Operasi CharlyOperasi Charly (bahasa Spanyol: Operación Charly) adalah sebuah kode untuk operasi rahasia yang dipimpin oleh militer Argentina, dengan persetujuan dari Pentagon, untuk memperluas hingga ke Amerika Tengah metode-metode penindasan ilegal yang dipergunakan dalam apa yang disebut "Perang Kotor" di Argentina. Operasi ini berlangsung dari 1977 hingga 1984. Metode-metode ini sendiri telah diajarkan kepada militer Argentina mula-mula oleh militer Prancis, dengan menarik pengalaman dari Pertempuran Algiers 1957, dan kemudian oleh rekan-rekan AS mereka.[1][2] Setelah dibukanya dokumen-dokumen rahasia dan sebuah wawancara dengan Duane Clarridge, bekas agen CIA yang bertanggung jawab atas operasi-operasi tersebut, surat kabar Clarín memperlihatkan bahwa dengan terpilihnya Presiden Jimmy Carter pada 1977, CIA diblokir dalam keterlibatannya dalam perang khusus yang sebelumnya dilakukannya terhadap lawan-lawannya. Sesuai dengan Doktrin Keamanan Nasional, militer Argentina kemudian melakukan tugas-tugas yang ingin dicapai oleh unsur-unsur Amerika Utara yang paling konservatif, sementara mereka menekan AS agar lebih aktif dalam aktivitas-aktivitas kontra-revolusi. Dan akhirnya mereka membiarkan diri mereka dikuasai oleh Washington setelah terpilihnya Ronald Reagan sebagai presiden pada 1981.[3] Ekspor metode "Argentina"Dari 1977 hingga 1984, setelah Perang Falklands, Angkatan Bersenjata Argentina mengekspor taktik kontra-gerilya, termasuk penggunaan siksaan, pasukan maut dan penghilangan" yang sistemik; sebuah telegram kedutaan besar AS berbicara tentang "taktik-taktik penghilangan".[3] Satuan-satuan pasukan khusus, seperti Batallón de Inteligencia 601, yang dipimpin pada 1979 oleh Kolonel Jorge Alberto Muzzio, melatih Contras Nikaragua pada 1980-an, khususnya di pangkalan Lepaterique.[4] Rencana-rencananya disusun oleh Jenderal Carlos Alberto Martínez, kepala SIDE dan orangnya Videla dalam dinas intelijen, bersama-sama dengan Jenderal Viola dan Jenderal Valín.[3] Mulai tahun 1979, junta militer secara aktif ikut serta dalam "perang kotor" yang dilaksanakan di Amerika Tengah, Nikaragua, Honduras, El Salvador dan Guatemala. Militer Argentina melaksanakan operasi-operasi rahasia yang tidak dapat dilaksanakan oleh CIA di bawah pemerintah Carter (Demokrat) yang menggantikan Richard Nixon, seorang Republikan. Bersama-sama dengan sektor-sektor yang lebih konservatif dari masyarakat AS, mereka mulai mengumumkan bahwa Amerika Serikat telah membiarkan wilayah itu menghadapi sendiri "ancaman komunis" dan bahwa mereka harus mengambil alih pimpinan.[3] Operasi Charly dilaksanakan oleh sebuah kelompok militer yang pernah ikut serta dalam Operasi Burung Kondor, yang telah dilaksanakan sejak 1973 dan berkaitan dengan suatu kerja sama internasional antara lembaga-lembaga intelijen untuk memungkinkan penindasan yang lebih besar terhadap oposisi sayap kiri. Wartawan AS Martha Honey mendokumentasikan ekspor "teknik-teknik kontrol sosial" yang "telah disempurnakan secara brutal" oleh tentara Argentina di negara-negara Amerika Tengah.[5] Dinas intelijen Argentina menciptakan sebuah jaringan rahasia di dalam lembaga-lembaga intelijen (metode yang sama digunakan di Operasi Gladio) untuk mentransfer AS$19 juta yang disediakan oleh CIA.[3] Pada 1979, Front Sandinista menggulingkan diktatur Somoza. Pada November 1979, Jenderal Roberto Viola, presiden junta Argentina, mengungkapkan di hadapan Konferensi Tentara-tentara Amerika yang ke-13 di Bogotá rencana Amerika Latin untuk melakukan terorisme negara.[3] Namun, terutama Jenderal Leopoldo Galtieri yang, sejalan dengan pemilihan Ronald Reagan pada 1980, yang mengkompromikan militer Argentina dalam "Perang Kotor" di benua itu, dalam kerangka strategis yang diputuskan oleh Gedung Putih. Wartawan New York Times Leslie Gelb menjelaskan bahwa "dengan perjanjian ini, Argentina akan bertanggung jawab, dengan dana dari intelijen Amerika Utara, untuk menyerang aliran perlengkapan yang singgah di Nikaragua ke El Salvador dan Guatemala.[6]" AS akan menyediakan uang dan perlengkapan, sementara Argentina mengirim instruktur-instruktur militer, dan Honduras menyediakan wilayahnya untuk digunakan sebagai tempat latihan para anggota Contras dan pangkalan-pangkalan serangan terhadap posisi-posisi Sandinista. Mulai 1979, militer Argentina membangun pusat-pusat operasi rahasia militer di Panama, Kosta Rika, El Salvador, Honduras, Guatemala dan Nikaragua. Di antara contoh-contoh lainnya, pasukan maut yang mulai bertindak di Honduras pada 1980 dihubungkan dengan impor "metode Argentina" ini.[7] Sebuah memorandum dari Dewan Keamanan Nasional AS tertanggal 15 Februari 1980, yang diberikan oleh Robert Pastor kepada Zbigniew Brzezinski, David Aaron dan Henry Owen menyatakan bahwa: "Waktunya telah tiba untuk memastikan bahwa pemerintah ini [pemerintah AS] bergerak dalam cara yang efisien untuk menyelesaikan masalah-masalah di El Salvador dan Honduras." Dokumen ini mengusulkan untuk memecah sayap kiri, menetralkan kudeta sayap kanan dan mempersenjatai pemerintahan sipil dan militer yang lebih moderat.[3] Pada Juli 1980, Grupo de Tareas Exterior (GTE, Kelompok Operasi Eksternal) yang dipimpin oleh Guillermo Suárez Mason, dari Batalyon Intelijen 601, ikut serta dalam Kudeta Kokain oleh Luis García Meza dalam Bolivia, dengan bantuan teroris Italia Stefano Delle Chiaie dan penjahat perang Nazi Klaus Barbie. Dinas rahasia Argentina menyewa 70 orang agen asing untuk membantu dalam kudeta tersebut.[3][8] Perdagangan kokain menolong mendanai operasi-operasi rahasia itu.[3] Kontak-kontak dibuat antara intelijen AS dengan intelijen Argentina pada 16 Juni 1980, dan tema utama diskusi-diskusinya adalah tentang Bolivia, dan penculikan Montoneros di Lima (Peru).[3] Pada akhir Oktober 1980, Jimmy Carter memberikan wewenang untuk dibentuknya program bantuan rahasia CIA kepada pihak oposisi Sandinista, dengan mengirim satu juta dolar untuk mendanai mereka. CIA juga bekerja sama dengan Batalyon Intelijen 601, yang telah membangun basis di Florida.[3] Pada pertengahan tahun 1980-an, bekas direktur CIA Vernon Walters dan pemimpin Contra Francisco Aguirre bertemu dengan Viola, Davico dan Valín untuk mengkoordinir aksi-aksi di Amerika Tengah.[3] Galtieri mengambil alih"Perang Kotor" di Amerika Tengah dan dukungan AS secara internal memperkuat posisi Jenderal Galtieri. Pada Desember 1981, Galtieri dalam sebuah revolusi istana, menggantikan Jenderal Viola, yang, seperti halnya Videla, dicurigai karena junta militer memelihara hubungan yang baik dengan Uni Soviet. Beberapa hari sebelum mengambil alih kekuasaan, Galtieri mengungkapkan dalam sebuah pidato di Miami keputusan pemerintah Argentina untuk menjadikan dirinya sekutu tanpa syarat dari AS dalam "perjuangan dunia melawan Komunisme": "Argentina dan Amerika Serikat akan berjalan bersama dalam perang ideology yang telah dimulai di dunia".[9] Sementara itu, Ronald Reagan mengambil alih kekuasaan pada Januari 1981, dengan Alexander Haig sebagai menteri luar negeri dan Harry Shlaudeman sebagai duta besar di Buenos Aires. John Negroponte diangkat sebagai duta besar di Honduras. Pada bulan yang sama, Front Pembebasan Nasional Farabundo Martí (FMLN) memulai suatu serangan militer besar-besaran yang didukung oleh Sandinista. Sebuah dokumen pada 26 Februari 1981 yang dikirim oleh Vernon Walters, bekas direktur CIA, kepada Al Haig menggambarkan secara terinci pengetahuan AS tentang operasi-operasi rahasia itu. Perwira militer Argentina mentransfer kepada pihak Contras sekitar AS$50.000 yang dikumpulkan melalui perdagangan obat bius di Bolivia.[3] Pada permulaan 1982, AS dan junta Argentina merencanakan pembentukan kekuatan militer Amerika Latin yang besar, yang akan dipimpin oleh seorang perwira Argentina, dengan tujuan awal untuk mendarat di El Salvador dan mendorong kaum revolusioner ke Honduras untuk menghabisi mereka, dan kemudian menginvasi Nikaragua dan menggulingkan rezim Sandinista. Operasi ini akan dilindungi dengan memperbaiki Perjanjian Bantuan Timbal-Balik Antar-Amerika (TIAR). Beberapa bulan kemudian, dengan anggapan akan mendapat dukungan dari Amerika Serikat, dan dalam upaya untuk menghidupkan kembali dukungan dalam negeri, Galtieri menyerang Kepulauan Falkland, memulai Perang Malvinas pada 2 April 1982 melawan Britania Raya, yang dipimpin oleh Margaret Thatcher, yang sangat dekat dengan Reagan.[3] Namun, Washington tidak melakukan apa-apa untuk mencegah London bereaksi dengan keras terhadap kecenderungan perang militer Argentina. Selama Perang Falkland, agen Argentina Francés García (alias Estanislao Valdéz), yang telah menjadi penekan di pusat penahanan Campito di Argentina, diculik oleh kelompok-kelompok Sandinista di Kosta Rika, pangkalannya. Ia kemudian muncul dalam sebuah video TV, menjelaskan dengan sangat terinci operasi-operasi rahasia Argentina dan AS di Kosta Rika. Wartawan AS Martha Honey melaporkan bahwa García diberi kualifikasi oleh orang-orang Amerika Utara, dengan rasa kagum, sebagai orang yang memiliki "mentalitas gorila kriminal sepenuhnya." [10] Meskipun penyerangan atas Kepulauan Falkland dan kembalinya pemerintahan sipil sesudah itu pada 1983 mengakhiri operasi-operasi Argentina di Amerika Tengah, "perang kotor" berlanjut jauh hingga tahun 1990-an, dengan ratusan ribu orang yang "dihilangkan." Pemerintahan Reagan mengambil alih operasi-operasi rahasia. Pda Juni 1983, LSM Americas Watch berkunjung ke Honduras dan menyatakan dalam laporannya bahwa "Jenderal Gustavo Alvarez Martínez, kepala staf militer Honduras, secara terbuka telah membela penggunaan metode Argentina untuk menghadapi ancaman subversif di Amerika Latin. Malah, Alvarez sendiri bertanggung jawab dalam mendatangkan instruktur-instruktur militer Argentina yang pertama ke Honduras, ketika ia menjadi komandan Fuerza de Seguridad Pública (Fusep [Pasukan Keamanan Masyarakat]).[3]" Ariel Armony, presiden Goldfarb Center di Colby College, mengatakan dalam Clarin bahwa "lebih tepat bila kita berbicara tentang perang kotor pada tingkat benua daripada konflik-konflik terisolir pada tingkat nasional," dan bahwa "dalam perang ini perbedaan antara kombatan dan penduduk sipil dihilangkan, sementara baas-batas nasional diletakkan di bawah "batas-batas ideologis" dari konflik Timur-Barat." Khususnya, militer Argentina tidak puas dengan "membasmi" oposisi di negaranya, melainkan menghapuskan perbedaan apapun antara kebijakan intern dan ekstern.[3] Rujukan
Bibliografi
Lihat pula |