Najib MahfudzNajib Mahfudz (1911-2006), lengkapnya Najib Mahfudz Ibrahim Ahmad atau sering ditulis Naguib Mahfouz adalah pengarang novel dan cerpen asal Mesir yang pernah menjadi pemenang Hadiah Nobel Sastra tahun 1988.[1] Kehidupan PribadiMahfudz memiliki dua putri bernama Fatimah dan Ummu Kaltsum, seperti nama putri Nabi Muhammad dan menetap di Kairo.[1] Gaya PenulisanProsa Mahfouz dicirikan oleh ekspresi ide-idenya yang blak-blakan. Karya tulisnya mencakup berbagai topik, termasuk topik kontroversial dan tabu seperti sosialisme, homoseksualitas, dan Tuhan. Menulis tentang beberapa subjek ini dilarang di Mesir.[2] KarirDia meraih gelar sarjana filsafat pada 1934, tetapi memilih menekuni dunia kepengarangan walaupun ia juga sempat bekerja sebagai pegawai negeri di Departemen Kebudayaan Mesir antara 1954-1971 hingga menjabat sebagai penasihan menteri. Lalu ia menjadi editor harian Al-Ahram yang mengkhususkan diri dalam bidang sastra. Ia mengawali karir sastranya dengan menulis cerpen.[1] KaryaKaryanya yang terkenal antara lain trilogi novel Bayn Al-Qasrayn, Qasr Al-Shawq, dan Al-Sukkariya (1956-1957). Dalam trilogi yang dikenal sebagai "Trilogi Kairo" itu, Mahfudz menggambarkan perubahan nasib tiga generasi sebuah keluarga di Kairo dari tahun 1920-an hingga Perang Dunia Kedua. Latar historis kerap dipakai Mahfudz untuk melukiskan politik Mesir. Dalam novel Miramar (1967), misalnya, ia mengkritik penguasa tanpa harus menghujatnya. Ia pandai memanfaatkan alegori. Dalam novel itu Mesir dipresentasikan sebagai sosok petani perempuan yang melarikan diri dari ketidakadilan dan penderitaan hidup yang keras di Kairo hingga ada orang-orang yang berkomplot mencari uang dengan cara menjadi dokter gigi gadungan. Mereka mengambil gigi emas dari mayat yang telah dikuburkan. Adapun dalam Bidaya wa Nihaya (Awal dan Akhir), diceritakan sebuah keluarga di Jamaliyya yang jatuh bangkrut setelah kematian sang ayah hingga mereka harus menjuali perabot mereka. Mereka dilanda rasa malu yang begitu hebat. Dalam kisah ini, tokoh anak lelak yang ambisius memaksa kakak perempuannya yang buruk rupa bunuh diri karena dianggap telah mencemarkan nama baik keluarga dengan terlibat hubungan seks di luar nikah.[1] Novel-novelnya banyak diterjemahkan ke bahasa Indonesia, antara lain Lorong Midaq (Pustaka Obor, 1989, oleh Ali Audah), Pengemis (Grafiti, 1996, oleh Iskandar Thamrin), Awal dan Akhir (Pustaka Obor, 2001, oleh Anton Kurnia dan Anwar Holid), Rifaat Sang Penebus (2001, oleh Joko Suryatno), dan Kampung Kehormatan (2003, oleh Kuswaidi Syafi'ie).[1] Percobaan PembunuhanTerbitnya The Satan Verses menghidupkan kembali kontroversi seputar novel Children of Gebelawi karya Mahfudz. Ancaman pembunuhan terhadap Mahfudz menyusul, termasuk ancaman dari "syekh buta", Omar Abdul-Rahman kelahiran Mesir. Mahfudz diberi perlindungan polisi, namun pada tahun 1994 seorang ekstremis berhasil menyerang novelis berusia 82 tahun itu dengan menikam lehernya di luar rumahnya di Kairo.[3] Dia selamat, terkena dampak permanen dari kerusakan saraf ekstrim di kanan atasnya. Setelah kejadian tersebut, Mahfouz tidak dapat menulis lebih dari beberapa menit sehari dan akibatnya menghasilkan karya yang semakin sedikit. Selanjutnya, dia hidup di bawah perlindungan pengawal terus-menerus. Akhirnya pada awal tahun 2006, novel ini diterbitkan di Mesir dengan kata pengantar yang ditulis oleh Ahmad Kamal Aboul-Magd. Setelah ancaman tersebut, Mahfouz tetap tinggal di Kairo bersama pengacaranya, Nabil Mounir Habib. Mahfouz dan Mounir menghabiskan sebagian besar waktunya di kantor Mounir; Mahfouz menggunakan perpustakaan Mounir sebagai referensi untuk sebagian besar bukunya. Mahfouz tinggal bersama Mounir sampai kematiannya.[4] Referensi
|