Share to:

 

Mistikisme

Mistikisme atau mistik berasal dari bahasa Belanda: mystiek merupakan paham yang memberikan ajaran yang serba mistis (misal ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja, terutama penganutnya. Kata mistemis berasal dari bahasa Yunani mystikos yang artinya rahasia (geheim), serba rahasia (geheimzinnig), tersembunyi (verborgen), gelap (donker) atau terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld).

Pendapat-pendapat

Menurut buku De Kleine W.P. Encylopaedie (1950, Mr. G.B.J. Hiltermann dan Prof.Dr.P. Van De Woestijne halaman 971 dibawah kata mystiek) kata mistik berasal dari bahasa Yunani myein yang artinya menutup mata (de ogen sluiten) dan musterion yang artinya suatu rahasia (geheimnis).

Beberapa pendapat tentang paham misitk atau mistisisme:

  • Kepercayaan tentang adanya kontak antara manusia bumi (aardse mens) dan tuhan (Dr. C.B. Van Haeringen, Nederlands Woordenboek, 1948).
  • Kepercayaan tentang persatuan mesra (innige vereneging) ruh manusia (ziel) dengan Tuhan (Dr. C.B. Van Haeringen, Nederlands Woordenboek, 1948).
  • Kepercayaan kepada suatu kemungkinan terjadinya persatuan langsung (onmiddelijke vereneging) manusia dengan Dzat Ketuhanan (goddelijke wezen) dan perjuangan bergairah kepada persatuan itu (Algemeene Kunstwoordentolk, J. Kramers. Jz).
  • Kepercayaan kepada hal-hal yang rahasia (geheimnissen) dan hal-hal yang tersembunyi (verborgenheden). (J. Kramers. Jz).
  • Kecenderungan hati (neiging) kepada kepercayaan yang menakjubkan (wondergeloof) atau kepada ilmu yang rahasia (geheime wetenschap). (Algemeene Kunstwoordentolk, J. Kramers. Jz).

Pendapat-pendapat tentang paham mistik di atas berdasarkan materi ajarannya juga memberikan adanya pemilahan antara paham mistik keagamaan (terkait dengan tuhan dan ketuhanan) dan paham mistik non-keagamaan (tidak terkait dengan tuhan ataupun ketuhaan).

Ajaran dan Sumbernya

Subyektif

Selain serba mistis, ajarannya juga serba subyektif tidak objektif. Tidak ada pedoman dasar yang universal dan yang otentik. Bersumber dari pribadi tokoh utamanya sehingga paham mistik itu tidak sama satu sama lain meski tentang hal yang sama. Sehingga pembahasan dan pengalaman ajarannya tidak mungkin dikendalikan atau dikontrol dalam arti yang semestinya.

Biasanya tokohnya sangat dimuliakan, diagungkan bahkan diberhalakan (dimitoskan, dikultuskan) oleh penganutnya karena dianggap memiliki keistimewaan pribadi yang disebut kharisma. Anggapan adanya keistimewaan ini dapat disebabkan oleh:

  1. Pernah melakukan kegiatan yang istimewa.
  2. Pernah mengatasi kesulitan, penderitaan, bencana atau bahaya yang mengancam dirinya apalagi masyarakat umum.
  3. Masih keturunan atau ada hubungan darah, bekas murid atau kawan dengan atau dari orang yang memiliki kharisma.
  4. Pernah meramalkan dengan tepat suatu kejadian besar/penting.

Sedangkan bagaimana sang tokoh itu menerima ajaran atau pengertian tentang paham yang diajarkannya itu biasanya melalui petualangan batin, pengasingan diri, bertapa, bersemedi, bermeditasi, mengheningkan cipta dll dalam bentuk ekstase, vision, inspirasi dll. Jadi ajarannya diperoleh melalui pengalaman pribadi tokoh itu sendiri dan penerimaannya itu tidak mungkin dibuktikannya sendiri kepada orang lain.

Dengan demikian penerimaan ajarannya hampir-hampir hanya berdasarkan kepercayaan belaka, bukan pemikiran. Maka dari itulah di antara kita ada yang menyebutnya paham, ajaran kepercayaan atau aliran kepercayaan (geloofsleer).

Mengingat pengajarannya tidak mungkin dikendalikan dalam arti semestinya, maka paham mistik mudah memunculkan cabang baru menjadi aliran-aliran baru sesuai penafsiran masing-masing tokohnya. Atau juga sebaliknya mudah timbul penggabungan atau percampuran ajaran paham-paham yang telah ada sebelumnya.

Karena serba mistik maka paham mistik atau kelompok penganut paham mistik tidak terlalu sulit digunakan oleh orang-orang yang ada tujuan tertentu dan yang perlu dirahasiakan karena menyalahi atau bertentangan dengan opini umum atau hukum yang berlaku sebagai tempat sembunyi.

Abstrak dan Spekulatif

Materinya serba abstrak artinya tidak konkret, misal tentang tuhan (paham mistik ketuhanan), tentang keruhanian atau kejiwaan, alam di balik alam dunia dll (paham mistik non-keagamaan). Dengan demikian pembicaraannya serba spekulatif, yaitu serba menduga-duga, mencari-cari, memungkin-mungkinkan dll (tidak komputatif). Pembicaraannya serba berpanjang-panjang, serba berlebih-lebihan dalam arti melebihi kewajaran atau melebihi pengetahuan dan pengertiannya sendiri (meski sudah mengakui tidak tahu, masih mencoba memungkin-mungkinkan). Oleh karena itu di kalangan penganut paham mistik tidak dikenal pembahasan disiplin mengenai ajarannya sebagaimana yang berlaku dalam diskusi atau munaqasyah.

Sebab orang menganut paham mistik

  1. Kurang puas yang berlebihan, bagi orang-orang yang hidup beragama secara bersungguh-sungguh merasa kurang puas dengan hidup menghamba kepada tuhan menurut ajaran agamanya yang ada saja.
  2. Rasa kecewa yang berlebihan, Orang yang hidupnya kurang bersungguh-sungguh dalam beragama atau orang yang tidak beragama merasa kecewa sekali melihat hasil usaha umat manusia di bidang science dan teknologi yang semula diandalkan dan diagungkan ternyata tidak dapat mendatangkan ketertiban, ketentraman dan kebahagiaan hidup. Malah mendatangkan hal-hal yang sebaliknya. Mereka 'lari' dari kehidupan modern menuju ke kehidupan yang serba subyektif, abstrak dan spekulatif sesuai dengan kedudukan sosialnya.

Di antara mereka masih ada yang berusaha merasionalkan ajaran paham mistik yang dianutnya, dan ada pula yang tegas-tegas lepas sama sekali dari tuntutan kemajuan zaman ini. Kendati demikian, paham mistik dapat menanam standar etika dan moral dalam tatanan peradaban. Walaupun paham mistik biasanya disampaikan menggunakan perumpamaan, didalamnya sebenarnya terdapat nilai yang dapat direnungkan dan masih relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Lihat pula

Referensi

sumber: MH Amien Jaiz, Masalah Mistik Tasawuf & Kebatinan (PT Alma'arif, Bandung, Cetakan 1980)

Sumber

Sumber yang diterbitkan

  • Belzen, Jacob A.; Geels, Antoon (2003), Mysticism: A Variety of Psychological Perspectives, Rodopi 
  • Carrithers, Michael (1983), The Forest Monks of Sri Lanka 
  • Harmless, William (2007), Mystics, Oxford University Press 
  • Holmes, Ernest (2010), The Science of Mind: Complete and Unabridged, Wilder Publications, ISBN 1604599898 
  • Hori, Victor Sogen (1999), Translating the Zen Phrase Book. In: Nanzan Bulletin 23 (1999) (PDF) 
  • Katz, Steven T. (2000), Mysticism and Sacred Scripture, Oxford University Press 
  • King, Richard (2002), Orientalism and Religion: Post-Colonial Theory, India and "The Mystic East", Routledge 
  • Kramers Jz, J. (1847), Algemeene kunstwoordentolk, G.B. van Goor, Gouda. 
  • Lewis, James R.; Melton, J. Gordon (1992), Perspectives on the New Age, SUNY Press, ISBN 0-7914-1213-X 
  • McGinn, Bernard (2006), The Essential Writings of Christian Mysticism, New York: Modern Library 
  • McMahan, David L. (2008), The Making of Buddhist Modernism, Oxford: Oxford University Press, ISBN 9780195183276 
  • Parsons, William B. (2011), Teaching Mysticism, Oxford University Press 
  • Sekida, Katsuki (1985), Zen Training. Methods and Philosophy, New York, Tokyo: Weatherhill 
  • Sharf, Robert H. (2000), The Rhetoric of Experience and the Study of Religion. In: Journal of Consciousness Studies, 7, No. 11-12, 2000, pp. 267-87 (PDF), diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-05-13, diakses tanggal 2013-12-03 
  • Spilka e.a. (2003), The Psychology of Religion. An Empirical Approach, New York: The Guilford Press 
  • Wright, Dale S. (2000), Philosophical Meditations on Zen Buddhism, Cambridge: Cambridge University Press 

Web-sumber

Bacaan lebih lanjut

  • Baba, Meher (1995). Discourses. Myrtle Beach, S.C.: Sheriar Foundation. 
  • Daniels, P., Horan A. Mystic Places. Alexandria, Time-Life Books, 1987.
  • Dasgupta, S. N. Hindu Mysticism. New York: F. Ungar Publishing Co., 1927, "republished 1959". xx, 168 p.
  • Dinzelbacher, Peter. Mystik und Natur. Zur Geschichte ihres Verhältnisses vom Altertum bis zur Gegenwart. (Theophrastus Paracelsus Studien, 1) Berlin, 2009.
  • Elior, Rachel, Jewish Mysticism: The Infinite Expression of Freedom, Oxford. Portland, Oregon: The Littman Library of Jewish Civilization, 2007.
  • Fanning, Steven., Mystics of the Christian Tradition. New York: Routledge Press, 2001.
  • Jacobsen, Knut A. (Editor) (2005). Theory And Practice of Yoga: Essays in Honour of Gerald James Larson. Brill Academic Publishers (Studies in the History of Religions, 110). 
  • Harmless, William, Mystics. Oxford, 2008.
  • King, Ursula. Christian Mystics: Their Lives and Legacies Throughout the Ages. London: Routledge 2004.
  • Kroll, Jerome, Bernard Bachrach. The Mystic Mind: The Psychology of Medieval Mystics and Ascetics. New York and London: Routledge, 2005.
  • Langer, Otto. Christliche Mystik im Mittelalter. Mystik und Rationalisierung – Stationen eines Konflikts. Darmstadt, 2004.
  • Louth, Andrew., The Origins of the Christian Mystical Tradition. Oxford: Oxford University Press, 2007.
  • Masson, Jeffrey and Terri C. Masson. Buried Memories on the Acropolis. Freud's Relation to Mysticism and Anti-Semitism. International Journal of Psycho-Analysis, Volume 59, 1978, pages 199-208.
  • McKnight, C.J. Mysticism, the Experience of the Divine: Medieval Wisdom. Chronicle Books, 2004.
  • McGinn, Bernard, The Presence of God: A History of Western Christian Mysticism'.' Volumes 1 - 4. (The Foundations of Mysticism; The Growth of Mysticism; The Flowering of Mysticism) New York, Crossroad, 1997-2005.
  • Merton, Thomas, An Introduction to Christian Mysticism: Initiation into the Monastic Tradition, 3. Kalamazoo, 2008.
  • Nelstrop, Louise, Kevin Magill and Bradley B. Onishi, Christian Mysticism: An Introduction to Contemporary Theoretical Approaches. Aldershot, 2009.
  • Otto, Rudolf (author); Bracy, Bertha L. (translator) & Payne, Richenda C. 1932, 1960. Mysticism East and West: A Comparative Analysis of the Nature of Mysticism. New York, N. Y., USA: The Macmillan Company
  • Stace, W. T. Mysticism and Philosophy. 1960.
  • Stace, W. T. The Teachings of the Mystics, 1960.
  • Underhill, Evelyn. Mysticism: A Study in the Nature and Development of Spiritual Consciousness. 1911
  • Stark, Ryan J. "Some Aspects of Christian Mystical Rhetoric, Philosophy, and Poetry," Philosophy and Rhetoric 41 (2008): 260-77.

Pranala luar


Kembali kehalaman sebelumnya