Pabrik Gula Rajawali II
PT Pabrik Gula Rajawali II atau biasa disingkat menjadi PG Rajawali II, adalah bagian dari ID FOOD yang bergerak di bidang agroindustri tebu. Perusahaan ini kini mengoperasikan dua unit pabrik gula, satu unit pabrik spiritus & alkohol, satu unit pusat penelitian, dan satu unit apotek.[4] SejarahPabrik-pabrik gula yang kini dimiliki oleh Rajawali II telah eksis sejak masa penjajahan Belanda di Indonesia, namun pasca Perang Dunia II dan pendudukan Jepang, jumlah pabrik gula yang masih beroperasi terus menurun. Pasca Indonesia merdeka, pada tahun 1961, pabrik-pabrik gula tersebut dinasionalisasi dan dikelola oleh PPN Djabar VI. Pada tahun 1963, nama PPN Djabar VI diubah menjadi PPGN, dan pada tahun 1968, nama PPGN kembali diubah menjadi PNP XIV. Pada tahun 1973, status PNP XIV resmi diubah menjadi persero dengan nama PTP XVI.[5] Pada tahun 1981, perusahaan ini mendapat penambahan aset berupa PG Jatitujuh dan sebagian bekas lahan milik PTP XXX yang terletak di Subang.[6] Pada tahun 1981, PG Subang mulai dibangun dan akhirnya mulai beroperasi pada tahun 1984. Hingga tahun 1988, perusahaan ini memiliki 8 PG dan 1 PSA. Pada tahun 1988, Pemerintah Indonesia menitipkan pengelolaan perusahaan ini ke Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Pada tahun 1993, Pemerintah Indonesia resmi menyerahkan mayoritas saham perusahaan ini ke RNI,[7] dan nama perusahaan ini pun diubah menjadi "PG Rajawali II". Perusahaan ini kini mengoperasikan dua PG, yakni PG Jatitujuh dan PG Tersana Baru.[8][4] Unit usaha aktifPabrik Gula JatitujuhPada tahun 1971, Pemerintah Indonesia mengadakan kerjasama dengan Bank Dunia dalam bentuk Indonesia Sugar Study (ISS), yang salah satu tujuannya adalah untuk mencari lahan baru yang cocok ditanami tebu. Setelah melakukan survei mulai tahun 1972 hingga 1975, disimpulkan bahwa lahan milik negara di Jatitujuh, Kerticala, Cibenda, dan Jatimunggul cocok untuk ditanami tebu. Pada tanggal 9 Agustus 1975, Menteri Pertanian pun menerbitkan izin prinsip pendirian pabrik gula di lahan tersebut. Setahun kemudian, Menteri Pertanian resmi mencadangkan kawasan hutan di Jatitujuh, Kerticala, Cibenda, dan Jatimunggul seluas 12.022,50 hektar kepada perusahaan ini untuk keperluan penanaman tebu dan pendirian pabrik gula. PG Jatitujuh pun mulai dibangun oleh Fives-Cail-Babcock (FCB) asal Prancis pada tahun 1977 dan akhirnya selesai pada tahun 1978. PG Jatitujuh lalu diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 5 September 1980. Pada tahun yang sama, Pemerintah Indonesia juga menyerahkan PG Jatitujuh ke perusahaan ini.[6][9] Pabrik Gula Tersana BaruPada tahun 1829, Joseph Maria Gonsalves dan saudaranya, Dominic Francis, mendirikan sebuah perusahaan perdagangan bernama “Gonsalves & Co”. Pada akhir tahun 1862, perusahaan tersebut beralih ke bisnis agroindustri gula. Pada tahun 1860, dengan pinjaman sebesar 550.000 gulden dari Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM), anak ketiga dari Joseph Maria Gonsalves, yakni Louis Theodore Gonsalves, mendirikan sebuah pabrik gula di Lemahabang, Tanjung, Brebes. Pada tahun 1863, Joseph Maria Gonsalves mendirikan empat PG, yakni PG Kalimaro, PG Tjiledug, PG Tjigobang, dan PG Waled. Sekitar tahun 1887, PG Lemahabang / Tanjung ditutup dan peralatannya dipindahkan ke pabrik gula yang baru dibangun, yakni PG Kersana / Ketangggungan Barat. Pada tanggal 25 Januari 1893, keluarga Louis Theodore Gonsalves menjalin kerja sama dengan NHM, sehingga dari total 700 lembar saham Gonsalves & Co, NHM dapat memegang 3 lembar saham di antaranya. Lima tahun kemudian, NHM merasa bahwa utang keluarga Louis Theodore Gonsalves makin besar, sehingga ada kemungkinan ia tidak dapat melunasinya. Akhirnya pada tanggal 18 November 1898, NHM membentuk “NV. Cultuur Maatschappij Tersana” untuk mengoperasikan PG Tersana Pabedilan (Tersana Lama), PG Kalimaro, PG Tjiledoek, PG Tjigobang, dan PG Waled. Pada tanggal 11 April 1904, NHM membentuk “NV. Cultuur Maatschappij Ketanggoengan-West”, karena utang dan bunga yang harus dibayar oleh keluarga Louis Theodore Gonsalves makin besar, yakni mencapai sekitar 822.000 gulden. NHM kemudian mengambil alih semua aset milik Goncalves & Co. Pada tahun 1905, NHM memutuskan untuk menghentikan operasional semua pabrik gula milik Goncalves & Co dan memindahkan peralatannya ke pabrik gula yang baru dibangun, yakni PG Tersana Baru. Pada tanggal 23 Maret 1905, NHM juga membentuk sebuah perusahaan baru bernama “NV. Landbouwmaatschhappij Tersana" dengan modal sebesar 2.000.000 gulden. Pada tahun 1936, NHM mengambil alih PG Leuweung Gajah milik Tan Tji Kie dan PG Panggang milik Oei Giok Lian. Pasca Indonesia merdeka, PG Tersana Baru dinasionalisasi dan akhirnya dikelola oleh perusahaan ini.[10] PSA PalimananPabrik Spiritus & Alkohol (PSA) Palimanan didirikan oleh NV Aments Suikerfabrieken pada tahun 1883 dengan nama “Gist and Spiritus Fabriek Palimanan" di Palimanan, Cirebon untuk mengolah molase atau tetes dari PG Gempol menjadi spiritus dan alkohol. Pada Perang Dunia II, PSA Palimanan tidak rusak parah, sehingga masih dapat beroperasi. Pada tahun 1958, PSA ini resmi dinasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia dan akhirnya dikelola oleh perusahaan ini. PSA Palimanan masih beroperasi hingga saat ini, namun PG Gempol telah ditutup sejak tahun 1996.[11] Unit usaha nonaktifPabrik Gula SubangPada tanggal 18 November 1971, Pemerintah Indonesia resmi mengambil alih PT Pamanukan & Tjiasem Lands (P&T Lands) milik The Anglo Indonesia Plantation Ltd. Menteri Pertanian kemudian membentuk "Perusahaan Perkebunan Subang" untuk mengurus dan mengelola kebun-kebun rosella dan karet milik P&T Lands. Pada tahun 1973, status perusahaan tersebut diubah menjadi persero dan namanya diubah menjadi "PT Perkebunan XXX (Persero)".[12] Pada tahun 1976, Menteri Pertanian menginstruksikan pengkajian kelayakan penggantian tanaman karet di kebun-kebun milik PTP XXX menjadi tebu, dengan memperhatikan aspek teknis, ekologi, sosial, dan ekonomi. PTP XXX lalu bekerja sama dengan Proyek Pengembangan Industri Gula (PPIG) untuk mencoba menanam tebu di kebunnya. Pada tahun 1978/1979, mulai dilakukan penggantian tanaman karet menjadi tanaman tebu di lahan seluas 800 hektar. Tebu yang telah masak kemudian digiling di PG Tersana Baru. Pada tahun 1978, Menteri Pertanian resmi menyerahkan pengelolaan Kebun Pasir Bungur, Kebun Pasir Muncang, dan Kebun Manyingsal milik PTP XXX ke perusahaan ini. Pada tahun 1981, PG Subang mulai dibangun, dan akhirnya mulai dioperasikan pada tahun 1984, dengan lahan tebu seluas 5.669 hektar. Pada tahun 2019, PG Subang berhenti beroperasi, dan rencananya akan dioperasikan kembali pada tahun 2023.[13] Pabrik Gula Sindang LautPabrik gula ini didirikan pada tahun 1872 oleh Benjamin Feist. Untuk menjamin kelancaran pembiayaan dan operasi PG tersebut, pada tahun 1891, Benjamin Feist pun bekerja sama dengan Nederlandsch Indies Landbouw Maatschappij (NILM). Pada awalnya, dengan lahan tebu seluas 1.152 hektar dan jumlah tebu yang digiling mencapai 82.701,06 ton, PG Sindang Laut dapat menghasilkan gula sebanyak 10.572,48 kg dan gula stroop sebanyak 409,14 ton. Tetapi akibat Depresi Besar, produksi PG Sindang Laut merosot, karena hanya 34% lahan yang ditanami dan diperparah dengan Pemerintah Belanda yang ikut menandatangani Deklarasi Chadbourne, sehingga membatasi ekspor gula dari Hindia Belanda. Pemerintah Belanda lalu membentuk Nederlandsch Indie Veregningde Voor de Afset Van Suiker (NIVAS) sebagai pembeli tunggal untuk semua gula yang akan diekspor dari Hindia Belanda. Pasca Indonesia merdeka, PG Sindang Laut dinasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia dan akhirnya dikelola oleh perusahaan ini. Pada tahun 2020, PG Sindang Laut tidak beroperasi dan rencananya akan kembali beroperasi pada tahun 2021 untuk mengolah gula mentah.[14] Pabrik Gula KarangsuwungPG Karangsuwung terletak di Karangsuwung, Karangsembung, Cirebon. Pabrik gula ini dibangun pada tahun 1854 oleh NV Maatschappij tot Exploitatie der Suiker Onderneming Karangsoewoeng. Pada tahun 1958, PG Karangsuwung dan sejumlah PG lain di Jawa Barat resmi dinasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia, dan akhirnya dikelola oleh perusahaan ini. PG Karangsuwung kini tidak lagi dioperasikan sejak tahun 2014. Setelah satu dekade terbengkalai, rencana tahun 2024 pabrik gula karangsuwung dijadikan sebagai tempat wisata oleh Pemerintah Kabupaten Cirebon.[15] Referensi
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Karangsuwung Sugar Refinery. |