Share to:

 

Pribumisasi islam


Pribumisasi Islam adalah suatu konsepsi Islam di Indonesia yang membedakan dirinya dengan Islam di kawasan Arab. Pribumisasi Islam merupakan suatu bentuk dalam upaya penyesuaian ajaran Islam dengan budaya Nusantara. Konsep tersebut bukanlah hal yang dapat meninggalkan ajaran agama demi budaya dan sebaliknya. Akan tetapi, pribumisasi Islam sebagai konsep yang tetap mempertahankan budaya dengan ajaran Islam yang bersumber pada ushul fikih dan kaidah fikih.[1] Pada intinya, pribumisasi Islam merupakan konsep yang "mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan lokal dalam menguraikan hukum dalam ajaran Islam dengan tidak menghilangkan unsur agama tersebut".[2]

Pemikiran Pribumisasi Islam Gus Dur

Pemikiran pribumisasi islam Gus Dur telah muncul sejak era 80-an. Maksud dari pribumisasi itu sendiri menurut Gus Dur ialah perwujudan kehidupan Islam, bukan ajaran yang menyinggung kepercayaan dan peribadatan. Di manapun islam berada, islam tetaplah islam. Tak perlu landasan Al-Quran maupun Hadits. Namun, bukan berarti semuanya disamaratakan. Inti dari pemikiran Gus Dur yaitu bagaimana caranya untuk memayungi agama islam sebagai budaya dengan cara memanifestasikan kepentingan seluruh bangsa.[3] Gus Dur ingin meluruskan bahwa islam yang perlu beradaptasi terhadap kebudayaan sesuai dengan tempatnya dikarenakan segala sesuatu itu tidak bisa secara langsung harus mengikuti islam. Dengan kata lain, kehadiran Islam di Indonesia harus bisa menyesuaikan diri dengan cara melakukan akulturasi dengan konteks Indonesia.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "Pribumisasi Islam". nu.or.id. Diakses tanggal 2021-10-16. 
  2. ^ Hastriana, Anna Zakiyah (2013). "Pribumisasi Hukum Islam dalam Pesantren". Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam. 7 (1): 27–38. doi:10.24090/mnh.v7i1.574. ISSN 2579-4167. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-10-16. Diakses tanggal 2021-10-16. 
  3. ^ Fitriah, Ainul (2013-06-03). "Pemikiran Abdurrahman Wahid tentang Pribumisasi Islam". Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam (dalam bahasa Inggris). 3 (1): 39–59. doi:10.15642/teosofi.2013.3.1.39-59. ISSN 2442-871X. 
Kembali kehalaman sebelumnya