Pemberontakan Delapan PangeranPemberontakan Delapan Pangeran, Pemberontakan Delapan Raja, atau Perang Delapan Pangeran (Hanzi sederhana: 八王之乱; Hanzi tradisional: 八王之亂; Pinyin: bā wáng zhī luàn; Wade–Giles: pa wang chih luan) adalah serangkaian perang saudara antara para raja/pangeran (Hanzi: wáng ) Dinasti Jin dari tahun 291 hingga 306 M. Pokok permasalahan utama dalam konflik ini adalah soal perwalian atas Kaisar Hui dari Jin yang menderita cacat perkembangan. Nama konfliknya sendiri berasal dari biografi delapan pangeran yang terdapat dalam Bab 59 Kitab Jin (Jinshu). "Pemberontakan Delapan Pangeran" agaknya salah judul: alih-alih suatu konflik yang berkelanjutan, pemberontakan ini malah diselingi dengan interval perdamaian serta konflik internal yang singkat dan intens. Tidak ada kejadian saat kedelapan pangeran berada dalam suatu pertempuran (sebagai lawan, misalnya seperti Pemberontakan Tujuh Negara). Terjemahan judul secara harfiah dalam bahasa Mandarin yaitu Kekacauan Delapan Raja, mungkin lebih tepat dalam hal ini. Pada awalnya hanya terjadi konflik yang relatif kecil dan terbatas di ibu kota kekaisaran Luoyang dan sekitarnya, kemudian ruang lingkup konflik diperluas setiap ada pangeran baru yang masuk ke dalam konflik. Berbagai kelompok suku di utara dan barat laut yang telah banyak direkrut menjadi militer kemudian memanfaatkan kekacauan ini untuk merebut kekuasaan.[1] Pada akhirnya, kekacauan ini menghancurkan pusat dinasti Jin di Tiongkok utara dan masuk ke era pemberontakan Lima Barbar yang meruntuhkan Jin Barat, menyebabkan perang berabad-abad antara kerajaan barbar utara dan dinasti Tiongkok selatan. Delapan PangeranMasih banyak pangeran lainnya yang berpartisipasi, tetapi delapan pangeran utama dalam konflik ini adalah:
Tokoh-tokoh penting lainnya termasuk Kaisar Hui dari Jin, wakil wali Yang Jun, Janda Permaisuri Yang, Empress Jia Nanfeng dan menteri senior Wei Guan. Silsilah Keluarga
Referensi
|