Pembelajaran berbasis proyekPembelajaran berbasis proyek(Project Based-Learning atau PBL) adalah metode pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.[1] Pembelajaran berbasis proyek merupakan strategi tertentu dalam pembelajaran yang mengubah atau membalikkan wajah kelas tradisional. Maksudnya melalui pembelajaran ini, pembelajaran di kelas yang umumnya menggunakan pembelajaran konvensional menjadi lebih inovatif. Dalam pembelajaran berbasis proyek, peserta didik melakukan investigasi (penyelidikan) melalui pertanyaan terbuka, menerapkan pengetahuan untuk menghasilkan produk. Selain itu, dalam pembelajaran ini “disetting” agar peserta didik yang lebih aktif dalam pembelajaran dengan bekerja sama dalam satu kelompok.[2] Pembelajaran berbasis proyek merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang berbasis pada peserta didik (student centered) dan dapat dipilih serta digunakan oleh guru sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang akan memberikan “warna” baru dalam pembelajaran yang umumnya cenderung konvensional.[2] Fokus pembelajaran berbasis proyek bertujuan agar peserta didik dalam pembelajaran dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya melalui proses penyelidikan yang terstruktur dan menghasilkan produk dan berbeda dengan pembelajaran tradisional yang umumnya sekadar mendapat teori-teori yang dihafal saja. Dengan pembelajaran berbasis proyek, peserta didik dapat pengetahuan dan keterampilang yang bermakna jangka panjang.[3] Konsep DasarPembelajaran berbasis proyek didukung oleh teori belajar konstruktivisme. Dalam pandangan konstruktivisme oleh Piaget dikemukakan bahwa pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Inti dari pembelajaran kontstruktivisme meningkatkan pengetahuan dalam ranah akademik, sosial dan personal secara bersamaan.[4] Secara konsepsi, pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai inti dan media pembelajaran. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, dan sintesis terhadap permasalahan yang diajukan dan menghasilkan informasi melalui aktifitas-aktifitas dan bentuk nyata sebagai bentuk hasil belajar.[5] Pembelajaran berbasis proyek awalnya dikenalkan oleh John Dewey, memungkinkan peserta didik melakukan berbagai pilihan dalam proses pembelajaran. Peserta didik bekerja sama dalam berbagai tugas yang berbeda yang berkaitan dengan proyek. Karena pembelajaran berbasis proyek bermakna, terpadu, dan aktif, maka guru menemukan lebih banyak kesempatan menantang peserta didik pada tingkat kemampuan mereka sendiri. Peserta didik menjadi berpengalaman dalam melakukan pekerjaan proyek, dan menantang diri mereka sendiri satu sama lain untuk mengajukan lebih banyak pertanyaan, menemukan lebih banyak sumber pembelajaran, dan membuat proyek yang lebih informatif.[6] Peserta didik belajar dengan terlibat dalam proyek-proyek dunia nyata dan setiap aspek perubahan pengalaman mereka. Pembelajaran model ini juga menyebabkan pergeseran peran guru tidak lagi sebagai ahli menyampaikan konten, atau hanya membagikan informasi dalam potongan yang kecil. Penerapan model pembelajaran ini dapat menjadikan suasana pembelajaran di kelas menjadi lebih “hidup” dan menyenangkan sehingga peserta didik lebih bersemangat dalam belajar dan lebih peka terhadap lingkungan dikarenakan mereka lebih aktif dalam belajar, menghadapi kondisi riil dalam kehidupan dan menghasilkan produk/karya tidak sebatas pada menghafal teori atau menerima informasi saja.[7] Prinsip-PrinsipPembelajaran berbasis proyek memiliki beberapa prinsip. Menurut Thomas, prinsip-prinsip tersebut yaitu:[8][9]
Dalam prinsip sentralistis menegaskan bahwa kerja proyek adalah esensi dari kurikulum. Peserta didik belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek. Jadi kerja proyek bukan artifisial atau tambahan dan aplikasi praktis melainkan merupakan sentral dari kegiatan pembelajaran di kelas.[8] Prinsip pertanyaan penuntun berarti bahwa kerja proyek dimulai dengan berfokus pada “pertanyaan atau permasalahan” yang mendorong peserta didik berusaha memperoleh konsep atau prinsip-prinsip tertentu.[8] Prinsip investigasi konstruktif merupakan proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan, yang mengandung kegiatan inkuiri (penyelidikan), pembangunan konsep, pemecahan masalah, dan keputusan.[8] Prinsip otonomi mengandung pengertian, bahwa terdapat kemandirian peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran, bebas menentukan pilihannya sendiri, bekerja dengan supervisi yang minimal, dan bertanggung jawab.[8] Prinsip realistis berarti bahwa proyek yang dilakukan berhubungan dengan kehidupan nyata dan bukan dibuat-buat. Peserta didik membuat suatu proyek yang nyata dan berfokus pada permasalahan yang otentik, dan bukan simulasi.[8] KarakteristikPembelajaran berbasis proyek memiliki karakteristik pembelajaran sebagai berikut.[10]
Langkah-langkahLangkah-langkah pembelajaran berbasis proyek menurut The George Lucas Educational Foundation adalah sebagai berikut.[11][12] a. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question). Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial. Pertanyaan yang dapat memberi penugasan kepada peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Topik penugasan dikaitkan dengan dunia nyata yang relevan dan bermakna untuk peserta didik, dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.[12] Sebagai contoh, di samping sebuah SD di daerah, sedang dibangun gedung dan kantor sehingga suaranya mengganggu proses belajar-mengajar. Berangkat dari permasalahan yang diangkat, dibuat pertanyaan mendasar berupa, "Hal apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi bunyi bising di kelas kita?"[13] b. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project) Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.[12] c. Menyusun Jadwal (Create a Schedule) Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain : (1) membuat timeline (alokasi waktu) untuk menyelesaikan proyek; (2) membuat deadline (batas waktu akhir) penyelesaian proyek; (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru; (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek; (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.[14] d. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project) Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting.[12] e. Menguji Hasil (Assess the Outcome) Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.[12] f. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience) Pada akhir pembelajaran, guru dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok.[12] Referensi
|