Nama Allah (Kekristenan)Dalam teologi Kristen, nama Allah telah selalu memiliki arti penting dan makna yang jauh lebih dalam daripada sekadar label atau penanda. Dalam Kekristenan, nama Allah tidak dipandang sebagai suatu temuan manusia, tetapi memiliki asal usul ilahi dan didasarkan pada wahyu ilahi.[1][2] Menghormati nama Allah termasuk dalam salah satu Sepuluh Perintah Allah, yang mana ajaran-ajaran Kristen melihatnya tidak hanya sebagai suatu penghindaran penggunaan nama Allah secara tidak tepat, tetapi juga sebagai suatu instruksi untuk meninggikannya, melalui pujian dan perbuatan yang saleh.[3] Hal ini tercermin pada seruan pertama dalam Doa Bapa Kami yang ditujukan kepada Allah Bapa: "Dikuduskanlah nama-Mu" atau "Dimuliakanlah nama-Mu".[4] Dengan merujuk pada para Bapa Gereja, nama Allah telah dipandang sebagai suatu representasi keseluruhan sistem "kebenaran ilahi" yang diwahyukan kepada umat "yang percaya dalam nama-Nya", sebagaimana tertulis dalam Yohanes 1:12, atau "berjalan demi nama TUHAN Allah kita" (Mikha 4:5).[5][6] Dalam Wahyu 3:12, mereka yang menyandang nama Allah dapat berakhir di Surga. Yohanes 17:6 dianggap memaparkan bahwa ajaran-ajaran Yesus merupakan perwujudan nama Allah kepada para murid-Nya.[5] Yohanes 12:27 menyajikan pengorbanan Yesus sebagai Anak Domba Allah, dan keselamatan yang kemudian disalurkan melalui-Nya sebagai pemuliaan nama Allah, dengan suara dari Surga yang mengkonfirmasikan seruan Yesus ("Bapa, dimuliakanlah nama-Mu!") dengan perkataan: "Aku telah memuliakan-Nya, dan Aku akan memuliakan-Nya lagi!" yang mana mengacu pada Pembaptisan dan Penyaliban Yesus.[7] Kitab Suci menyajikan banyak referensi untuk nama-nama Allah, namun nama-nama yang utama dalam Perjanjian Lama yaitu: "Allah, Yang Mahatinggi dan Yang Mahamulia", El Shaddai, dan Yehuwa atau Yehova. Dalam Perjanjian Baru, Theos, Kurios, dan Pateras (πατέρας, yaitu Bapa dalam bahasa Yunani) adalah nama-nama yang utama.[8] Lihat jugaReferensi
|