Pabrik Gula BanjaratmaPabrik Gula Banjaratma atau Suikerfabriek Bandjaratma merupakan perusahaan industri gula yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Brebes. Lokasi Pabrik Gula Banjaratma ini terletak di desa Banjaratma, Bulakamba, Brebes atau yang sekarang ini telah menjadi Rest Area KM 260B Banjaratma. SejarahBerdirinya Pabrik Gula BanjaratmaSF Bandjaratma dibangun pada tahun 1908 oleh Handelsvereniging Amsterdam (HVA) yang merupakan perusahaan perkebunan Belanda berpusat di Amsterdam, kemudian dibentuklah N.V. Cultuurmaatschappij Bandjaratma yang bertujuan untuk menjalankan pengoperasian pada perusahaan industri gula Banjaratma. Pabrik gula yang dibangun pada tahun 1908 ini merupakan pabrik gula paling muda yang ada di Kabupaten Brebes. Namun PG Banjaratma ini baru mulai beroperasi di tahun 1913. Pabrik Gula Banjaratma ini dibangun lengkap dengan rumah karyawan pabrik, jalur kereta lori untuk mengangkut tebu, dan beberapa fasilitas lainnya. Jalur kereta lori nya sendiri terhubung juga dengan Pabrik Gula Jatibarang dan Pabrik Gula Ketanggungan Barat. Selain memproduksi gula, SF Bandjaratma ini juga digunakan sebagai Proefstation atau Stasiun pengujian gula. Terdapat juga jalur kereta api yang digunakan untuk membawa hasil distribusi gula PG Banjaratma, jalur kereta api ini dibangun dari hasil kerja sama dengan perusahaan kereta api Hindia Belanda Semarang–Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS). Jalur kereta api ini berasal dari jalur KA Cirebon Prujakan-Tegal yang memiliki percabangan didaerah Klampok yang kemudian menuju ke arah selatan melewati desa Siasem, Sigentong, dan berakhir di Pabrik Gula Banjaratma. Bekas jalur kereta api yang bercabang menuju PG Banjaratma saat ini menjadi Jalan Pabrik Gula Banjaratma.
Keberadaan Pabrik Gula Banjaratma ini termuat dalam berbagai peta, buku, dan surat kabar Belanda serta beberapa sumber lain. Berita penerbitan saham baru untuk pendirian Pabrik Gula Banjaratma terdata pada surat kabar Belanda di tahun 1914. Dalam surat kabar De Locomotief yang diterbitkan pada tanggal 19 Mei 1917 terdapat sebuah iklan lowongan pekerjaan sebagai pegawai timbangan tebu di Pabrik Gula Banjaratma. Surat kabar De Indische Courant yang diterbitkan pada tanggal 11 Agustus 1925 menyebutkan bahwa Tuan Hommes yang merupakan seorang kepala teknisi PG Banjaratma itu tewas karena tersengat listrik. Kemudian surat kabar De Indische Courant yang diterbikan pada tanggal 8 September 1926 mengatakan bahwa Mr. Levert yang saat itu menjabat sebagai Administratur PG Banjaratma akan dipindahkan tugasnya ke Pabrik Gula Medari di Jogjakarta, di sana Mr. Levert akan menjadi lagi sebagai Administratur di PG Medari. Beberapa tahun kemudian jabatan Administratur Pabrik Gula Banjaratma dijabat oleh Jacobus Simon Sänger. Pada tahun 1932 Pabrik Gula Banjaratma berhenti beroperasi karena mengalami kekurangan modal, hal ini diakibatkan oleh dampak dari Krisis Malaise yang terjadi sekitar tahun 1930-an. Pada saat itu ekonomi dunia mengalami kekacauan yang mengakibatkan beberapa perusahaan mengalami gulung tikar. Beberapa tahun kemudian perusahaan industri gula Banjaratma ini kembali bangkit dan mencoba untuk beroperasi kembali. Dalam surat kabar De Indische Courant yang terbit pada hari Senin 13 Juni 1938 menyebutkan bahwa telah terjadi kecelakan pada kereta api yang mengangkut hasil distribusi gula dari PG Banjaratma; "Pada hari Jumat tanggal 10 Juni 1938 sekitar pukul setengah delapan pagi telah terjadi sebuah kecelakaan, sembilan gerbong kereta berisi gula dan tetes tebu dari PG Banjaratma tergelincir ketika kereta api sedang berjalan disekitar kawasan Banjaratma sampai Klampok. Kondektur Soewardjo dari Tegal tewas dalam peristiwa itu, ia terjebak diantara dua gerbong kereta. Seorang juru rem mengalami luka di bagian tumit. Belum diketahui penyebab dari peristiwa kecelakaan tersebut". Kemudian dalam surat kabar De Locomotief yang diterbitkan pada tanggal 8 November 1938 mengatakan bahwa gudang ampas di Pabrik Gula Banjaratma mengalami kebakaran. Api berhasil dipadamkan dengan bantuan petugas pabrik. Menjelang kedatangan pasukan Jepang membuat Pabrik Gula Banjaratma ini sering kali mengalami pencurian, pada saat itu banyak masyarakat sekitar yang bersikap anti Belanda, sekitar 30 karung pupuk senilai 300 gulden berhasil dicuri. Tersangka kasus ini ternyata adalah seorang masyarakat sekitar yang bekerja sebagai mandor dan petugas keamanan pabrik. Hal ini termuat pada surat kabar De Indische Courant yang diterbitkan pada 18 Februari 1942. Pada masa pendudukan Jepang Pabrik Gula Banjaratma ditutup, hal ini membuat perusahaan industri gula ini berhenti beropersi pada tahun 1942-1945. Pabrik Gula Banjaratma pada masa kemerdekaan Republik IndonesiaSetelah masa Kemerdekaan Indonesia, Belanda saat itu kembali lagi ke negeri ini berusaha untuk menancapkan koloninya lagi, Belanda melancarkan serangannya itu berhasil menduduki wilayah Indonesia. Pada saat itu semangat anti Belanda diwujudkan dengan perlawanan radikal yang dikenal sebagai Peristiwa Tiga Daerah yaitu revolusi yang terjadi di wilayah Brebes, Tegal, dan Pemalang. Pabrik Gula Banjaratma pada saat itu terkena dampak dari peristiwa itu, pabrik ini mengalami penjarahan massal. Hasil Perundingan Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 membuat wilayah RI semakin berkurang dan banyak wilayah yang berhasil dikuasai oleh Belanda, termasuk juga wilayah Brebes dan sekitarnya berhasil dikuasai Belanda. Di tahun 1947 inilah kontrol perusahaan pabrik gula Banjaratma diperoleh kembali Belanda. Namun beberapa serangan dari pihak Republik masih kerap terjadi di sekitar area Pabrik Gula Banjaratma. Serangan bukan hanya dari pihak Republik Indonesia saja, terdapat juga serangan dari pihak sayap kiri dan kelompok Darul Islam. Pemberontakan Darul Islam yang dipimpin oleh Amir Fatah membuat terjadinya pemberontakan di Jawa Tengah. Pada saat itu Darul Islam kerap kali melancarkan serangan pada perusahaan milik Belanda disekitar Tegal dan Brebes. Termasuk juga PG Banjaratma yang saat itu sering kali mengalami penjarahan dan pengrusakan dari Darul Islam. Pada 15 November 1950, Administratur Pabrik Gula Banjaratma yaitu Jacobus Simon Sänger tewas dibunuh bersama sopirnya dalam peristiwa serangan disekitar PG Banjaratma yang diduga dilakukan oleh Darul Islam. Keduanya tewas di mobil jip mereka yang terparkir di area pabrik sekitar pukul 9 pagi. serangan masih kerap terjadi sampai beberapa tahun berikutnya. Peristiwa ini tercatat dalam beberapa surat kabar Belanda.
Pada tahun 1957, perusahaan industri gula Banjaratma ini dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia, hal tersebut menandakan berakhirnya kepemilikan Pabrik Gula Banjaratma dari tangan Belanda yang diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Di tahun 1960-an Perusahaan Pabrik Gula Banjaratma kemudian mengelola dua pabrik gula lain yaitu Pabrik Gula Petarukan dan Pagongan. Hal ini termuat Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1963, Sisa Pabrik Gula Petarukan dan Pagongan diserahkan kepada Perusahaan Perkebunan Gula Negara "Banjaratma", termasuk dalam Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1963. Pabrik Gula Petarukan pada saat itu masih beroperasi dibawa kendali PPGN Banjaratma. Sedangkan Pabrik Gula Pagongan pada saat itu tidak beroperasi sejak lama, sayangnya ditahun 1970-an PG Pagongan akhirnya dibongkar dan area pabrik menjadi pangkalan militer Kodim 0712 Pagongan. Berakhirnya Pabrik Gula Banjaratma dan Kondisi Saat iniPada tahun 1997 Pabrik Gula Banjaratma berhenti beroperasi karena kerugian terjadi secara terus menerus, biaya operasional tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh. Beberapa bagian mesin yang masih dapat digunakan dipindahkan ke pabrik gula lain seperti Pabrik Gula Jatibarang untuk menggantikan kerusakan mesin di pabrik gula tersebut. Selama 20 tahun kompleks pabrik gula ini terbengkalai dan membuat kesan angker. Sebagaian besar bangunan pabrik dan rumah karyawannya banyak menggalami kerusakan. Keberadaan proyek pembangunan Tol Trans-Jawa berdampak juga pada PG Banjaratma ini, saat itu area pabrik hampir tergusur dari proyek jalan Tol. Namun bangunan PG Banjaratma yang termasuk cagar budaya dan memiliki nilai sejarah ini pada akhirnya disulap menjadi sebuah rest area. Pada Mei 2018, Kementrian BUMN memerintahkan PT PP Propetri untuk merevitalisasi pabrik gula ini menjadi rest area di ruas jalan Tol Trans-Jawa. Tak banyak yang tersisa dari bangunan utama Pabrik Gula Banjaratma kecuali tembok-tembok utama dengan gaya bata ekspos dan struktur fondasi ketel uap serta penyangga mesin-mesin giling didalamnya. Seluruh mesin dan peralatan produksi PG Banjaratma itu sudah lama hilang atau dipindahkan ke pabrik gula lain. Bahkan sebuah lokomotif uap pengangkut tebu didatangkan dari PG Jatibarang untuk dipajang di Rest Area Banjaratma ini. KIni bangunan utama pabrik ini diperbaiki dan dipercantik tanpa mengubah struktur bentuk aslinya. Namun saat ini Pabrik Gula Banjaratma telah beralih fungsi menjadi Rest Area Kilometer 260 Banjaratma di ruas Tol Pejagan-Pemalang. Rest area yang digunakan untuk lokasi istirahat ini dilengkapi Masjid, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), serta berbagai macam pedagang makanan. Area yang luas memungkinkan pemudik ataupun pelancong singgah untuk berkeliling menikati suasana di bekas pabrik gula ini. Mitos sosok Noni YolandaGedung tua identik dengan peristiwa mistis atau kelam yang terjadi di masa lalu, dan rest area ini juga memiliki cerita tersendiri. Sejak awal masa Kemerdekaan Indonesia, Pabrik Gula Banjaratma sudah mengalami beberapa rangkaian serangan, penjarahan, dan pengrusakan. Lahan area pabrik ini selalu jadi rebutan antara massa, terjadilah beberapa gerakan perlawanan rakyat baik dari para pejuang RI, pihak Sayap Kiri, maupun dari pihak Darul Islam. Disebutkan bahwa pada saat itu banyak keluarga Belanda yang jadi korban perebutan lahan diarea PG Banjaratma ini. Salah satunya diketahui adalah mitos sosok hantu Belanda yang dikenal dengan sebutan Noni Yolanda, mitos sosok ini sangat terkenal dari cerita kalangan masyarakat sekitar pabrik gula. Diketahui bahwa sosok Noni Yolanda ini merupakan seorang anak berkebangsaan Belanda yang menjabat sebagai salah satu karyawan di Pabrik Gula Banjaratma. Yolanda hidup pada masa Nasionalis Radikal, dimana saat itu ada semangat anti Belanda yang sangat luas. Anti Belanda ini diwujudkan sebuah perlawanan yang dikenal sebagai Peristiwa Tiga Daerah yaitu revolusi yang terjadi diwilayah Brebes, Tegal, dan Pemalang pada masa awal Kemerdekaan Indonesia. Pusat perlawanan masyarakat adalah dengan perebutan penguasaan perusahaan-perusahaan dari tangan Belanda serta terjadinya pembantaian keluarga-keluarga Belanda yang menguasai perusahaan, seperti yang terjadi di PG Banjaratma. Di siniah kisah miris Yolanda dengan tragedi pembataiannya mulai terrjadi. Konon pada saat itu sebagian massa sudah mengepung dan hendak menguasai Pabrik Gula Banjaratma. Melihat massa yang beringas merengsek di perumahan sekitar PG Banjaratma, Yolanda yang saat itu terbilang masih gadis, ketakutan dan mencoba lari dari kepungan massa. Di perkiraan, Yolanda hendak bersembunyi di suatu ruangan kamar depan rumahnya, yang juga terdapat fasilitas kamar mandi dan WC untuk tempat berlindung Yolanda dari amukan massa. Namun nahas, saat Yolanda mencoba berlari, dia tersandung sebuah benda hingga dia terjatuh. Parahnya lagi seletah terjatuh, wajahnya sempat terkena benda tajam, hal itu mengakibatkan matanya tertancap benda tajam tersebut hingga mengeluarkan darah. Nyawa Yolandan pun akhirnya melayang, jasadnya kemudian dipulangkan ke negeri asalnya negara Belanda yang disanalah Yolanda dimakamkan. Walaupun jasadnya Yolanda sudah dibawa dan dimakamkan di Belanda, tetapi arwahnya dipercaya masyarakat sekitar masih sering muncul disekitar area PG Banjaratma. "Yolanda adalah korban massa anti Belanda, pada saat pergerakan revousi radikal (Peristiwa Tiga Daerah) di tiga daerah, yakni revolusi diwilayah kabupaten Brebes, Tegal, dan Kabupaten Pemalang," ujar Widjanarto ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Brebes, Jumat (13/12/2013). Penampakan hantu Yolanda biasanya sering kali muncul di rumah Administratur dan perumahan karyawan pabrik yang berwujud seorang gadis dengan pakaian pengantin Eropa tampak anggun dan cantik. Sesekali juga berwujud gadis biasa dengan wajah yang matanya penuh darah. cerita dari sosok hantu Noni Yolanda masih berkembang hingga saat ini. Namun hal tersebut tidak menyurutkan minat masyarakat sekitar maupun orang yang singgah di Rest Area KM 260 Banjaratma untuk datang dan melakukan swafoto yang saat ini menjadi tempat instagramable tersebut. Galeri
Referensi[1][2][3][4][5][6][7][8][9][10][11][12][4]
|