Parung, Bogor
Parung (aksara Sunda: ᮕᮛᮥᮀ) adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang terdiri dari sembilan desa. Wilayah ini terkenal pada masa lalu karena merupakan penghubung antara wilayah Kota Bogor, Kota Depok, dan Jakarta Raya. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan wilayah Kecamatan Bojongsari di Kota Depok.[1] Kecamatan ini memiliki kode pos 16330. EtimologiSejarah asal-usul penamaan Parung belum diketahui dengan pasti. Menurut sejarah, kata "Parung" dalam bahasa Sanskerta memiliki arti 'jurang' atau 'tanah lembah', sedangkan dalam bahasa Sunda Kuno kata "Parung" dapat diartikan juga sebagai 'aliran air yang deras di sungai' atau 'sungai dengan banyak bebatuan kecil'.[2] SejarahParung adalah wilayah tua, wilayah paling besar di wilayah hulu diantara daerah aliran Sungai Cisadane dan daerah aliran Sungai Ciliwung. Parung berkembang dan berpusat ke Benteng Sampora di Serpong. Kemudian Parung dijadikan sebagai ibukota distrik Parung. Luas distrik Parung membentang ke arah utara hingga di Cinere, ke arah timur di Depok, ke arah selatan di Semplak dan ke arah barat di Curugbitung yang kini menjadi Kecamatan Nanggung.[3] Sekarang nama Parung hanya sebatas nama kecamatan di kabupaten Bogor. Sementara nama Depok telah menjadi Kota. Di masa lampau, Parung adalah ibukota distrik, sedangkan Depok baru kemudian dimekarkan dari distrik Parung menjadi onderdistrik Depok yang beribukota di Depok. Kota Depok kini terdiri dari 11 kecamatan, sementara kecamatan Parung terdiri dari sembilan desa, yakni: Iwul, Jabon Mekar, Pamagersari, Parung, Waru, Warujaya, Bojong Sempu, Bojong Indah dan Cogreg. Sejarah Parung dimulai dari Land Koeripan dimana ibukota distrik Parung berada. Land Koeripan berada di hulu Sungai Cisadane. Land Koeripan berada di sisi timur sungai, sementara di sisi barat Sungai Ciampea berada. Terbentuknya Land Koeripan dan Land Ciampea berawal setelah tahun 1710 Benteng Ciampea dibangun di pertemuan Sungai Cianten dan Sungai Cisadane. Benteng Ciampea dalam hal ini adalah benteng pendukung di wilayah hulu Benteng Sampora di Serpong.[4] Pada tahun 1679, Benteng Tangerang mulai dibangun. Kemudian pada tahun 1684 kanal sungai dibangun dari Benteng Tangerang ke Pesing di Batavia dan selesai dibangun pada tahun 1687. Dengan adanya kanal Mookervaat lalu lintas dari Batavia ke daerah aliran Sungai Cisadane semakin lancar dan semakin intens. Para pedagang VOC/Belanda secara perlahan merintis jalan ke wilayah hulu Sungai Cisadane. Lalu kemudian Benteng Sampora di Lengkong Tangerang dibangun. Wilayah ekspansi semakin meluas hingga ke arah hulu dan kemudian Benteng Ciampea dibangun pada tahun 1710. Sejak adanya benteng-benteng ini secara bertahap arus perdagangan semakin intens di tempat-tempat dimana kelak terbentuk land-land baru seperti Land Kuripan dan Land Ciampea. Dengan demikian, Parung adalah bagian dari sejarah nama-nama tempat di daerah aliran Sungai Cisadane, jauh sebelum perdagangan berkembang di tempat dimana kelak terbentuk Kota Bogor. Sementara itu, pengembangan wilayah juga berlangsung di daerah aliran Sungai Ciliwung mulai dari Batavia hingga kaki Gunung Salak di hulu wilayah Bogor. Pengembangan wilayah di daerah aliran Sungai Cisadane hanya terbatas di sisi timur sungai, karena wilayah barat sungai adalah wilayah Kesultanan Banten, Sedangkan pengembangan wilayah di daerah aliran Sungai Ciliwung berada di dua sisi. Sisi timur Sungai Ciliwung mulai dari Cililitan, Tanjung, Cimanggis, Cibinong hingga Kedung Halang; sisi barat sungai mulai dari Kampung Melayu, Tanjung, Srengseng Sawah, Cinere, Depok, Citayam, Bojong Gede dan Cilebut. Diantara land-land yang ada di wilayah hulu, land tertua adalah Land Cinere dan Land Citayam yang dimulai tahun 1684 oleh Mayor Saint Martin. Kemudian terbentuk Land Ragunan lalu disusul pembentukan land Srengseng pada tahun 1695 oleh Cornelis Chastelein dan Land Bojong Gede tahun 1701 oleh Abraham van Riebeeck serta Land Depok pada tahun 1704 oleh Cornelis Chastelein yang kini menjadi Kota Depok. Setelah Benteng Ciampea selesai dibangun dan kemudian pada tahun 1713 dibangun Benteng Leuwisadeng. Kemudian para pedagang VOC/Belanda mulai melakukan perdagangan yang intens hingga ke wilayah Jasinga. Sebaliknya para pedagang lokal dari pedalaman semakin banyak yang melakukan transaksi di daerah aliran Sungai Cisadane hingga ke kota Tangerang dan bahkan Batavia melalui kanal Mookervaart. Arus pertukaran ini lambat laun menjadikan daerah aliran Sungai Cisadane semakin ramai. Lalu dalam perkembangannya para pedagang VOC mulai aktif mengembangkan lahan-lahan pertanian dan kemudian pemerintah VOC memberikan kewenangan penuh dalam bentuk tanah partikelir atau land. Land yang pertama di hulu Sungai Cisadane yang dijual pemerintah adalah Land Ciampea, Cibungbulang dan Land Leuwisadeng, Bogor. Sekarang Parung menjadi sebuah kecamatan dengan sembilan desa yang membentuk wilayah Parung. Desa Parung menjadi desa tertua di Kecamatan Parung yang didirikan pada 1935 kemudian Desa Cogreg yang didirikan pada 1936. Dari Desa Parung inilah kemudian dimekarkan Desa Pamegarsari dan Desa Jabon Mekar pada tahun 1984. Desa Waru yang awalnya merupakan bagian dari wilayah Desa Parung sebelum tahun 1973 dimekarkan kemudian dimekarkan lagi Desa Waru pada tahun 1982 menjadi Desa Warujaya. KebudayaanParung merupakan salah satu kecamatan yang terletak di bagian utara Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kota Depok dan dekat dengan Kota Tangerang Selatan yang merupakan daerah kebudayaan Betawi sehingga terjadi percampuran antara budaya Betawi dengan budaya Sunda lokal di wilayah Parung. Percampuran kebudayaan di wilayah kecamatan Parung menyebabkan kesenian khas kecamatan Parung juga beraneka ragam. Ada kesenian keagamaan seperti marawis, rebana, kemudian kesenian pawai kelaran dan cucurak yang telah ada di kecamatan Parung sejak zaman dahulu. Nilai kebudayaan tradisional seperti marawis dan rebana ini masih melekat di kecamatan Parung. DemografiBahasaBahasa Sunda digunakan oleh sebagian kecil masyarakat (penuturnya dominan lanjut usia) di kawasan sekitar Makam Raden Demang Arya di Warujaya, kemudian Pamegarsari, serta beberapa desa yang berbatasan dengan kecamatan Ciseeng dan kecamatan Kemang, seperti Cogreg (berbatasan dengan Ciseeng) dan Jabon Mekar (berbatasan dengan Kemang). Namun, bahasa yang saat ini dominan dituturkan adalah bahasa Betawi dan bahasa Indonesia karena wilayahnya yang berbatasan dengan Kota Depok, serta lajunya urbanisasi di kecamatan Parung. Bahasa yang digunakan di Parung juga merupakan percampuran dari kebudayaan antara sembilan desa di Kecamatan Parung.[5] Kosakata
Contoh percakapan
Keagamaan
PariwisataTempat wisataParung memiliki sebuah pasar tradisional yang aktif 24 jam dan juga merupakan pasar ikan hias terbesar di Indonesia.[6][7] Di Parung juga terdapat sebuah Pohon Beringin besar yang letaknya berada dipusat Pasar Parung yang dikenal warga sekitar dengan sebutan Pohon Jubleg.[8] Parung juga memiliki beberapa objek wisata lainnya, yaitu Pemandian Air Panas Tirta Sanita Gunung Kapur di Bojong Indah, Taman Wisata Wanagriya di Cogreg, dan Setu Lebak Wangi di Pamegarsari.[9] Tempat ziarah
Pendidikan
GeografiKecamatan Parung merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki luas 2.554,78 Ha dengan ketinggian 125 Mdpl. Secara administrasi Kecamatan Parung mempunyai batas wilayah sebagai berikut:
Pembagian administratifKecamatan Parung terbagi menjadi sembilan desa dan berpusat di Desa Warujaya setelah sebelumnya berpusat di Desa Parung. Berikut daftar desa yang terletak di Kecamatan Parung:
TransportasiAngkutan Kota
Referensi
Pranala luar |