Share to:

 

Neuroestetika

Para peneliti mencari jawaban ilmu saraf di balik mengapa otak manusia menemukan karya-karya artistik seperti Mona Lisa karya Da Vinci yang begitu memikat.[1]

Neuroestetika adalah sub-disiplin estetika empiris yang relatif baru. Estetika empiris mengambil pendekatan ilmiah untuk mempelajari persepsi estetika seni, musik, atau objek apa pun yang dapat menimbulkan penilaian estetika.[2] Neuroestetika menerima definisi formal pada tahun 2002 sebagai studi ilmiah tentang basis saraf untuk kontemplasi dan penciptaan karya seni.[3] Neuroestetika menggunakan ilmu saraf untuk menjelaskan dan memahami pengalaman estetika pada tingkat neurologis. Topik ini menarik para sarjana dari berbagai disiplin ilmu termasuk ilmuwan saraf, sejarawan seni, seniman, dan psikolog.

Selayang pandang

Neuroestetika adalah bidang ilmu eksperimental yang bertujuan untuk menggabungkan penelitian (neuro-)psikologis dengan estetika dengan menyelidiki "persepsi, produksi, dan respons terhadap seni, serta interaksi dengan objek dan adegan yang membangkitkan perasaan yang intens, yang sering kali kesenangan."[4] Bidang yang dikembangkan baru-baru ini mencari antara lain korelasi saraf penilaian estetika dan kreativitas. Dikatakan bahwa estetika visual, yaitu kemampuan menentukan berbagai tingkat keindahan pada bentuk, warna, atau gerakan tertentu, adalah sifat manusia yang diperoleh setelah perbedaan garis keturunan manusia dan kera lainnya,[5] rendering the experience of beauty a defining characteristic of humankind.[6] merasakan pengalaman keindahan yang menentukan karakteristik umat manusia.[7]

Satu pertanyaan inti untuk bidang ini adalah apakah preferensi seni atau estetika dipandu oleh seperangkat hukum atau prinsip ilmiah. Selain itu, alasan evolusi untuk pembentukan dan karakteristik dari prinsip-prinsip ini adalah sesuatu yang hendak dicari. Diyakini bahwa identifikasi sirkuit otak yang terlibat dalam penilaian estetika (mis., dengan menggunakan pencitraan otak) dapat membantu menentukan asal dari respons-respons ini.[8]

Catatan kaki

  1. ^ Hubel, Margaret Livingstone. Foreword by David H. (2002). Vision and art : the biology of seeing. New York: Harry N. Abrams. ISBN 978-0-8109-0406-4. 
  2. ^ Martin, Manuela M. (7 August 2015). "Crossing boundaries: toward a general model of neuroaesthetics". Frontiers in Human Neuroscience. 9. doi:10.3389/fnhum.2015.00443. 
  3. ^ Nalbantian, Suzanne (December 2008). "Neuroaesthetics: neuroscientific theory and illustration from the arts". Interdisciplinary Science Reviews. 33 (4): 357–368. doi:10.1179/174327908X392906. 
  4. ^ Chatterjee, Anjan (2011-01-01). "Neuroaesthetics: a coming of age story". Journal of Cognitive Neuroscience. 23 (1): 53–62. doi:10.1162/jocn.2010.21457. ISSN 1530-8898. PMID 20175677. 
  5. ^ Cela-Conde Camilo J; et al. (2004). "Activation of the Prefrontal Cortex in the Human Visual Aesthetic Perception". Proceedings of the National Academy of Sciences. 101 (16): 6321–6325. Bibcode:2004PNAS..101.6321C. doi:10.1073/pnas.0401427101. PMC 395967.
  6. ^ Leder, Helmut (2013). "Next steps in neuroaesthetics: Which processes and processing stages to study?". Psychology of Aesthetics, Creativity, and the Arts. 
  7. ^ Leder, Helmut (2013). "Next steps in neuroaesthetics: Which processes and processing stages to study?". Psychology of Aesthetics, Creativity, and the Arts. 
  8. ^ Ramachandran, V.S.; Hirstein, William (1999). "The Science of Art: A Neurological Theory of Aesthetic Experience" (PDF). Journal of Consciousness Studies. 6 (6–7): 15–51. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-03-02. 
Kembali kehalaman sebelumnya