Perbankan syariahPerbankan syariah atau perbankan Islam (Arab: المصرفية الإسلامية, al-Mashrafiyah al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan syariat Islam.[1] Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan suku bunga, serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha yang bersifat haram. Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain. Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia.[2][3] SejarahSuatu bentuk awal ekonomi pasar dan merkantilisme, yang oleh beberapa ekonom disebut sebagai "kapitalisme Islam", telah mulai berkembang antara abad ke-8 dan ke-12.[4] Perekonomian moneter pada periode tersebut berdasarkan mata uang dinar dan dirham yang beredar luas saat itu, yang menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya independen secara ekonomi. Pada abad ke-20, lahirnya perbankan syariah tidak terlepas dari hadirnya dua gerakan renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis.[3] Sekitar tahun 1940-an, di Pakistan dan Malaysia telah terdapat upaya-upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non konvensional. Tahun 1963, Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit Ghamr di Kairo, Mesir.[5] Perbankan syariah secara global tumbuh dengan kecepatan 10-15% per tahun, dan menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten di masa yang akan datang.[6] Laporan dari International Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad menyebutkan bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, yaitu di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim serta negara-negara lainnya di Eropa, Australia, maupun Amerika.[7] Diperkirakan terdapat lebih dari AS$ 822.000.000.000 aset di seluruh dunia yang dikelola sesuai prinsip-prinsip syariah, menurut analisis majalah The Economist.[8] Ini mencakup kira-kira 0,5% dari total estimasi aset dunia pada tahun 2005.[9] Analisis Perusahaan Induk CIMB Group menyatakan bahwa keuangan syariah adalah segmen yang paling cepat tumbuh dalam sistem keuangan global, dan penjualan obligasi syariah diperkirakan meningkat 24 persen hingga mencapai AS$ 25 miliar pada 2010.[10] Sejarah Perbankan Syariah di IndonesiaPerbankan syariah di Indonesia dimulai ketika Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) didirikan di Bandung pada tahun 1991 dan PT BPRS Heraukat di Nangroe Aceh Darussalam yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui serangkaian lokakarya "Bunga Bank dan Perbankan" di Cisarua, Bogor, tanggal 18 - 20 Agustus 1990. Dari hasil ini kemudian berkembang menjadi PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991 dan mulai beroperasi tahun 1992. Pertumbuhan perbankan syariah masih lambat pada masa itu dan pada periode tahun 1992 - 1998 hanya ada satu unit bank syariah. Pada tahun 1998 disahkan UU No. 10 tahun 1998 tentang Unit Usaha Syariah yang memungkinkan bank konvensional membuka Unit Usaha Syariah (UUS). Kemudian pada tahun 2008 disahkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menandai era bangkitnya perbankan syariah di Indonesia. Pada tahun 2005 tercatat jumlah bank umum syariah hanya 304 buah unit usaha, syariah 19 buah, BPRS 92 buah dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 643 buah bank umum syariah, 25 buah unit usaha syariah, dan 133 buah BPRS.[11] Regulasi Bagi Bank Syariah
Transaksi yang dilarangPenyebab terlarangnya sebuah transaksi disebabkan faktor berikut.[14]
Haram ZatnyaTransaksi yang dilarang oleh prinsip syariah dikarenakan zatnya adalah jelas sesuai pedoman Al-Qur'an dan Hadis. Sebagai contoh; minuman keras, bangkai, daging babi, dan sebagainya. Meskipun akadnya sah, namun transaksinya menjadi haram karena zatnya tergolong haram. Contohnya adalah nasabah mengajukan akad murabahah untuk pembiayaan pembelian minuman keras, maka dalam prinsip syariah hukumnya adalah haram. Haram selain zatnyaMelanggar Prinsip "An Taraddin Minkum"
Dalam transaksi harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak. Mereka harus mempunyai informasi yang sama sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi/ditipu karena ada suatu yang tidak diketahui oleh satu pihak atau informasi asimetrik atau dalam bahasa fiqihnya disebut tadlis. Tadlis dapat terjadi karena empat hal yaitu kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan. Melanggar Prinsip "La Tazhlimuna wa la tuzhlamun"
Rekayasa dalam pasar penawaran terjadi bila seorang produsen/penjual mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik. Menurut fiqih hal ini disebut ikhtikar. Ikhtikar terjadi apabila memenuhi syarat berikut.
Rekayasa pasar dalam permintaan terjadi bila seorang produsen/pembeli menciptakan permintaan palsu/fiktif, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Hal ini terjadi untuk meningkatkan daya tawar penjual. Rekayasa permintaan dalam bahasa fiqih disebut bai' najasy.
Gharar atau taghrir adalah situasi dimana terjadi ketidaklengkapan informasi karena adanya ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Gharar ini terjadi bila salah satu pihak mengubah sesuatu yang seharusnya bersifat pasti menjadi tidak pasti. Dalam tadlis, yang terjadi adalah pihak A tidak mengetahui apa yang diketahui pihak B sedangkan dalam taghrir, baik pihak A maupun pihak B sama-sama tidak memiliki kepastian mengenai sesuatu yang ditransaksikan. Gharar dapat terjadi dalam empat hal yaitu:
Dalam ilmu fiqih, riba dibedakan menjadi tiga jenis yaitu Riba Fadl, Riba Nasiah, dan Riba Jahiliyah.
Tidak sah atau tidak lengkap akadnyaSuatu transaksi yang tidak masuk dalam kategori haram li dzatihi maupun haram li ghairihi, belum tentu serta merta menjadi halal. Masih ada kemungkinan transaksi menjadi haram bila akad atas transaksi itu tidak sah atau tidak lengkap. Faktor-faktor transaksi yang dikatakan tidak sah apabila tidak memenuhi hal berikut.
Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalam suatu transaksi yang cara mengerjakannya secara urut sesuai peraturan yang ada. Rukun dalam muamalah bidang ekonomi dibagi menjadi tiga:
Ta'alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, maka berlakunya akad 1 tergantung pada akad 2.
Two in one adalah kondisi dimana suatu transaksi diwadahi/dilakukan oleh dua akas sekaligus, sehigga terjadi suatu ketidakpastian (gharar) mengenai akad mana yang harus digunakan terlebih dahulu. Two in one terjadi bila semua dari ketiga faktor di bawah ini terpenuhi yaitu:
Bila salah satu dari faktor di atas tidak terpenuhi, maka two in one tidak terjadi, dengan demikian akad menjadi sah. Prinsip perbankan syariahPerbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut:[5]
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional adalah sebagai berikut:[5]
Prinsip perbankan syariah bertujuan membawa kemaslahatan bagi nasabah, karena menjanjikan keadilan yang sesuai dengan syariah dalam sistem ekonominya.[15] Produk perbankan syariahBeberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain: Titipan atau simpanan
Bagi hasil
Jual beli
Jasa
Ada dua jenis perbankan yang cukup besar perannya di Indonesia saat ini yakni konvensional dan syariah. Keduanya terpisah karena memiliki sistem yang berbeda baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Jenis pinjaman konvensional pun berbeda dengan jenis pinjaman syariah. Salah satu jenis pinjaman syariah yang cukup diminati adalah murabahah. Sistem pinjaman di Bank Syariah yang tidak menggunakan bunga membuat bank memiliki berbagai produk pinjaman yang berbeda dengan bank konvensional, salah satunya adalah Murabahah. Murabahah adalah proses peminjaman dana berupa jual beli barang dengan keuntungan pihak bank berupa margin dari barang yang telah dibeli untuk dijual kepada peminjam yang dibutuhkannya. Proses ini dilakukan secara transparan atau dengan kata lain pihak peminjam mengetahui berapa margin yang dikenakan pihak bank Syariah kepada mereka., Adapun, berdasarkan pada jenis barang pengganti, jenis jual beli barang yang terjadi meliputi: 1. Al muqayadhah: bentuk awal dari transaksi, dimana barang ditukar dengan barang (barter). 2. Al mutlaq: bentuk jual beli biasa, dimana barang di tukar dengan uang. 3. Ash sharf: jual beli suatu mata uang dengan mata uang lainya. Pengelolaan danaLaju pertumbuhan perbankan syariah di tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15 persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per tahun. Tahun 2005, perbankan syariah Indonesia membukukan laba Rp 238,6 miliar, meningkat 47 persen dari tahun sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang memiliki potensi pasar sangat luas untuk perbankan syariah, masih tertinggal jauh di belakang Malaysia. Tahun lalu, perbankan syariah Malaysia mencetak profit lebih dari satu miliar ringgit (272 juta dollar AS). Akhir Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran ini hampir mencapai 12 persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di Indonesia, aset perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari total aset perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia baru akan dimulai tahun ini. Implementasi kebijakan office channeling, dukungan akseleratif pemerintah berupa pengelolaan rekening haji yang akan dipercayakan pada perbankan syariah, serta hadirnya investor-investor baru akan mendorong pertumbuhan bisnis syariah. Konsultan perbankan syariah, Adiwarman Karim, berpendapat, perkembangan perbankan syariah antara lain akan ditandai penerbitan obligasi berbasis syariah atau sukuk yang dipersiapkan pemerintah. Sejumlah bank asing di Indonesia, seperti Citibank dan HSBC, menyambut penerbitan sukuk dengan membuka unit usaha syariah. Sementara itu, sejumlah investor dari Negara Teluk juga tengah bersiap membeli bank-bank di Indonesia untuk dikonversi menjadi bank syariah. Kriteria bank yang dipilih umumnya beraset relatif kecil, antara Rp 500 miliar dan Rp 2 triliun. Setelah dikonversi, bank-bank tersebut diupayakan melakukan sindikasi pembiayaan proyek besar, melibatkan lembaga keuangan global. Adanya perbankan syariah di Indonesia dipelopori oleh berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia dengan tujuan mengakomodir berbagai aspirasi dan pendapat di masyarakat terutama masyarakat Islam yang banyak berpendapat bahwa bunga bank itu haram karena termasuk riba dan juga untuk mengambil prinsip kehati-hatian. Apabila dilihat dari segi ekonomi dan nilai bisnis, ini merupakan terobosan besar karena penduduk Indonesia 80% beragama Islam, tentunya ini bisnis yang sangat potensial. Meskipun sebagian orang Islam berpendapat bahwa bunga bank itu bukan riba tetapi faedah, karena bunga yang diberikan atau diambil oleh bank berjumlah kecil jadi tidak akan saling dirugikan atau didzolimi, tetapi tetap saja bagi umat Islam berdirinya bank-bank syariah adalah sebuah kemajuan besar. Sistem perbankan syariah di Indonesia masih berinduk pada Bank Indonesia. Idealnya, pemerintah Indonesia mendirikan lembaga keuangan khusus syariah yang setingkat Bank Indonesia, yaitu Bank Indonesia Syariah. ReferensiWikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Wikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
|