Share to:

 

Perencanaan agregat


Perencanaan agregat adalah suatu perencanaan kapasitas yang mengintegrasikan kebutuhan tingkat produksi, tingkat tenaga kerja, dan kebutuhan tingkat persediaan dalam manajemen operasi produksi pada masa yang akan datang yang mencerminkan strategi perusahaan dalam mencapai sasaran. Pada umumnya, perencanaan agregat memiliki jangka waktu 3 hingga 12 bulan, atau paling lama 18 bulan untuk kasus pada beberapa perusahaan tertentu yang menghadapi pengalaman musiman atau fluktuasi lain dalam permintaan kapasitas.

Perencanaan agregat merupakan jantung dari perencanaan jangka menengah. Perencanaan ini bertujuan untuk mengembangkan suatu rencana produksi secara menyeluruh yang fisibel dan optimal, dalam artian dapat memenuhi permintaan pasar yang sesuai dengan kapasitas yang ada serta menggunkan sumber daya sebijaksana mungkin dengan pengeluaran biaya serendah mungkin.[1]

Kegunaan perencanaan agregat adalah untuk mencapai suatu rencana produksi, supaya mampu memanfaatkan sumber-sumber daya organisasi secara efektif untuk dapat memenuhi permintaan yang diharapkan. Perencanaan agregat juga digunakan untuk menspesifikasikan kombinasi yang optimal dari tingkat operasi produksi, tingkat kebutuhan tenaga kerja dan tingkat persediaan yang ada di tangan. Faktor tingkat produksi menunjukkan jumlah unit output yang lengkap dalam suatu unit waktu, sementara faktor tingkat tenaga kerja menunjukkan jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk operasi produksi, yang mana kedua faktor tersebut menjadi faktor pengali untuk memperoleh hasil produksi.[2]

Aspek perencanaan agregat

Perencanaan agregat memiliki tiga aspek penting, yaitu:[3]

  • Kapasitas. Aspek kapasitas menentukan berapa banyak yang dapat dihasilkan oleh suatu sistem produksi. Pengukuran kapasitas dapat diukur dengan berbagai cara dengan syarat kapasitas produksi dan permintaan harus dalam satuan yang sama.
  • Satuan agregat. Satuan agregat merupakan satuan pengukuran dalam perhitungan perencanaan agregat. Hal ini dilakukan karena sistem produksi melibatkan banyak jenis produk yang diproduksi sehingga perlu diagregat dalam satuan pengukuran yang sama. Satuan agregat dapat dinyatakan berdasarkan satuan waktu produksi, kebutuhan bahan baku, dan kebutuhan biaya produksi. Secara umum satuan yang digunakan adalah jam kerja, sehingga kapasitas dapat diartikan sebagai jumlah jam kerja yang tersedia dalam periode waktu tertentu.
  • Biaya. Komponen utama biaya yang dapat memengaruhi perencanaan produksi diantaranya adalah; biaya produksi (meliputi biaya material, tenaga kerja langsung, biaya lembur dan subkontrak), biaya inventori serta biaya perubahan kapasitas seperti biaya penambahan dan pelatihan tenaga kerja.

Strategi

Variasi tingkat persediaan

Pada strategi ini, perusahaan atau organisasi mempertahankan jumlah karyawan dan waktu kerja yang tetap sehingga rata-rata tingkat produksi juga akan tetap. Kelebihan produksi yang terjadi pada periode permintaan rendah disimpan sebagai persediaan yang akan digunakan untuk menutupi kekurangan produksi pada waktu terjadi permintaan yang lebih tinggi dari tingkat produksi. Kekurangan dari strategi ini terletak pada biaya penyimpanan persediaan yang akan bertambah berupa biaya sewa gudang, administrasi, asuransi, kerusakan material dan bertambahnya modal yang tertanam. Namun, pada waktu terjadi permintaan yang tinggi perusahaan dapat menghindari terjadinya kehilangan penjualan karena memiliki kelebihan persediaan. Strategi ini tidak cocok unuuk diterapkan pada industri jasa seperti transportasi, kesehatan, dan pendidikan). Strategi ini juga tidak mendukung perusahaan yang produknya tidak tahan lama, berhubungan dengan mode atau fashion, atau memerluakan ruang simpan yang cukup besar.[4]

variasi jam kerja

Strategi variasi jam kerja hanya melakukan perubahan terhadap jumlah jam kerja. Jika permintaan naik, maka akan diadakan penambahan jam kerja atau lembur untuk menambah produksi, sedangkan jika permintaan turun dilakukan pengurangan jam kerja.[5]

Variasi jumlah tenaga kerja

strategi penambahan jumlah tenaga kerja dilakukan apabila terjadi permintaan tinggi. Sebaliknya, pada waktu permintaan rendah dilakukan pengurangan tenaga kerja. Biaya yang timbul mencakup biaya pengadaan tenaga kerja seperti iklan, tes, wawancara, dan pelatihan atau pemberian pesangon bagi tenaga kerja yang dikurangi. Strategi ini lebih disarankan untuk diterapkan apabila tenaga kerja yang disewa atau dikurangi memiliki keterampilan kerja yang rendah. Namun, pengurangan tenaga kerja yang terlalu sering dapat mempunyai pengaruh negatif yaitu menurunkan moral kerja karyawan yang mengakibatkan penurunan produktivitas.[6]

Metode

Perencanaan agregat dapat disusun dengan beberapa metode yang secara umum terbagi menjadi dua kategori, trail and error (informal) dan metode matematis. Peran metode informal pada kenyataannya lebih sering digunakan di lapangan ketimbang metode matematis. Metode sederhana yang digunakan oleh perusahaan pada umumnya untuk menyusun perencanaan agregat ialah cut and charting dan metode grafik. Kedua metode ini meliputi berbagai perhitungan biaya, yang didapat untuk berbagai alternatif perencanaan produksi. Langkah-langkah dalam menyusuun perencanaan agregat diantaranya adalah; menentukan besarnya permintaan untuk setiap periode waktu, kemudian menentukan besarnya kapasitas dalam waktu reguler, overtime dan subkontrak, untuk setiap periode, mengidentifikasikan kebijakan perusahaan yang jitu seperti perawatan, safety stock sebesar lima persen dari permintaan dan perawatan untuk kestabilan tenaga kerja, menentukan biaya per unit untuk waktu reguler, overtime, subkontrak, inventori yang di tangan, back-orders, lay-offs, dan biaya relevan lainnya dan mengembangkan rencana alternatif dan menghitung biaya untuk masing-masing, untuk seterusnya dapat dipilih satu yang tebaik bagi pemenuhan tujuan.[7]

Chase strategy

Metode ini dilakukan dengan menyesuaikan tingkat output dengan ramalan permintaan untuk setiap periode, jumlah pekerja dan variasi produksi. Metode ini umumnya banyak digunakan oleh perusahaan jasa.[8] Keuntungan dalam penggunaan strategi ini memungkinkan persediaan disimpan ke tingkat serendah mungkin dan sebagian besar perusahaan yang menerapkan chase strategy dalam perencanaan agregat merupakan perusahaan yang menganut konsep produksi Just In Time.[9]

Level strategy

Metode ini menyatakan bahwa tingkat produksi seragam sepanjang waktu, menggunakan persediaan atau waktu idle sebagai cadangan, dengan tingkat produksi stabil mengarah pada kualitas dan produktivitas yang lebih baik.[8] Untuk memenuhi perubahan permintaan pelanggan, perusahaan harus menaikkan atau menurunkan tingkat persediaan untuk mengantisipasi kenaikan atau penurunan perkiraan tingkat permintaan. Perusahaan mempertahankan tingkat tenaga kerja dan tingkat output yang stabil ketika permintaan agak rendah. Hal ini memunginkan perusahaan untuk menetapkan tingkat persediaan yang lebih tinggi daripada yang dibutuhkan saat ini.[9]

Hybrid strategy

Hybrid strategy atau kombinasi dalam perencanaan agregat merupakan kombinasi dari level strategy dan chase strategy. Metode ini berusaha untuk menciptakan keseimbangan antara kapasitas (tingkat produksi), tenaga kerja, dan tingkat persediaan sambil menanggapi permintaan yang berubah-ubah. Metode kombinasi memungkinkan terwujudnya tujuan proyek dan kebijakan organisasi dengan biaya yang jauh lebih rendah daripada level strategy atau chase strategy.[10]

Perencanaan agregat bisnis jasa

Perencanaan agregat dalam bisnis jasa adalah untuk memproyeksikan permintaan pelanggan, besarnya kapsitas, dan kapabilitas tenaga kerja. Pada umumnya industri manufaktur mempunyai kesamaan dengan perencanaan agregat bagi industri jasa, tetapi terdapat beberapa perbedaan dalam ciri umum, diantaranya adalah; bisnis jasa tidak dapat disimpan sehingga tidak ada persediaannya, permintaan akan jasa biasanya sulit untuk diperkirakan terutama karena volume permintaan akan jasa sangat variabel, ketersediaan kapasitas jasa sulit untuk diprediksi, dan fleksibilitas tenaga kerja dapat memudahkan atau menguntungkan bagi bisnis jasa.[11]

Referensi

  1. ^ Nur 2017, hlm. 104.
  2. ^ Assauri 2016, hlm. 209-211.
  3. ^ Eunike 2021, hlm. 145.
  4. ^ Nur 2017, hlm. 106.
  5. ^ Nur 2017, hlm. 207.
  6. ^ Nur 2017, hlm. 108.
  7. ^ Assauri 2016, hlm. 212.
  8. ^ a b Hidayat 2019, hlm. 104.
  9. ^ a b "Aggregate Planning - strategy, organization, levels, system, examples, model, type, company, system". www.referenceforbusiness.com. Diakses tanggal 2022-01-08. 
  10. ^ "The Definitive Guide to Aggregate Planning | Wrike". www.wrike.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-08. 
  11. ^ Assauri 2016, hlm. 213.

Daftar pustaka

Kembali kehalaman sebelumnya