Share to:

 

Percobaan Milgram

Ilustrasi percobaan Milgram: E adalah penguji, T adalah guru atau peserta percobaan sedangkan L adalah murid yang sebenarnya adalah aktor.

Percobaan Milgram atau dikenal juga sebagai percobaan kepatuhan kepada otoritas adalah sebuah percobaan yang dilakukan oleh Stanley Milgram, seorang profesor psikologi dari Universitas Yale untuk mencari tahu sampai sejauh mana orang-orang akan mematuhi figur otoritas ketika disuruh untuk melakukan hal yang berlawanan dengan hati nurani dan berbahaya.[1] Percobaan ini dilakukan oleh Milgram pada 1961 setelah sidang terhadap kriminal Perang Dunia II, Adolf Eichmann diadakan.[2] Eichmann yang adalah seorang Nazi diadili karena perbuatannya yang telah membunuh banyak orang Yahudi.[3] Eichmann ketika itu berdalih bahwa ia hanya menuruti perintah atasannya.[2] Peristiwa ini menjadi dasar bagi Stanley Milgram untuk melakukan percobaannya.[2]

Metode percobaan

Peserta dari percobaan ini dicari melalui sebuah iklan di koran lokal yang mengumumkan bahwa dibutuhkan orang untuk berpartisipasi dalam sebuah studi tentang memori.[1] Sebagai kompensasi, setiap peserta menerima uang sebesar $4.50.[1] Iklan tersebut juga menyebutkan profesi-profesi apa saja yang diharapkan untuk berpartisipasi.[1] Percobaan pun berjalan setelah didapatkan total 40 partisipan.[2] Setiap partisipan mengambil undian yang tanpa mereka ketahui selalu bertuliskan "guru" dan partisipan lainnya, yang sebenarnya adalah aktor, bertindak sebagai "murid".[2] Kemudian "guru" dan "murid" masuk ke ruangan yang berbeda.[1] Tugas dari guru adalah membacakan rangkaian soal dan murid menjawabnya dengan menekan tombol pada mesin yang disediakan.[1] Apabila jawaban yang diberikan salah maka guru harus memberikan tegangan listrik kepada murid.[1] Tegangan listrik tersebut bertahap mulai dari 15 volt hingga 450 volt dan diberikan label mulai dari "tegangan rendah", "tegangan sedang" hingga "bahaya: tegangan listrik fatal" sedangkan dua volt tertinggi bertuliskan "XXX".[2]

Tanpa diketahui oleh "guru", sebenarnya "murid" tidak pernah terkena sengatan listrik. Mereka hanya mernjerit semakin kencang setiap kali tegangan hukuman dinaikkan. Setiap kali "guru" merasa ragu, maka pelaku eksperimen akan mendorong supaya penyiksaan terus dilakukan, dengan meyakinkan bahwa "murid" sebenarnya masih dalam keadaan baik-baik saja dan hukuman harus terus diberikan dengan tegangan yang terus dinaikkan [2] Saat sudah di atas 300 volt, yang sudah ditandai sebagai tegangan yang berbahaya di alat yang digunakan, "murid" akan diam dan menolak untuk menjawab pertanyaan yang lalu oleh penguji akan dianggap sebagai jawaban salah sehingga tegangan listrik harus diberikan.[2] Sampai tingkat tegangan listrik mana "guru" berhenti melakukan penyiksaan ini, yang menjadi ukuran dari kepatuhannya terhadap otoritas.

Hasil

Hasil yang didapat, dari 40 orang yang menjadi peserta percobaan ini sebanyak 26 orang memberikan tegangan tingkat tertinggi sementara 14 orang berhenti sebelum mencapai tingkat paling tinggi.[2]

Selama percobaan, sebenarnya subjek mengalami ketidaknyamanan dengan tanda berkeringat, gemetar, gagap, mengigit bibir, mencengkeram kuku ke kulit sendiri, dan beberapa bahkan tertawa gugup atau mengalami kejang. Semua peserta setidaknya sekali berhenti untuk mempertanyakan apakah eksprimen ini memang benar, dan diyakinkan kembali oleh peneliti, dan kebanyakan melanjutkannya. Beberapa menawarkan untuk mengembalikan uang bayaran eksperimen asal diizinkan untuk berhenti menyiksa "murid".

Milgram dan psikolog lainnya yang tidak yakin, mencoba eksperimen ini di beberapa tempat, untuk memeriksa apakah perbedaan kebangsaan tertentu bisa berpengaruh terhadap kepatuhan peserta penelitian. Ia memperkirakan bahwa Bangsa Jerman, dengan karakteristiknya, mungkin lebih patuh dari Bangsa Amerika. Namun kemudian menyimpulkan bahwa "Walaupun ada penurunan, namun tapi tidak signifikan."

Kritik

Pada tahun 2004, salah satu peserta eksperimen yang sejak tahap awal menolak melakukan penyiksaan terhadap "murid", Joseph Dimow, menyatakan di jurnal Jewish Currents bahwa Milgram sebenarnya mempunyai motif terselubung ingin membuktikan bahwa sebenarnya Bangsa Amerika sama saja mengabaikan moralitas seperti juga yang terjadi dalam penyiksaan oleh Nazi Jerman.

Pada tahun 2012, psikolog Australia, Gina Perry, memeriksa ulang data percobaan ini dan menemukan bahwa Milgram memanipulasi hasilnya. Ia menulis bahwa "Hanya setengah dari peserta yang percaya bahwa perintah yang diberikan dalam percobaan tersebut memang benar adanya. Sebanyak 66 persen dari peserta yang ambil bagian menolak mematuhi perintah yang diberikan."

Referensi

  1. ^ a b c d e f g Milgram, Stanley (1963). "Behavioral Study of Obedience". Jurnal Abnormal dan Psikologi Sosial. 67 (4): 371–8. PMID 14049516.  dalam PDF.
  2. ^ a b c d e f g h i (Inggris) The Perils of Obedience Diarsipkan 2011-07-09 di Wayback Machine., About.com.Diakses pada 19 Juli 2011.
  3. ^ (Inggris) Adolf Eichmann, World War II Database.Diakses pada 19 Juli 2011.

Pranala luar


Kembali kehalaman sebelumnya