Pengembangan Armada Niaga Nasional
PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero) atau biasa disingkat menjadi PANN, adalah bekas badan usaha milik negara Indonesia yang bergerak di bidang pembiayaan kapal. Perusahaan ini mulai mengalami masalah keuangan akibat krisis finansial Asia 1997 dan akhirnya dibubarkan pada bulan Oktober 2024.[2] SejarahPerusahaan ini didirikan oleh pemerintah Indonesia pada bulan Mei 1974 sebagai alternatif lembaga keuangan non-bank khusus untuk membiayai pengadaan kapal guna mengembangkan industri pelayaran nasional. Perusahaan ini fokus membiayai kapal-kapal niaga nasional, dengan fokus pada perusahaan pelayaran kelas menengah ke bawah dengan mekanisme leasing (sewa-menyewa), beli dengan cicilan, serta penjualan dan sewa [3] Mulai tahun 1974 hingga 1983, perusahaan ini menyalurkan pembiayaan kepada 21 perusahaan pelayaran nasional untuk pengadaan 74 unit kapal kargo umum dengan bobot mulai dari 400 DWT hingga 6.000 DWT. Mulai tahun 1984 hingga 1993, perusahaan ini menyalurkan pembiayaan untuk pengadaan 22 unit kapal, salah satunya adalah KM Tarahan yang merupakan kapal pengangkut batu bara pertama di Indonesia dengan bobot 11.000 DWT. Perusahaan ini juga memberikan pembiayaan untuk pengadaan kapal Caraka Jaya, sebuah kapal kargo umum dan peti kemas dengan bobot mulai dari 3.000 DWT hingga 4.000 DWT di sembilan galangan kapal di Indonesia.[4] Pada dekade 1990-an, perusahaan ini mulai membiayai berbagai jenis barang modal, tidak hanya kapal, sehingga perusahaan ini mulai memakai nama dagang PANN Multi Finance. Pada tahun 1994, pemerintah menugaskan ini untuk menangani proyek pembelian 10 unit pesawat terbang Boeing 737-200 milik Lufthansa untuk mempercepat penggunaan pesawat jet di Indonesia. Proyek tersebut merupakan hasil kerja sama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Jerman dengan nilai proyek sebesar US$ 89,610 juta. Sepuluh unit pesawat terbang tersebut awalnya akan dioperasikan oleh Garuda Indonesia, tetapi Garuda Indonesia kemudian menolak, karena pesawat terbang tersebut karena tidak sesuai dengan perjanjian awal, yakni bahwa pesawat terbang tersebut dilengkapi dengan mesin jet baru, tetapi nyatanya mesin jet yang terpasang di pesawat-pesawat tersebut sudah berusia lebih dari 10 tahun.Pesawat-pesawat tersebut akhirnya disewakan ke Merpati Nusantara Airlines (3 unit), Sempati Air (2 unit), Bouraq Indonesia Airlines (3 unit), dan Mandala Airlines (2 unit). Empat perusahaan tersebut kemudian mengalami masalah keuangan, sehingga tidak dapat membayar biaya sewa dengan lancar.[4] Pada tahun 1996, pemerintah juga menugaskan perusahaan ini untuk menangani proyek pengadaan 31 ship set kapal penangkap ikan Mina Jaya dalam rangka kerja sama dan alih teknologi dengan pemerintah Spanyol dengan nilai proyek sebesar US$ 182,258 juta. Pemerintah kemudian menunjuk Industri Kapal Indonesia (IKI) untuk merakit ship set tersebut. Namun, akibat krisis finansial Asia 1997, hanya 14 unit kapal yang dapat diselesaikan dan diserahkan ke perusahaan ini pada tahun 2003, sementara sisanya masih berupa ship set. Dari 14 unit kapal yang dapat diselesaikan, tiga unit di antaranya disewa oleh Perikanan Nusantara (Perinus), sementara sisanya tidak dioperasikan.[5] Belum setahun disewa oleh Perinus, Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dari kapal-kapal tersebut habis masa berlakunya, tetapi tidak dapat diperpanjang, karena sesuai peraturan terbaru, bobot maksimal dari kapal penangkap ikan adalah 150 GT, padahal kapal-kapal tersebut berbobot 300 GT.[4] Pada tahun 2004, perusahaan ini memutuskan untuk kembali fokus pada bisnis pembiayaan kapal. Pada tahun 2009, perusahaan ini mengambil alih Hotel Garden Surabaya, karena pemilik dari hotel tersebut, PT Singo Barong Kencana, gagal melunasi utangnya kepada perusahaan ini.[6] Pada tahun 2013, perusahaan ini memisahkan bisnis pembiayaan kapalnya ke PT PANN Pembiayaan Maritim. Pada bulan Oktober 2024, perusahaan ini resmi dibubarkan.[2] Referensi
Pranala luar
|