Mori Ōgai
Mori Ōgai (森 鷗外 atau 森 鴎外 ) (17 Februari 1862 – 9 Juli 1922) adalah novelis Jepang, penerjemah, kritikus, sekaligus dokter militer, peneliti kedokteran, dan seorang birokrat. Nama aslinya adalah Mori Rintarō (林太郎 ). Setelah Perang Dunia II, nama Mori Ōgai disejajarkan dengan Natsume Sōseki sebagai dua sastrawan besar Jepang dari zaman Meiji-zaman Taisho. Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Kekaisaran Tokyo. Setelah lulus sebagai dokter, Mori diterima di korps dokter militer angkatan darat, dan belajar ke Jerman selama 4 tahun atas biaya negara. Sepulangnya dari Jerman, Mori menerbitkan antologi puisi terjemahan berjudul Omokage dan novel Maihime (Dancing Girl). Improvisatoren (bahasa Inggris: The Improvisatore: or, Life in Italy) oleh Hans Christian Andersen diterjemahkannya sebagai Sokkyō Shijin. Mori mulai aktif sebagai penulis sejak menerbitkan majalah Shigarami Sōshi. Setelah diangkat sebagai Inspektur Jenderal Korps Dokter Militer Angkatan Darat, Mori menghentikan kegiatan tulis menulis untuk sementara. Namun setelah terbitnya majalah Subaru, ia kembali menulis dan menghasilkan karya-karya, seperti: Wita Sekusuarisu (dari bahasa Latin: vita sexualis) dan Gan (The Wild Geese). Novel Okitsu Yagoemon no Isho ditulisnya setelah peristiwa junshi yang dilakukan Nogi Maresuke. Sejak itu pula, Mori menulis novel yang bertemakan sejarah, seperti Abe Ichizoku, Takasebune, dan biografi tokoh sejarah Shibue Chūsai. Sebagai birokrat, Mori menjabat direktur Museum Kekaisaran (sekarang Museum Nasional Tokyo, Museum Nasional Nara, dan Museum Nasional Kyoto), serta direktur pertama dari Akademi Seni Kekaisaran (sekarang Japan Art Academy). BiografiMasa kecilLahir di kota Tsuwano, Provinsi Iwami (sekarang Prefektur Shimane) sebagai putra sulung Mori Shizuyasu (Mori Shizuo) dan Mineko. Keluarganya secara turun temurun bekerja sebagai dokter keluarga di kantor perawatan kesehatan dan apotek untuk klan Kamei yang memerintah Domain Tsuwano. Sejak kecil, Mori sudah belajar Analek Konfusius, filsafat Mensius, dan bahasa Belanda. Sishu Wujing sudah dibacanya beberapa kali hingga tamat. Berdasarkan catatan akademik waktu itu, kemampuan akademik Mori ketika berusia 9 tahun diperkirakan setara dengan anak berusia 15 tahun.[1] Pada bulan Juni 1872, Mori yang masih berusia 11 tahun diajak ayahnya pindah ke Tokyo. Ayahnya pindah ke Tokyo karena terkena dampak penghapusan sistem domain. Di Tokyo, Mori mengikuti sekolah privat Shimbungakusha di distrik Hongo. Di sekolahnya diajarkan bahasa Jerman yang wajib dipelajari untuk persiapan masuk sekolah kedokteran negeri. Di rumah filsuf Nishi Amane yang masih kerabatnya, Mori sering menginap dan menumpang makan karena rumah tersebut dekat dengan sekolahnya. Pendidikan yang diterimanya sejak kecil menjadikan Mori lancar berbahasa Jerman hingga bisa berdebat dengan ilmuwan Jerman. Selain itu, Mori dalam karya-karyanya sering menggunakan kutipan dari bahasa Jerman, Prancis, dan Tionghoa klasik. Kuliah di JermanPada tahun 1874, Mori diterima di tingkat persiapan sekolah kedokteran Dai Ichi Daigaku-ku Igakkō (sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Tokyo). Pada waktu itu, sekolah dokter di Jepang masih diajar oleh dokter-dokter dari Jerman. Walaupun kuliah dan ujian semuanya dilakukan dalam bahasa Jerman, Mori lulus sebagai dokter pada bulan Juli 1881 dalam usia 19 tahun 8 bulan. Selanjutnya pada bulan Desember 1881, Mori diterima di Korps Dokter Militer Angkatan Darat, dan mulai bekerja di Rumah Sakit Angkatan Darat Tokyo. Pada tahun 1884, Mori yang berusia 23 tahun diperintahkan belajar ke Jerman. Berangkat dari Yokohama pada bulan Agustus 1884 dengan kapal Prancis, kapal yang ditumpanginya berlayar melalui Terusan Suez dan tiba di Marseille. Setelah meneruskan perjalanan dengan kereta api, Mori tiba di Berlin pada bulan Oktober. Tugas pertamanya adalah meneliti sistem higiene di Universitas Leipzig. Pada bulan Maret 1886, Mori pindah ke München dan belajar di Universitas München dengan dosen Max Josef von Pettenkofer. Selanjutnya pada bulan April 1887, Mori pindah ke Berlin dan bersama-sama Kitasato Shibasaburō mengunjungi Robert Koch di Universitas Berlin untuk belajar sistem higiene. Selama berada di Jerman, Mori tidak hanya belajar kedokteran militer, melainkan juga mendalami kesusastraan dan filsafat Barat di waktu luang. Di akhir tugasnya (Maret 1888), Mori ditempatkan di resimen infanteri Pengawal Kerajaan Prusia sebelum tiba kembali di Jepang pada bulan September tahun yang sama. Mori mulai bekerja sebagai dosen Sekolah Kedokteran Militer Angkatan Darat pada bulan Oktober 1888. Kembalinya Mori ke Jepang diikuti dengan kedatangan seorang wanita Jerman bernama Elise Wiegert. Setelah tinggal bersama Mori di Jepang sekitar 1 bulan, Elise memilih pulang ke Jerman. Kisah kasih dengan Elise merupakan inspirasi bagi novel Maihime (1890). Pada bulan Maret 1889. Mori menikah dengan Toshiko, putri sulung Laksamana Madya Noriyoshi Akamatsu yang dikenalnya hanya melalui fotonya saja. Setelah itu, bulan Agustus 1889, Mori memimpin kelompok bernama Shinseisha (Kelompok Suara Baru) yang menerbitkan kumpulan puisi terjemahan, Omokage di majalah Kokumin no Tomo. Sementara itu, Mori menerbitkan majalah sastra Shigarami Sōshi bersama adiknya, Miki Takeji. Penerbitan Shigarami Sōshi menjadikan dirinya mulai menerjemahkan karya sastra luar negeri, seperti Faust (Johann Wolfgang von Goethe) dan Improvisatoren (Hans Christian Andersen). Di tengah publik Jepang yang masih kurang informasi tentang Jerman, Mori secara berturut-turut menerbitkan tiga novel dengan latar belakang cerita di Berlin. Pada bulan Januari 1890, novel Maihime dimuat majalah Kuni no Tomo yang dilanjutkan pada bulan Agustus dengan Utakata no Ki (A Sad Tale) di majalah Shigarami Sōshi, serta Fumizukai (The Courier) pada bulan Januari 1891. Terutama novel Maihime benar-benar mengagetkan publik Jepang karena isinya mengisahkan percintaan orang Jepang dengan orang asing berkulit putih. Ketiga karyanya tersebut menjadi sumber polemik dengan Ishibashi Ningetsu. Pada bulan September 1890, Mori bercerai dengan istrinya setelah lahir putra sulung yang diberi nama Mori Oto. Sementara itu, polemik sastra yang dikenal sebagai Botsurisō Ronsō juga terjadi antara Mori dan Tsubouchi Shōyō. Polemik tersebut menjadi berkepanjangan setelah prinsip realisme Tsubouchi dikritiknya dalam majalah Shigarami Sōshi. Pada bulan Agustus 1891, Mori mendapat gelar doktor dalam ilmu kedokteran. Setelah itu, Mori diangkat sebagai kepala sekolah dokter militer pada bulan November 1893. Selama Perang Tiongkok-Jepang Pertama, Mori terjun berperang sebagai komisaris dokter militer di Manchuria dari tahun 1894 hingga 1895. Sekembalinya di Jepang bulan September 1895, Mori meneruskan jabatan yang dipegangnya sebelum pecah perang. Pada tahun 1896, Mori bersama Kōda Rohan dan Saitō Ryokuu mendirikan majalah Mesamashisō sebagai kelanjutan majalah Shigarami Sōshi. Mereka bertiga menulis seri kritik sastra berjudul San-nin Jōgo, dan majalah Mesamashisō terbit hingga tahun 1902. Bertugas di KokuraPada bulan Juni 1898, Mori diangkat sebagai komandan dokter militer pengawal kekaisaran, sekaligus merangkap sebagai kepala sekolah dokter militer di Tokyo. Penugasan tersebut tidak berlangsung lama, karena Mori diperintahkan bertugas ke kota Kokura, Kyushu sebagai Kepala Korps Dokter Militer Divisi XII. Di sana, Mori menikah kembali dengan Shige, putri hakim Hiroomi Araki pada bulan Januari 1902. Sebelum kembali ke Tokyo pada bulan Maret 1902, Mori menulis Kokura Nikki (Buku Harian Kokura). Selama Perang Rusia-Jepang (1904-1906), Mori terjun dalam peperangan sebagai komandan dokter militer Divisi II di Manchuria hingga bulan Januari 1906. Sekembalinya di Jepang pada bulan Januari 1906, Mori kembali ke pos yang ditinggalkannya saat pecah perang. Selama Perang Tiongkok-Jepang Pertama dan Perang Rusia-Jepang, kegiatan tulis menulis sama sekali dilupakannya. Pada bulan Oktober 1907, Mori diangkat sebagai Inspektur Jenderal Korps Dokter Militer AD (Rikugun gun-i sōkan) yang merupakan jabatan tertinggi bagi dokter militer. Jabatan Direktur Biro Urusan Kedokteran di Departemen Angkatan Darat (Rikugun-shō imukyoku-chō) juga ikut dirangkapnya. Sekitar dua tahun berikutnya, Mori kembali aktif menulis setelah terbitnya majalah Subaru, dan selalu menyumbangkan tulisan di setiap edisi. Novelnya yang dimuat di majalah Subaru, misalnya: Hannichi, Wita Sekusuarisu, Niwatori, dan Seinen. Selain itu, Mori juga menyelesaikan drama berjudul Kamen dan Shizuka. Pada tahun 1911, Mori menerbitkan dua novel sekaligus, Gan dan Kaijin. Lima hari setelah peristiwa junshi yang dilakukan Nogi Maresuke, Mori menyelesaikan penulisan Okitsu Yagoemon no Isho.[2] Selanjutnya Mori banyak menulis novel bertemakan sejarah, seperti Abe Ichizoku, Sanshōdayū, Takasebune, dan Shibue Chūsai. Mori mengundurkan diri dari dinas militer pada bulan April 1916. Setelah itu, pada bulan Desember 1917, Mori diangkat sebagai kurator Museum Kekaisaran (sekarang Museum Nasional Tokyo), sekaligus merangkap Zusho no Kami (kepala perpustakaan) di Bagian Arsip dan Makam, Departemen Rumah Tangga Kekaisaran. Selanjutnya, Mori diangkat direktur pertama Akademi Seni Kekaisaran (sekarang Japan Art Academy) pada bulan September 1919. Salah satu tugasnya sebagai Zusho no Kami adalah menentukan nama almarhum bagi kaisar yang mangkat. Mori tidak begitu menyukai penamaan zaman Meiji dan zaman Taisho, dan diundang sebagai Zusho no Kami untuk menentukan nama zaman yang berikutnya. Kondisi kesehatannya yang terus menurun membuat Mori menunjuk Masuzō Yoshida untuk menggantikannya. Yoshida nantinya dikenal sebagai pengusul nama zaman yang baru sebagai zaman Showa. Pada tanggal 9 Juli 1922, Mori Ōgai, 60 tahun, meninggal dunia akibat penyakit ginjal dan tuberkulosa. Pesan terakhir yang ditulisnya tanggal 7 Juli 1922 berbunyi, "Kuingin mati sebagai Mori Rintarō yang orang Iwami" (余ハ石見人森林太郎トシテ死セント欲ス , Yo wa Iwamijin Mori Rintarō toshite shisen to hossu). Sesuai pesan terakhirnya, gelar dan segala macam atribut kehormatan ditanggalkan. Di batu nisannya hanya tertulis "Mori Rintarō". Makamnya berada di kuil bernama Kōfuku-ji (sekarang bernama Zenrin-ji, di kota Mitaka, Tokyo). Tulangnya dimakamkan kembali di kuil bernama Yōmeiji, kota Tsuwano, Prefektur Shimane. BibliografiDaftar karya terpilih Mori Ōgai berikut nama majalah atau penerbit, dan tahun terbit di dalam tanda kurung. Novel
Karya terjemahan
Biografi sejarah
Sanak keluarga
ReferensiDaftar pustaka
Pranala luar
|