Pendidikan tinggi di JepangPendidikan tinggi di Jepang disediakan melalui universitas (大学 , daigaku), perguruan tinggi junior (短期大学 , tanki daigaku), sekolah tinggi kejuruan (高等専門学校 , kōtō senmon gakkō) dan sekolah vokasional (専修学校 , senshū gakkō). Dari keempat jenis institusi ini, hanya universitas dan universitas junior yang secara tepat dianggap sebagai penyedia pendidikan pasca sekolah menengah.[1] SejarahSistem pendidikan tinggi modern di Jepang diadaptasi dari sejumlah metode dan ide yang terinspirasi dari sistem pendidikan Barat yang terintegrasi dengan filosofi pedagogis Shinto, Buddha, dan Konfusianisme tradisional. Sepanjang abad ke-19 dan ke-20, banyak reformasi besar diperkenalkan di bidang pendidikan tinggi di Jepang, yang berkontribusi pada tugas individu siswa serta orisinalitas, kreativitas, individualitas, identitas, dan internasionalisasi pendidikan tinggi nasional secara keseluruhan. Memasukkan diri melalui proses aktif dari westernisasi selama Restorasi Meiji pada 1868, Jepang berusaha untuk merevitalisasi seluruh sistem pendidikannya, terutama di tingkat pendidikan tinggi dalam mentransmisikan pengetahuan Barat untuk industrialisasi modern. Banyak mahasiswa Jepang dikirim ke Eropa untuk belajar, begitu pula sejumlah sarjana asing dari negara-negara Barat yang juga diperkenalkan di Jepang.[2] Selama tahun 1880-an, Jepang berusaha mencari prototipe sistem pendidikan tinggi untuk model agar sesuai dengan kebutuhan negaranya. Pada tahun 1881, pemerintah memutuskan untuk mengubah model institusinya, yang dipengaruhi dari berbagai negara Barat seperti Britania Raya, Amerika Serikat dan Prancis, hingga model Jerman yang ketat karena model pendidikan tinggi Prusia sangat menarik perhatian pemerintah Meiji pada saat itu.[3] Jerman menjadi inspirasi terbesar bagi sistem pendidikan tinggi modern di Jepang, karena universitas Jerman dianggap sebagai salah satu yang paling inovatif di seluruh Eropa selain karena pada abad ke-19 Jerman berhubungan dekat dengan Jepang dalam tujuan industrialisasi. Selain itu, pemerintah Meiji sangat mengagumi birokrasi pemerintah Jerman, yang sebagian besar didominasi oleh lulusan sekolah hukum, dan berusaha menyerap prototipe Jerman ke dalam model Jepang yang khas. Terinspirasi oleh model Amerika Serikat, Britania Raya, dan Prancis di atas prototipe yang didominasi Jerman, sistem pendidikan tinggi modernnya menjadi pendorong katalis yang mendorong perkembangan Jepang sebagai kekuatan dunia utama selama akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.[3] Pada tingkat pendidikan tinggi, Jepang berusaha memasukkan sejumlah gagasan pendidikan tinggi agar sesuai dengan kebutuhan negaranya. Banyak buku, manuskrip, dan dokumen dari Barat diterjemahkan dan profesor asing merupakan sesuatu yang umum selama zaman Meiji untuk menyebarkan pengetahuan Barat dalam seni dan ilmu pengetahuan serta metode pengajaran pedagogis Barat. Untuk model universitas modern, Jepang memasukkan banyak elemen Prusia yang ditemukan di Jerman karena Kekaisaran Jerman pada saat itu serupa dengan Jepang dalam hal terkait ekspansi kolonial dan pembangunan nasional. Model Jerman terus menginspirasi sistem pendidikan tinggi Jepang hingga akhir Perang Dunia I. Selama pendudukan Amerika Serikat pada Perang Dunia II, Jepang memasukkan ide-ide pendidikan tinggi yang dikembangkan di Amerika Serikat untuk memodernisasi pendidikan tinggi selama era kontemporer. Sistem pendidikan tinggi kontemporer Jepang saat ini menawarkan elemen-elemen yang diambil dari Amerika Serikat di atas sumbernya dari Eropa.[2] Perluasan dan pengembangan pendidikan tinggi modern di Jepang telah berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi pasca Perang Dunia II yang berlanjut hingga akhir 1980-an.[4] UniversitasPada tahun 2017, lebih dari 2,89 juta pelajar terdaftar pada 780 universitas di Jepang.[5] Pada puncak struktur pendidikan tinggi terdapat lembaga penelitian yang menyediakan pelatihan empat tahun yang mengarah pada gelar sarjana, dan beberapa menawarkan program enam tahun yang mengarah pada gelar profesional. Terdapat dua jenis perguruan tinggi negeri yang berjangka empat tahun: 86 perguruan tinggi negeri (termasuk Universitas Terbuka) dan 95 universitas negeri lokal, yang didirikan oleh prefektur dan munisipalitas. 597 perguruan tinggi berjangka empat tahun lainnya pada tahun 2010 merupakan milik swasta.[6] Dari banyaknya peluang bagi pelajar yang ingin melanjutkan pendidikan di universitas, universitas bergengsi di negara ini merupakan yang paling menarik bagi pelajar yang ingin mendapatkan prospek pekerjaan terbaik, terutama dalam pemerintah dan perusahaan besar.[1] Kualitas universitas dan pendidikan tinggi di Jepang diakui secara internasional. Terdapat 41 universitas Jepang yang terdaftar pada Peringkat universitas dunia QS 2020, dengan University of Tokyo pada peringkat ke-22 dan Universitas Kyoto pada peringkat ke-33.[7] Pada tahun 2019, Top 20 Peringkat universitas Asia QS memasukkan empat universitas Jepang, dengan peringkat tertinggi, University of Tokyo, pada posisi ke-11.[8] Pendidikan kejuruanMeskipun universitas merupakan pendidikan tinggi paling bergengsi di Jepang, sejumlah pelajar Jepang memilih untuk mendaftar pada sekolah kejuruan. Sekolah kejuruan membekali pelajar dengan keterampilan kerja tanpa harus mengikuti tekanan ujian masuk universitas nasional. Di Jepang, orang tua secara tradisional lebih menekankan pendidikan akademis tradisional daripada pendidikan kejuruan. Sekolah kejuruan tetap menjadi pilihan cadangan bagi pelajar dengan nilai lebih rendah atau mereka yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi rendah. Sekolah kejuruan tidak hanya berhasil menarik lulusan sekolah menengah dengan nilai rendah, tetapi juga lulusan universitas yang tidak memperoleh pekerjaan setelah lulus.[9] Lihat pulaReferensi
Pranala luar
|