Pang De
Pang De (Hanzi: 龐德) adalah salah satu jenderal perang dari Zaman Tiga Negara. Dia pernah mengabdi pada beberapa penguasa selama hidupnya, antara lain era Dinasti Han di bawah kepemimpinan Kaisar Ling, pasukan provinsi Liang yang dipimpin oleh Han Sui dan Ma Teng, penguasa Hanzhong yaitu Zhang Lu, dan yang terakhir adalah Cao Cao. Walaupun Pang De termasuk jenderal yang baru bergabung dengan pasukan Cao Cao, dia dikenal sangat setia dan memiliki pendirian yang kuat karena menolak untuk menyerah kepada musuh saat berada di pertempuran Fancheng. BiografiPengabdian awalPang De pada awalnya bekerja sebagai juru tulis di kampung halamannya, Nan`an. Ketika terjadi pemberontakan Liangzhou, dia mengajukan diri untuk mengikuti pasukan Ma Teng yang pada saat itu masih di bawah kepemimpinan pengawas provinsi Liang. Setelah pengawas tersebut terbunuh pada saat pemberontakan, dia tetap mengikuti Ma Teng. Nantinya Ma Teng akan menggabungkan kekuatan pasukannya dengan pasukan Han Sui yang sudah menjadi pemberontak dua tahun sebelumnya. Mereka menggunakan Wang Guo sebagai pemimpin yang dapat mereka kendalikan, lalu bersama menyerang daerah-daerah di sekitar Chang`an. Setelah kekalahan besar yang mereka alami di pertempuran Chencang pada tahun 188, terjadi perkelahian di antara mereka para pemberontak. Pada pertempuran itu juga Pang De berkontribusi dengan mengalahkan pasukan Qiang dan Di. Berkat usahanya tersebut, Ma Teng dapat menjadi salah satu penguasa besar dari Liangzhou dan Han Sui dinobatkan sebagai kolonel oleh Ma Teng. Pengabdian pada Ma ChaoPada tahun 202, Yuan Shang mengirimkan jenderalnya, Guo Yuan, untuk memimpin pasukan gabungan dari Yuan Shang dan suku Xiongnu untuk menyerbu Hedong. Pang De dan Ma Chao dikirim oleh Ma Teng untuk membantu jenderal Cao Cao, Zhong Yao, untuk melawan musuh yang akan menyerang. Di pertempuran tersebut, Pang De memimpin barisan depan pasukan untuk menyerang musuh yang pada saat itu sedang menyeberangi dataran yang lebih rendah. Dengan hancurnya formasi pasukan musuh, Guo Yuan menjadi mudah diserang. Melihat kesempatan tersebut, Pang De segera menyelinap di tengah kepanikan tersebut untuk memenggal kepala Guo Yuan. Tercatat dalam Sejarah Singkat Wei, bahwa setelah pertempuran tersebut selesai, pihak Cao Cao yang menang tidak dapat menemukan kepala Guo Yuan. Malam hari ketika para jenderal sedang berkumpul untuk merayakan kemenangan mereka, Pang De melemparkan keluar sebuah kepala. Zhong Yao yang merupakan paman dari Guo Yuan segera mengenali kepala tersebut. Dengan sedih dia mengatakan bahwa itu adalah kepala Guo Yuan. Pang De dengan segera meminta maaf kepada Zhong Yao, tetapi Zhong Yao justru berkata kepada Pang De, “Walaupun aku adalah paman Guo Yuan, dia tetap adalah pengkhianat negara, mengapa kamu meminta maaf ?” Setelah Ma Teng dipanggil ke Xuchang, anaknya Ma Chao yang mengambil alih kepemimpinan pasukan untuk sementara waktu. Ma Chao kemudian memutuskan untuk berdamai sementara waktu dengan Han Sui. Bersama mereka menciptakan aliansi yang terdiri dari para pemimpin yang berada dalam daerah perbatasan yang sama, dengan menyertakan Yang Qiu, Li Kan, Cheng Yi, dan beberapa pemimpin lainnya, untuk melawan Cao Cao dari timur perbatasan Tong. Pang De juga kemudian mengikuti Ma Chao ke Hanzhong, dimana mereka bertempur di bawah kepemimpinan Gubernur Zhang Lu. Pengabdian pada Cao CaoKetika penguasa daerah barat Liu Zhang diserang oleh Liu Bei, Ma Chao dikirim oleh Zhang Lu untuk menekan wilayah kekuasaan Liu Zhang. Namun karena dihasut oleh Liu Bei, Ma Chao dijebak untuk membunuh rekannya Yang Bai. Setelah itu dia melarikan diri dari Zhang Lu dan membawa pasukan di bawah komandonya untuk bergabung dengan Liu Bei. Saat itu Pang De sedang sakit sehingga dia terpaksa tetap tinggal di Hanzhong. Nantinya pada saat Cao Cao merebut kota Hanzhong, Pang De mengajukan diri untuk menyerah. Karena kagum akan keberanian Pang De saat berada di pertempuran melawan Guo Yuan pada tahun-tahun sebelumnya, Cao Cao menunjuknya sebagai "Jenderal yang Memiliki Kehormatan". Ketika Hou Yin memberontak dan mengambil alih kota Wan, Pang De dikirim bersama Cao Ren untuk meredamkan pemberontakan tersebut. Setelah mereka menyelesaikan tugas tersebut, Cao Ren diperintahkan untuk menetap di Fancheng. Sementara itu Pang De ditempatkan di bawah komando Yu Jin yang akan dikirim untuk melawan invasi dari Liu Bei. Pemimpin pasukan musuh saat itu adalah salah satu jenderal musuh yang disegani oleh banyak orang, Guan Yu. Pada saat itu Guan Yu telah membagi sejumlah pasukannya mengepung kota Xiangyang dan Fancheng untuk menekan pergerakan musuh. Mengingat kakak laki-laki Pang De, Pang Rou dan tuan sebelumnya, Ma Chao berada di pihak Liu Bei, banyak orang yang berada di kota Fan meragukan kesetiaan Pang De. Demi membuktikan kesetiaannya, Pang De mengajukan diri memimpin pasukan kecil untuk menghadapi Guan Yu. Dalam satu kesempatan, Pang De menembakkan panah dan mengenai pelindung kepala Guan Yu. Karena kejadian ini, Pang De menjadi dikenal oleh pasukan musuh sebagai "Jenderal Berkuda Putih" dari kuda putih yang sering dia tunggangi. Dengan mulai ditakutinya Pang De oleh pasukan musuh, serangan-serangan berikutnya terhadap formasi pasukan musuh mulai menimbulkan dampak yang cukup berarti. Setelah dua minggu hujan lebat, Sungai Han disamping Fancheng mulai meluap, menyebabkan pasukan Yu Jin tersapu oleh air sungai yang meluap tersebut. Pang De dan beberapa orangnya terpaksa mencari perlindungan di bendungan terdekat. Pasukan Guan Yu mulai menembaki mereka dengan panah dari atas kapal besar milik mereka. Sementara itu, Pang De juga menembaki balik dengan akurasi yang luar biasa. Pada saat itu, banyak dari pasukan Yu Jin yang berada di sungai tersebut, menyerah kepada musuh dan ditolong oleh para pasukan Guan Yu. Melihat hal tersebut, rekan Pang De, Dong Heng dan Dong Chang mengusulkan agar Pang De juga meyerah. Mendengar hal itu, Pang De menjadi marah dan langsung mengeksekusi mereka di tempat, kemudian dia kembali melanjutkan perlawanannya. Pertempuran tersebut berlanjut dari pagi hingga sore, dan serangan dari pasukan Guan Yu perlahan menjadi semakin lebih gencar. Karena kehabisan panah, Pang De dan pasukannya terpaksa maju menghadapi musuh untuk pertempuran jarak dekat. Sementara itu, ketinggian air masih terus bertambah dan hampir semua pasukan Pang De sudah menyerah kepada musuh. Dengan tiga orang yang tersisa, Pang De menggunakan kapal kecil berusaha untuk mengayuh kembali ke dalam kota. Namun sayangnya kapal tersebut terbalik sehingga Pang De dengan mudah ditangkap oleh pasukan musuh. KematianKetika dibawa ke hadapan Guan Yu, Pang De menolak untuk berlutut. Guan Yu mencoba meyakinkan Pang De untuk menyerah, tetapi dia tetap bersikeras bahwa kesetiaannya tetap pada Cao Cao dan meremehkan Liu Bei hanya memiliki kemampuan yang biasa. Oleh karena itu akhirnya Guan Yu mengeksekusi Pang De. Ketika Cao Cao mendengar kabar tentang kesetiaan Pang De yang kuat tersebut, dia membandingkan kesetiaan Pang De dengan Yu Jin, yang walaupun sudah mengabdi lama pada Cao Cao, tetapi memohon Guan Yu untuk mengampuni nyawanya dan mengajukan diri menyerah. Maka Cao Cao menganugerahkan Pang De gelar anumerta sebagai “Marquis Zhuang”. Pang De dalam Novel Kisah Tiga NegaraDalam novel karya Luo Guanzhong, Pang De pertama kali muncul pada bab 58 sebagai jenderal kepercayaan Ma Teng dan anaknya Ma Chao. Ketika Ma Chao bermimpi, dimana dalam mimpinya tersebut dia diserang oleh sekumpulan harimau di padang salju, dia mencari Pang De untuk berkonsultasi. Pang De mengatakan bahwa itu merupakan pertanda buruk. Tidak lama kemudian, mereka mendengar berita kematian Ma Teng yang sedang pergi ke Xuchang untuk merencanakan pemberontakan terhadap Cao Cao. Selain itu, novel ini menghadirkan versi yang sedikit berbeda mengenai pertempuran Fancheng. Di situ diceritakan bahwa Fancheng sudah dikepung oleh pasukan musuh yang dipimpin oleh Guan Yu. Pang De lalu mengajukan diri memimpin pasukan garis depan sebagai bala bantuan untuk menahan serangan musuh. Cao Cao sangat senang dan memberikan Pang De posisi tersebut. Namun sesudah itu, banyak penasehat dan jenderal Cao Cao lainnya yang menyarankan untuk membatalkan keputusan tersebut. Mengingat Ma Chao, tuan sebelumnya dari Pang De dan kakak laki-laki Pang De, keduanya melayani Liu Bei. Cao Cao lalu segera memanggil Pang De untuk mempertanyakan hal tersebut. Mendengar keraguan Cao Cao, Pang De kemudian bersujud sampai wajahnya bermandikan darah. Melihat ketulusan Pang De, Cao Cao tidak lagi meragukan kesetiannya. Diceritakan juga bahwa Pang De memesan peti kayu yang dia bawa ke Fancheng sebagai bukti dari tekadnya untuk memenangkan pertempuran ini atau kehilangan nyawanya. Di luar kota Fancheng, Pang De bertarung satu lawan satu dengan Guan Yu. Pertarungan tersebut berakhir dengan seri setelah ratusan putaran yang mereka lakukan. Hari berikutnya, kedua jenderal kembali maju untuk bertarung satu sama lain . Setelah kurang lebih melakukan 50 putaran, Pang De berpura-pura untuk kabur dan memancing Guan Yu agar mengejarnya. Ketika Guan Yu sedang lengah, Pang De menembakan panah dan mengenai lengan kiri Guan Yu. Dengan segera Pang De berbalik untuk mengejar dan menghabisi Guan Yu. Namun Yu Jin, komandan utama pasukan saat itu tidak ingin Pang De memperoleh jasa yang besar dan memerintahkan Pang De untuk segera mundur. Lalu hujan lebat turun tanpa henti untuk beberapa hari, menyebabkan Sungai Han meluap. Pang De dan 500 pasukannya mencari perlindungan di bendungan terdekat dan bertahan menghadapi musuh di atas kapal. Pasukannya terus berkurang sampai hanya tersisa dia seorang diri. Pang De lalu melompat turun dari kapalnya dan berusaha berenang kembali ke dalam kota. Namun salah seorang jenderal musuh, Zhou Chang, datang dengan menggunakan rakit, juga ikut serta meloncat ke dalam air dan kemudian menangkap Pang De. Ketika dibawa ke hadapan Guan Yu, Pang De menolak untuk berlutut. Dia juga mencaci maki dan menyumpahi musuhnya ketika dibujuk untuk menyerah. Guan Yu lalu menyuruh orang untuk memenggal kepalanya. Melihat kesetiaan dan keberanian Pang De sebelum kematiannya, Guan Yu tersentuh dan memberikan pemakaman yang layak untuk Pang De. Lihat pulaPranala luar
|