Share to:

 

Petak (hutan)


Petak (atau Compartment) yang dikelola oleh pengelola hutan, seperti Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Perum Perhutani atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) adalah unit manajemen dan unit administrasi terkecil dari implementasi asas kelestarian hasil dengan luasan tertentu dan permanen yang mendapat perlakuan pengelolaan dan silvikultur yang sama,[1] seperti penanaman, pengayaan, pemeliharaan, tumpangsari, dan penebangan.[2] Petak pada KPH merupakan bagian dari Blok. Blok merupakan suatu bagian wilayah yang dibuat oleh KPH bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan.[3]

Petak yang dikelola dibagi bedasarkan: Produktivitas dan potensi areal/lahan; Keberadaan kawasan lindung, seperti kawasan bergambut, kawasan resapan air, sempadan pantai, dsb; serta Rancangan areal yang akan direncanakan[4]. Petak dipisahkan dengan jalan permanen atau jalur cabang dan setiap petak memiliki tanda berupa angka dan huruf, contohnya 1A, 2B, dsb. Tanda tersebut dinamakan pal batas (dengan jarak Hm, sehingga bisa disebut juga dengan pal Hm) dan dimulai dari barat laut dan dilanjutkan searah jarum jam sebagai patokan awal.[1]

Anak Petak

Jika didalam suatu Petak pada Kelas Hutan tertentu yang memiliki perbedaan bonita atau kepadatan bidang dasar (KBD) yang nyata antar satu tegakan dengan tegakan lain, maka diberlakukan pembagian Anak Petak (atau Subcompartment)[5]. Anak Petak merupakan suatu cara untuk membedakan pengelolaan silvikultur dalam suatu petak. Perbedaan tersebut dapat berupa tindakan perbaikan yang akan dilakukan, seperti tindakan silvikultur, tindakan pemberantasan hama, dan tindakan kebakaran hutan[6], Bonita, ataupun KBD.

Anak Petak memiliki kriteria-kriteria seperti luas Anak Petak kurang dari 4 Ha atau 5 Ha dan lebih dari 100 m2; Bentuk Anak Petak dibuat secara sederhana dan jelas dan mengikuti topografi lapangan yang dibatasi oleh perbedaan tanaman yang jelas; Perbedaan bonita dan KBD yang nyata memiliki perbedaan sebesar 1 (satu) angka penuh untuk bonita dan 3/10 untuk KBD; dan ditandai oleh huruf kecil mengikuti dari petak tersebut, contohnya 1A-a, 2B-a, dsb[7].

Referensi

  1. ^ a b "KPH di Jawa". kph.menlhk.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-03-04. Diakses tanggal 2020-02-09. 
  2. ^ "Pembentukan Unit Manajemen Kawasan Kelola Rehabilitasi Hutan dan Sistem Pendukungnya | San Afri Awang Online" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-02-09. 
  3. ^ "Blok yg ada di KPH apakah sama dengan blok yg ada di IUPHHK?". kph.menlhk.go.id. Diakses tanggal 2020-02-09. [pranala nonaktif permanen]
  4. ^ Direktur Jenderal Planologi Kehutanan 2012, hlm. 19: "Pembagian petak memperhatikan: Produktivitas dan potensi areal/lahan; Keberadaan kawasan lindung, yang meliputi Kawasan bergambut, kawasan resapan air, Sempadan pantai, Sempadan sungai, Kawasan sekitar danau/waduk, Kawasan sekitar mata air, Kawasan Cagar Budaya, Kawasan Rawan Bencana Alam, Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah, Kawasan Pengungsian Satwa, dan Kawasan Pantai Berhutan Bakau; dan Rancangan areal yang akan direncanakan antara lain untuk pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, pemberdayaan masyarakat."
  5. ^ Direktur Jenderal Kehutanan 1974, hlm. 13: "Jika dalam suatu petak berbagai-bagai kelas hutan (kelas umur) ataupun dalam suatu kelas hutan, tetapi dengan perbedaan besar dalam bonita atau kepadatan bidang dasar, maka petak itu dibagi atas anak petak sepanjang pembagian tersebut diperlukan."
  6. ^ Wanggai 2009, hlm. 133: "Karena sifat anka petak sementara dan ditentukan oleh perubahan sifat-sifat yang terjadi setiap saat, maka dalam pengelolaan, khususnya dalam anak petak diupayakan tindakan-tindakan perbaikan, misalnya tindakan-tindakan silvikultur, tindakan-tindakan pemberantasan hama, dan pencegahan kebakaran."
  7. ^ Direktur Jenderal Kehutanan 1974, hlm. 13 - 15: "Anak petak memiliki kriteria sebagai berikut: Luas, Bentuk, Batas-batas tetumbuhan, pemisahan anak petak bedasarkan bonita dan/atau KBD, dan huruf."

Daftar Pustaka

  • Direktur Jenderal Planologi Kehutanan (2012). Petunjuk Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Jakarta: Debut Wahana Sinergi. 
  • Direktur Jenderal Kehutanan (1974). Peraturan Inventarisasi Hutan Jati (Lampiran I Surat Keputusan Direktur Jendral Kehutanan No. 143/KPTS/Dj/I/74 Tanggal 10 Oktober 1974). Jakarta: Direktur Jenderal Kehutanan. 
  • Wanggai, Frans (2009). Manajemen Hutan. Jakarta: Grasindo. ISBN 9789790258884. 
Kembali kehalaman sebelumnya