Pre project selling
Pre project selling adalah adalah suatu sistem penjualan properti oleh developer berupa konsep, desain atau gambar sebelum properti yang dijual selesai dibangun.[1] Sistem penjualan banyak diterapkan oleh pengembang properti perumahan, apartemen, rumah susun, dan properti lainnya. Jual beli yang dilakukan sebelum adanya pembangunan properti ini, dilakukan dengan suatu perjanjian baku yang disebut dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Dalam PPJB ini, memuat kewenangan dan keharusan kedua belah pihak yang kemudian dituangkan dalam suatu akta jual beli yang ditandatangani oleh notaris.[2] Perjanjian pengikatan jual beli ialah suatu kesepakatan yang dilakukan oleh pihak pembangunan dan orang pada umumnya untuk melaksanakan kegiatan jual beli rumah atau satuan rumah susun yang dapat diselenggarakan oleh pelaku pembangunan sebelum konstruksi atau dalam proses konstruksi untuk rumah tunggal dan rumah deret yang dinyatakan dalam akta notaris.[3] Adanya sistem pre project selling yang dilakukan oleh developer ini bertujuan untuk mengetahui respon pasar terhadap projek properti yang akan mereka bangun. Sistem pemasaran ini kerap menggunakan brosur-brosur, maket, dan desain yang menampilkan visual projek properti itu sendiri. Biasanya, developer melakukan sistem penjualan dengan pre project selling melalui pembuatan Perjanjian Pengikatan Juali Beli (PPJB) terlebih dahulu sebelum objek jual beli tersebut dibangun. Hal ini bertujuan agar pengembang dan konsumen dapat memenuhi hak dan kewajiban sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka buat melalui PPJB tersebut. Kemudian, setelah adanya kesepakatan tersebut pihak konsumen dapat memulai angsuran seiring berjalannya pembangunan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat kedua belah pihak yang tertuang pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Dengan adanya uang angsuran tersebut, pengembang dapat memulai proses pembangunan properti sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati oleh pihak konsumen dan developer. Dasar hukumSecara yuridis, terkait sistem pre project selling diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam Pasal 42 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2011 menyebutkan terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi terleih dahulu dalam sistem pemasaran perumahan yang masih dalam proses pembangunan, yaitu:
Kemudian, dalam pasal 43 ayat 1 UU Rumah Susun juga menyebutkan mengenai jual beli apartemen yang dilakukan sebelum konstruksi diselesaikan dapat dilakukan melalui PPJB yang dibuat dihadapan notaris, dimana dalam pelaksanaan PPJB tersebut harus menyempurnakan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 43 Ayat 2 UU Rumah Susun.
a. status kepemilikan tanah; b. kepemilikan IMB; c. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; d. keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen); e. hal yang diperjanjikan. Sistem pemasaran dengan pre project selling ini Sebelum populer seperti saat ini, sistem pemasaran pre project selling telah populer sejak tahun 1967 lalu, yang berawal digunakan di Prancis. Kemudian mulai merambah di Indonesia seiring dengan lahirnya asas kebebasan berkontrak yang tertuang dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya”. Referensi
|