PenologiPenologi adalah sub-ilmu dari kriminologi yang mempelajari asal muasal, perkembangan, kepentingan, dan kemanfaatan dari hukuman. Ilmu ini berkembang dari upaya-upaya untuk merombak sistem penjara di mana para narapidana menjadi korban penyalahgunaan fungsi dan wewenang dari sistem penjara itu sendiri dan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dari hak asasi manusia.[1] Kata penologi berakar pada kata "penal" yang berarti "hukuman" dan dengan demikian penologi bermakna "ilmu hukuman".[2] Salah satu dampak paling nyata dari ilmu ini adalah terlaksananya Kongres PBB pada tahun 1955 di Jenewa yang membahas pencegahan tindak pidana dan perlakuan terhadap narapidana.[1][3] SejarahPenologi berawal pada abad ke-18 dengan terbitnya Crimes and Punishments (bahasa Italia: Dei delitti e delle pene) oleh Cesare Beccaria pada tahun 1764. Tulisan tersebut kemudian menjadi bagian dari sekolah klasik menekankan bahwa suatu kejahatan harus dibalas dengan hukuman yang setimpal, bukan dengan hukuman yang terlampau berat. Tokoh-tokoh sekolah neoklasik lantas mengembangkan gagasan Beccaria dengan teori individualisasi hukuman yang menekankan hukuman pada orangnya, bukan pada perbuatan yang dilakukannya. Perkembangan di bidang kriminologi pada akhir abad ke-19 sempat menghentikan perkembangan di bidang penologi.[2] PerkembanganEl-Dakkak berpandangan bahwa perkembangan tindak pidana membuat pemberian hukuman menjadi tidak lagi cukup sehingga ada tindakan-tindakan lain yang perlu diambil untuk meminimalisir dampak dari tindak pidana tersebut seperti protokol keamanan dan metode-metode sosial murni. Dengan demikian, istilah penologi menjadi tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman dan perlu disesuaikan menjadi "ilmu melawan pelanggaran dan kejahatan". Ilmu tersebut seyogianya terbagi atas dua cabang utama yakni ilmu pencegahan dan ilmu perlakuan yang dengan demikian dapat membantu menciptakan hukum pidana yang sesuai dengan perkembangan di masyarakat tersebut.[1] Akademisi Amerika Serikat Malcolm Feeley dan Jonathan Simon memberikan gagasan akan "penologi baru" yang melihat adanya pergeseran pada tiga faktor. Ketiga faktor tersebut ialah lahirnya wacana-wacana baru terkait probabilitas dan risiko yang menggantikan wacana-wacana terkait diagnosis klinis dan putusan retributif, objektif baru dalam tatanan hukum pidana yang lebih mengutamakan pencegahan terutama pencegahan terhadap residivisme, dan penggunaan teknik-teknik baru untuk memberikan rasa keadilan. Ketiga faktor tersebut melibatkan peran serta masyarakat luas yang lebih besar manakala dalam "penologi lama" fokus kajian terletak pada individu.[4] Dalam kajian Feeley dan Simon, penologi baru dituding sebagai penyebab meningkatnya populasi penjara di Amerika Serikat. Namun mereka menyadari bahwa gagasan dari penologi baru sendiri bersifat dua arah terkait peningkatan populasi penjara tersebut di mana hukum pidana Amerika Serikat sudah menyesuaikan dirinya dengan gagasan penologi baru tersebut.[4] Referensi
|