Share to:

 

Perdagangan kayu gergajian di Indonesia

Perdagangan kayu gergajian di Indonesia dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pekerjaan struktur bangunan. Indonesia mengadakan ekspor kayu gergajian hingga awal abad ke-21 terutama ke Tiongkok. Namun kemudian menghentikan ekspor seiring meningkatnya kasus penyelundupan kayu. Pajak atas ekspor kayu gergajian di Indonesia mengalami kenaikan dan penurunan akibat perubahan kebijakan kehutanan dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Pada tahun 1992, kayu gergajian menjadi salah satu produk domestik yang menghasilkan devisa terbesar bagi Indonesia.

Komoditas

Jenis kayu gergajian yang diperdagangkan di Indonesia hanya yang digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan struktur bangunan. Ukuran kayu gergajian disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang memerlukannya. Perdagangan kayu gergajian di Indonesia juga dapat dilakukan pada pemesanan ukuran tertentu selain dari ukuran kayu gergajian untuk keperluan pekerjaan konstruksi bangunan. Misalnya, kayu gergajian untuk keperluan dekorasi yang menghasilkan keindahan tertentu.[1]  

Ekspor

Indonesia terdapat sebanyak 260 jenis pohon yang dapat dijadikan sebagai komoditas kayu perdagangan. Salah satunya diperdagangkan dalam bentuk olahn sebagai kayu gergajian.[2] Pada tahun 2001, Tiongkok menjadi negara pengimpor kayu terbesar bagi Indonesia. Sebesar 54,5% dari total volume kayu gergajian di Indonesia diekspor ke Tiongkok.[3]

Seiring terjadinya penyelundupan kayu membuat Indonesia menghentikan kegiatan ekspor kayu gergajian. Kegiatan ekspor kayu gergajian ini awalnya berada di wilayah Sumatra, Kalimantan dan Papua. Alasan pemberhentiannya adalah timbulnya berbagai masalah dalam sektor kehutanan Indonesia akibat penyelundupan kayu gergajian.[4] Kayu gergajian kemudian ditetapkan sebagai salah satu produk industri kehutanan yang dilarang untuk diekspor dari seluruh wilayah ekspor Indonesia.[5]  

Pajak

Indonesia menaikkan pajak untuk ekspor kayu gergajian pada tahun 1984.[6] Pada Januari 1998, Indonesia mengadakan restrukturisasi ekonomi atas permintaan dari Dana Moneter Internasional. Pada salah satu paket kebijakan di bidang kehutanan, ditetapkan sebuah surat pernyataan minat yang memutuskan untuk mengurangi pajak ekspor Indonesia untuk kayu gergajian.[7]   Pada tanggal 16 Maret 1999, Menteri Keuangan Republik Indonesia memutuskan untuk menaikkan pajak komoditas kayu sebesar 20%, termasuk untuk kayu gergajian. Penetapan ini melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 107/KMK.017/1999. Tujuan penetapannya untuk mengadakan pendayagunaan sumber daya alam.[8]

Pendapatan

Pada tahun 1992, kayu gergajian menjadi salah satu produk domestik bruto yang menghasilkan devisa terbesar bagi Indonesia. Kayu gergajian menjadi penghasil devisa terbesar kedua setelah minyak dan sebelum getah karet.[9]

Referensi

  1. ^ Salmani (April 2019). Metodologi Bekisting dan Perancah pada Pekerjaan Konstruksi Bangunan dan Sipil. Sleman: Penerbit Deepublish. hlm. 5. ISBN 978-623-209-328-7. 
  2. ^ Hadi, A. K., dan Napitupulu, R. M. (2011). Prayugo, S., dan Nugroho, S., ed. 10 Tanaman Investasi Pendulang Rupiah:. Jakarta: Penebar Swadaya. hlm. 6. ISBN 978-979-002-465-6. 
  3. ^ Tacconi, L., Obidzinski, K., dan Agung, F. (2004). Proses Pembelajaran (Learning Lessons) Promosi Sertifikasi Hutan dan Pengendalian Penebangan Liar di Indonesia. Bogor Barat: Center for International Forestry Reseacrh. hlm. 6. ISBN 979-3361-60-3. 
  4. ^ Obidzinski, K., Andrianto, A., dan Wijaya, C. Penyelundupan Kayu di Indonesia: Masalah Genting ataukah Berlebihan?. CIFOR. hlm. 1. ISBN 978-979-244-671-5. 
  5. ^ Hamdani dan Haikal (2017). Nasirin, A., dan Roby, ed. Seluk Beluk Perdagangan Ekspor Impor Jilid 1. Jakarta Timur: Bushindo. hlm. 28. ISBN 978-979-97521-4-7. 
  6. ^ Djajapertjunda, S., dan Djamhuri, E. (Maret 2013). Hutan dan Kehutanan Indonesia dari Masa ke Masa. Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 280. ISBN 978-979-493-495-1. 
  7. ^ Indrarto, G. B., dkk. (20 Maret 2014). Konteks REDD+ di Indonesia: Pemicu, Pelaku dan Lembaganya. CIFOR. hlm. 20. 
  8. ^ Kabinet Reformasi Pembangunan: Memori Masa Bhakti. The University of Michigan Libraries. 1999. hlm. 111. 
  9. ^ Li, Tania Murray (Juni 2002). Proses Transformasi Daerah Pedalaman di Indonesia [Transforming The Indonesian Uplands: Marginality, Power and Production]. Diterjemahkan oleh Sumitro dan Kartikasari, S. N. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm. 46. ISBN 979-461-388-6. 
Kembali kehalaman sebelumnya