbahaya, terutama untuk pilot pemula. Hal ini terbukti pada 10 April 1941, ketika tiga pilot dari Resimen Tempur 31 PVO mencoba mencegat pesawat intai Jerman pada ketinggian 9000 m. Ketiga pesawat melintir (spin) dan tidak bisa dinormalkan lagi, sehingga ketiga pilotnya terpaksa terjun, satu diantaranya tewas. Penyelidikan menemukan bahwa ketiga pilot baru beberapa jam saja menerbangkan MiG-3, dan ini adalah sorti ketinggian tinggi mereka yang pertama. Bukan hanya itu, pompa mesin juga bermasalah sehingga tekanan oli dan bahan bakar tidak cukup pada ketinggian tinggi. Perbandingan dengan pesawat tempur lain Kecepatan puncak MiG-3 adalah 640 km/jam pada ketinggian 7200 m, lebih cepat dari Messerschmitt Bf 109F-2 (615 km/jam) atau Supermarine Spitfire Mk.V (603 km/jam). Tetapi pada ketinggian lebih rendah, performanya langsung jeblok: kecepatan maksimum di permukaan laut hanya 505 km/jam, sementara Bf 109F-2 bisa mencapai 515 km/jam. Sial bagi MiG-3, pertempuran udara di Front Timur lebih sering terjadi di ketinggian rendah atau menengah. Berat isi MiG-3 adalah 3350 kg, jauh di atas Bf 109F-2 (2728 kg), dan kalah lincah karena pembebanan sayap yang lebih berat. Hal ini diperparah dengan kemampuan menanjak yang payah, ketidakstabilan pada kecepatan tinggi dan persenjataan yang lemah. Persenjataan standar MiG-3 adalah satu senapan mesin UBS 12,7 mm dan dua senapan mesin ShKAS 7,62 mm. Untuk ukuran internasional, ini termasuk ringan. Misalnya saja, Bf 109 yang menjadi lawannya umumnya membawa satu meriam MG151/20 20 mm di poros mesin dan dua senapan mesin 7,92 mm di atas tutup mesin. Untuk mengatasi masalah ini, 821 pesawat dimodifikasi untuk membawa tambahan dua senapan mesin UBK 12,7 mm di dalam wadah di bawah sayap. Akibatnya kecepatan berkurang 20 km/jam, dan hal ini tidak disukai para pilot sehingga beberapa mencopotnya lagi. 215 pesawat lainnya dimodifikasi untuk membawa enam roket RS-82. Sebanyak 72 pesawat diganti persenjataannya dengan sepasang meriam ShVAK 20 mm. Dan masih banyak lagi bongkar-pasang senjata yang dilakukan untuk mengatasi kekurangan. Sejarah OperasionalProduksi pertama MiG-3 mulai dilakukan pada 20 Desember 1940 dan dikirimkan ke garis depan pada musim semi 1941. MiG-3 menyulitkan pilot-pilot yang sudah terbiasa dengan pesawat yang lebih lamban tetapi jinak, seperti biplane Polikarpov I-15 dan monoplane I-16. Bahkan dengan segala perbaikan dari kelemahan-kelemahan MiG-1, MiG-3 masih sulit dan berbahaya diterbangkan. Banyak resimen tempur tidak rajin melatih pilotnya menerbangkan MiG-3, selain karena karakter terbangnya yang berbeda, juga karena pengiriman pesawat yang terburu-buru sehingga pada saat Operasi Barbarossa, lebih dari 1.200 MiG-3 dikirim, tetapi hanya ada 494 pilot yang terlatih. Pada bulan Juni 1941, MiG-3 dari Resimen Tempur 4 menjatuhkan sepasang pesawat intai tinggi milik Jerman yang akhirnya memulai permusuhan kedua negara. Tetapi pertempuran ketinggian tinggi semacam itu sangat jarang terjadi di Front Timur. Pertempuran udara di sana umumnya terjadi di bawah 5000 m, di mana MiG-3 kalah segalanya dibandingkan Bf 109, atau bahkan dengan sesama pesawat tempur modern Soviet seperti Yakovlev Yak-1. Karena kekurangan pesawat serang darat, MiG-3 dipaksa untuk mengisi peran tersebut, tetapi malah tidak cocok sama sekali. Seperti kata pilot Aleksandr E. Shvarev, "MiG-3 terbang sempurna di atas 4000 m. Tapi di ketinggian lebih rendah, yah, teman-teman bilang, seperti sapi. Itu kelemahan nomor satu. Kelemahan kedua adalah persenjataannya yang sering macet. Nomor tiga adalah pembidiknya yang tidak akurat. Makanya kami harus terbang mendekati musuh sampai mepet sekali, baru menembak." Walaupun dengan banyak kelemahan MiG-3, Aleksandr 'Sasha' Pokryshkin, pilot jagoan Soviet peringkat ketiga selama perang dengan 59 kemenangan resmi, melakukannya kebanyakan ketika menerbangkan MiG-3. Menurutnya, "Para perancangnya kesulitan memadukan karakteristik terbang dan daya gempurnya... Keunggulan operasional MiG-3 seperti terhalang oleh kelemahan-kelemahannya. Tetapi keunggulan ini bisa dimanfaatkan dengan baik oleh pilot yang mampu menemukannya." VarianSelama sisa masa perang, Mikoyan and Gurevich tetap melanjutkan untuk pengembangan MiG-3 yang memicu pengembangan seri purwarupa pesawat yang lebih besar dan lebih kuat, I-220 dan I-225. Ada beberapa usaha untuk mengganti mesin pesawat ini dengan mesin yang sebenarnya didesain untuknya, AM-37. Pesawat ini diberi nama MiG-7, tetapi produksinya terhenti. Usaha terakhir yaitu dengan mesin radial Shvetsov ASh-82, mesin yang sama untuk membuat pesawat Lavochkin La-5 dari LaGG-3. Purwarupanya diberi nama I-210 dan I-211, dan hasilnya cukup sukses dengan nama MiG-9. Beberapa MiG-9 diuji menggunakan mesin Pratt & Whitney R-2800-63. Dua purwarupa terakhir yaitu I-230 dan I-231, dengan memakai sistem yang sama dengan MiG-3 orisinil dan mesinya lebih ringan, tetapi AU Soviet tidak tertarik.
Spesifikasi (Mikoyan-Gurevich MiG-3)Karakteristik umum
Prestasi
Persenjataan
Referensi
Bacaan
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Mikoyan-Gurevich MiG-3. |