Pulau kestabilan nuklirDalam fisika nuklir, pulau kestabilan adalah sekumpulan isotop dari unsur superberat yang diprediksi memiliki waktu paruh yang jauh lebih panjang daripada isotop-isotop superberat yang telah diketahui. Menurut prediksi ini, isotop-isotop tersebut akan muncul sebagai "pulau" di tabel nuklida, terpisah dari isotop-isotop stabil dan isotop radioaktif "primordial" yang berumur panjang. Secara teori, kestabilan anggota pulau ini terjadi akibat efek "bilangan ajaib" proton dan neutron yang menambah kestabilan inti atom. Jika berhasil ditemukan, anggota-anggota pulau ini diprediksi berada di penghujung tabel periodik yang telah diketahui, dengan jumlah neutron melebihi isotop-isotop yang telah ditemukan saat ini. Terdapat sejumlah prediksi mengenai lokasi persis pulau kestabilan ini, kebanyakan menyebutkan wilayah di sekitar nomor atom (Z) 114 (kopernisium, Cn) dan 112 (flerovium, Fl) dan jumlah neutron (N) sekitar 184 yang diprediksi memiliki kulit neutron penuh.[2] Model-model prediksi ini memperkirakan bahwa kulit penuh yang terdapat dalam nuklida-nuklida (inti atom) anggota pulau tersebut akan menambah kestabilan terhadap fisi (pembelahan) maupun peluruhan alfa. Efek terbesar dari fenomena ini diperkirakan berada dekat Z = 114 dan N = 184, tetapi unsur-unsur di sekitarnya pun diperkirakan ikut memiliki kestabilan tambahan. Selain itu, ada kemungkinan pulau-pulau kestabilan lain di sekitar nuklida lebih berat lagi yang memiliki bilangan ajaib ganda (baik jumlah proton dan neutronnya sama dengan bilangan ajaib). Menurut sebagian perkiraan, waktu paruh unsur-unsur dalam pulau kestabilan berkisar dalam hitungan menit atau hari, tetapi ada juga perkiraan yang memprediksi waktu paruh jutaan tahun.[3] Walaupun model kulit nuklir yang memprediksi keberadaan bilangan ajaib sudah digagas sejak tahun 1940-an, keberadaan inti atom superberat berumur panjang belum pernah didemonstrasikan secara pasti. Seperti unsur-unsur superberat lainnya, nuklida-nuklida anggota pulau kestabilan belum pernah ditemukan di alam, sehingga harus dibuat melalui reaksi nuklir agar dapat dipelajari. Para ilmuwan masih belum menemukan cara melakukan reaksi nuklir yang dapat menghasilkan anggota pulau kestabilan. Kemungkinan dibutuhkan jenis reaksi baru agar dapat menyintesis inti-inti atom yang berada di tengah pulau ini. Belakangan ini, telah terjadi sintesis unsur-unsur superberat hingga unsur dengan nomor atom 118 (oganeson) dan memiliki hingga 177 neutron, menunjukkan adanya efek kestabilan kecil di sekitar nomor atom 110—114 yang dapat berlanjut ke isotop-isotop lain, sehingga mendukung hipotesis keberadaan pulau kestabilan.[2][4] Selain itu, beberapa inti atom superberat dengan nomor atom disekitar lokasi pulau kestabilan diduga ditemukan dalam kristal olivin dalam meteorit pada 2013. Pengamatan unsur superberat di alam ini belum dikonfirmasi melalui penelitian terpisah, tetapi jika benar dapat menjadi bukti kuat yang mendukung keberadaan pulau ini. Latar belakangKestabilan nuklidaKomposisi sebuah nuklida atau inti atom ditentukan oleh jumlah proton Z (disebut juga nomor atom) dan jumlah neutron N, dan jumlah Z + N adalah bilangan massa, A. Inti-inti dengan nomor atom yang sama merupakan unsur yang sama, dan nomor atom tersebut menentukan posisi unsur itu di tabel periodik. 3300 nuklida yang diketahui saat ini[5] (dengan kombinasi Z dan N yang berbeda) biasanya digambarkan dalam sebuah tabel atau diagram dengan dua dimensi yang menunjukkan bilangan Z dan N (lihat gambar), dan nuklida yang tidak stabil diindikasikan dengan waktu paruhnya.[6] Hingga 2019, 252 nuklida diketahui bersifat stabil (tidak pernah diamati mengalami peluruhan).[7] Unsur terakhir yang diketahui memiliki isotop stabil adalah timbal (Z = 82).[a][b] Semakin berat suatu unsur biasanya semakin berkurang kestabilannya (diukur berdasarkan waktu paruh isotop berumur terpanjang).[10] Semakin tinggi jumlah proton suatu unsur, biasanya dibutuhkan rasio neutron:proton yang lebih tinggi agar stabil, tetapi kestabilan juga menurun jika rasio ini terlalu tinggi. Alhasil, baik jumlah neutron terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan inti atom menjadi tidak stabil.[11] Kestabilan inti ditentukan oleh energi pengikatannya, semakin tinggi energi pengikatan maka semakin stabil suatu inti. Energi pengikatan per nukleon (proton atau neutron) meningkat selaras dengan nomor atom hingga kawasan sekitar A = 60, lalu menurun.[12] Jika sebuah inti atom dapat dibelah menjadi dua bagian yang memiliki total energi lebih rendah (akibat energi pengikatan lebih tinggi), maka inti tersebut tidak stabil. Inti ini dapat bertahan untuk sementara waktu karena adanya perintang potensial yang menghalangi pembelahan tersebut, tetapi perintang ini dapat diterobos dengan penerowongan kuantum. Semakin kecil perintang ini dan semakin kecil total massa hasil pembelahan, maka semakin besar kemungkinan terjadinya pembelahan per satuan waktu, sehingga waktu paruhnya lebih pendek.[13] Proton-proton dan neutron-neutron dalam suatu inti terikat dengan adanya tarikan gaya nuklir kuat, yang mengimbangi gaya tolak-menolak antara proton-proton yang bermuatan positif akibat hukum Coulomb. Pada inti-inti yang lebih besar, dibutuhkan lebih banyak neutron (yang tidak memiliki muatan listrik) untuk mengimbangi gaya tolak-menolak proton yang semakin besar. Saat para ilmuwan mulai menyintesis unsur-unsur berat yang tidak ditemukan di alam, mereka menemukan kestabilan unsur semakin berkurang dengan semakin besarnya nomor massa.[14] Karena itu, muncul spekulasi bahwa suatu saat tabel periodik akan berakhir karena tidak ada lagi unsur yang mungkin disintesis.[15] Para penemu plutonium (nomor atom 94) sempat mempertimbangkan menamakannya "ultimium" (dari kata Latin yang berarti "terakhir").[15] Selanjutnya ditemukan unsur-unsur yang lebih berat, tetapi sebagian langsung meluruh dalam beberapa mikrosekon, sehingga timbul dugaan bahwa keberadaan unsur-unsur yang lebih berat akan dicegah oleh pembelahan spontan. Pada 1939, ilmuwan memperkirakan batas atas tabel periodik adalah sekitar nomor atom 104,[16] dan setelah ditemukannya unsur-unsur setelah aktinida (golongan aktinida berakhir dengan Z = 103) pada awal 1960-an perkiraan ini direvisi menjadi 108.[14] Bilangan ajaibKeberadaan unsur-unsur superberat mulai disebutkan sejak tahun 1919. Unsur-unsur ini memiliki nomor atom jauh di atas uranium (Z = 92), unsur terberat yang telah ditemukan saat itu. Pada tahun tersebut, fisikawan Jerman Richard Swinne mengemukakan pendapat bahwa unsur-unsur dengan nomor atom sekitar 108 adalah sumber radiasi pada sinar kosmik. Swinne tidak berhasil melakukan pengamatan dengan hasil yang pasti, tetapi pada 1931 ia berhipotesis bahwa unsur-unsur transuranium dengan nomor atom sekitar 100 atau 108 bisa jadi memiliki waktu paruh yang relatif lebih besar atau bahkan ada di alam.[17] Pada 1955, fisikawan Amerika Serikat (AS) John Archibald Wheeler juga berteori tentang keberadaan unsur-unsur ini,[18] dan ia dianggap menelurkan istilah "unsur superberat" dalam sebuah artikel ilmiah yang ia tulis bersama Frederick Werner pada 1958.[19] Namun, gagasan ini tidak mendapat perhatian besar hingga dasawarsa berikutnya, setelah terjadi kemajuan dalam model kulit inti. Dalam model ini, inti atom tersusun dalam berbagai lapisan kulit untuk proton dan untuk neutron, seperti halnya lapisan kulit elektron. Setiap proton dan neutron masing-masing memiliki tingkat energi yang relatif berdekatan, kecuali jika lapisan kulit sebelumnya telah penuh maka proton atau neutron selanjutnya membutuhkan energi yang jauh lebih besar. Dengan demikian, menurut model ini energi pengikatan tiap nukleon dapat mencapai "puncak" lokal dan inti-inti atom dengan kulit yang penuh menjadi lebih stabil dibandingkan kulit yang tidak penuh.[20] Teori tentang model kulit inti berasal dari tahun 1930-an, tetapi perumusan yang benar baru ditemukan pada 1949 secara terpisah oleh fisikawan Jerman Maria Goeppert Mayer serta Johannes Hans Daniel Jensen et al.[21] Jumlah nukleon yang menghasilkan kulit penuh disebut "bilangan ajaib". Untuk neutron, diketahui dari pengamatan bahwa bilangan ajaib ini nilainya 2, 8, 20, 28, 50, 82, dan 126, dan angka berikutnya diprediksi adalah 184.[4][22] Proton diketahui memiliki bilangan ajaib 2, 8, 20, 28, 50, 82,[23] sedangkan sejak tahun 1940-an angka 126 telah diprediksi sebagai bilangan berikutnya.[24] Nuklida-nuklida dengan jumlah neutron dan jumlah proton sesuai bilangan ajaib dianggap "ajaib ganda" dan memiliki kestabilan lebih tinggi dari tetangganya akibat tingginya energi pengikatan.[25] Pada akhir 1960-an model kulit inti yang lebih mutakhir dibuat oleh fisikawan AS William Myers bersama fisikawan Polandia Władysław Świątecki, serta secara terpisah oleh fisikawan Jerman Heiner Meldner. Dengan menggunakan model-model ini dan mempertimbangkan gaya tolak Coulomb, Meldner memprediksi bilangan ajaib berikutnya untuk proton adalah 114 (alih-alih 126 seperti neutron).[26] Myers dan Świątecki agaknya adalah ilmuwan pertama yang menyebut istilah "pulau kestabilan", dan kimiawan AS Glenn Seaborg (yang kelak menemukan banyak unsur superberat), segera menggunakan istilah ini dan mempopulerkannya.[24][27] Myers dan Świątecki juga memprediksi bahwa beberapa inti superberat akan berumur lebih panjang akibat tingginya perintang fisi inti atom tersebut. Model kulit ini kemudian dikembangkan oleh fisikawan Uni Soviet Vilen Strutinsky, menghasilkan metode makroskopik-mikroskopik, yaitu sebuah model massa inti yang mempertimbangkan perubahan perlahan akibat model tetesan cair maupun fluktuasi lokal seperti efek kulit inti. Dengan metode ini, fisikawan Swedia Sven Gösta Nilsson et al. maupun kelompok-kelompok lainnya dapat menghitung secara rinci kestabilan inti-inti atom dalam pulau kestabilan.[26] Dengan model ini, Strutinsky, Nilsson, dan kelompok-kelompok berteori 298Fl (Z = 114, N = 184) adalah sebuah nuklida ajaib ganda dan bukan 310Ubh (Z = 126, N = 184) seperti yang diprediksi sejak 1957.[26] Setelah ini, muncul berbagai prediksi bilangan ajaib selanjutnya untuk proton dalam rentang 114 hingga 126, dan belum ada kesepakatan di kalangan para ilmuwan.[4][28][29] Penemuan unsur-unsur superberat
Minat ilmiah terhadap adanya pulau kestabilan terus meningkat pada tahun 1960-an, terutama karena beberapa perhitungan memprediksi bahwa akan ada nuklida dengan waktu paruh miliaran tahun.[37][38] Nuklida-nuklida dalam pulau kestabilan diperkirakan stabil terutama terhadap terjadinya pembelahan spontan walaupun massa atomnya besar.[26][39] Muncul pemikiran bahwa jika terdapat unsur-unsur superberat dengan umur yang cukup panjang, unsur-unsur tersebut akan memiliki sifat nuklir dan kimia yang dapat dimanfaatkan. Di antaranya, unsur-unsur ini dapat digunakan dalam pemercepat partikel sebagai sumber neutron, dan dalam senjata nuklir karena diprediksi memiliki massa kritis kecil dan menghasilkan jumlah neutron tinggi per fisi,[40] dan sebagai bahan bakar nuklir untuk misi luar angkasa.[29] Karena spekulasi-spekulasi ini, banyak peneliti mencari unsur-unsur superberat pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an, baik mencarinya di alam maupun berusaha menyintesisnya dalam pemercepat artikel.[18] Pada 1970-an, eksperimen-eksperimen untuk menyintesis berbagai unsur dengan nomor atom 107 hingga 127 dilakukan di sejumlah laboratorium di seluruh dunia, tetapi tidak ada yang berhasil.[41][42] Upaya ini dilakukan dengan reaksi-reaksi yang disebut fusi-evaporasi, yaitu dengan iradiasi sebuah ion inti dipercepat terhadap sebuah target inti berat dalam sebuah siklotron. Inti baru terbentuk ketika kedua inti ini berfusi (bergabung) dan sistem yang dihasilkan melepas energi melalui evaporasi berbagai partikel (terutama proton, neutron, dan partikel alfa). Reaksi jenis ini dibagi menurut energi eksitasi sistem yang dihasilkan, yaitu menjadi fusi "dingin" (energi eksitasi lebih rendah) dan "panas" (energi eksitasi lebih tinggi). Perbedaan ini memengaruhi hasil reaksi.[43] Contoh reaksi seperti ini adalah antara inti 248Cm dan 40Ar (diharapkan menghasilkan isotop-isotop bernomor atom 114) dan antara 232Th dan 84Kr (diharapkan menghasilkan unsur bernomor 126).[44] Upaya-upaya ini tidak ada yang berhasil, kemungkinan karena eksperimen-eksperimen ini tidak cukup sensitif jika penampang lintang reaksinya terlalu rendah (sehingga rendemennya rendah), atau karena inti atom yang berhasil terbentuk dalam reaksi ini umurnya terlalu pendek untuk dapat dideteksi.[j] Eksperimen-eksperimen selanjutnya menunjukkan bahwa waktu paruh maupun penampang lintang memang mengecil jika nomor atom meningkat, sehingga inti-inti terberat yang terbentuk di setiap eksperimen hanya berjumlah beberapa atom dan berumur sangat pendek.[45] Pencarian unsur-unsur ini di alam juga gagal, kemungkinan karena jika memang unsur-unsur superberat ini ada di alam, maka kelimpahannya sangat kecil (di bawah 10−14 mol unsur superberat per mol bijih).[46] Walaupun upaya mengamati unsur superberat berumur panjang mengalami kegagalan,[26] mulai tahun 1969 unsur-unsur superberat baru mulai ditemukan setiap beberapa tahun di berbagai laboratorium melalui reaksi penembakan ion ringan dan reaksi fusi "dingin".[k] Ruterfordium (nomor atom 104), unsur pertama setelah golongan aktinida, ditemukan pada 1969. Kopernisium, dengan nomor atom 112 (sangat dekat dengan prediksi Z = 114 yang terkait dengan pulau kestabilan), ditemukan pada 1996. Walaupun inti-inti atom ini berumur sangat pendek (waktu paruh berada dalam hitungan detik),[32] keberadaan unsur-unsur lebih berat dari ruterfordium menunjukkan bahwa memang benar ada efek stabilisasi yang ditimbulkan oleh kulit inti yang penuh. Dalam model tanpa pertimbangan efek kulit inti, unsur-unsur superberat ini dianggap mustahil sama sekali karena akan mengalami fisi spontan.[16] Flerovium, dengan jumlah proton sesuai bilangan ajaib 114, pertama kali disintesis pada 1997 di Institut Bersama untuk Riset Nuklir, Dubna, Rusia, oleh sekelompok fisikawan yang dipimpin Yuri Oganessian. Dalam penemuan ini, satu atom bernomor 114 dideteksi dengan umur 30,4 detik, dan produk peluruhannya memiliki waktu paruh dalam hitungan menit.[47] Inti-inti atom yang dihasilkan dalam eksperimen ini mengalami peluruhan alfa alih-alih reaksi fisi, dan waktu paruhnya berkali-kali lipat lebih besar dari yan diprediksi. Peristiwa ini dianggap sebagai "contoh klasik" dari deret peluruhan khas pulau kestabilan, dan menjadi bukti kuat untuk keberadaan pulau kestabilan di wilayah nomor atom ini.[48] Peluruhan berantai yang ditemukan pada 1998 ini tidak pernah diamati lagi, dan hingga kini masih tidak diketahui pasti susunan persisnya.[34] Namun, eksperimen-eksperimen pada dua dasawarsa selanjutnya berhasil menemukan seluruh unsur hingga oganeson (Z = 118), dengan waktu paruh melebihi prediksi sebelumnya dan dengan sifat peluruhan yang mendukung teori pulau kestabilan.[4][36][49] Inti-inti atom yang ditemukan belum mencapai jumlah neutron N = 184 yang diperkirakan sebagai puncak kestabilan, dan pusat pulau kestabilan belumlah diketahui.[3][4] Inti atom yang telah dikonfirmasi dengan jumlah neutron tertinggi adalah 293Lv and 294Ts yang masing-masing memiliki 177 proton. Namun, tren yang ada menunjukkan bahwa kestabilan inti atom meningkat dengan semakin mendekati N = 184. Misalnya, isotop 285Cn (N = 173) memiliki waktu paruh hampir 105 kali lebih besar daripada isotop unsur yang sama 277Cn dengan N = 165. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut dalam isotop-isotop lebih berat yang belum ditemukan.[50] Deformasi inti atomWalaupun inti atom anggota pulau kestabilan dengan sekitar 184 neutron diprediksi berbentuk seperti bola, penelitian pada awal 1990-an menunjukkan bahwa unsur-unsur superberat tidak selalu memiliki inti atom dengan bentuk bulat sempurna.[51][52] Perubahan bentuk inti atom menyebabkan berubahnya posisi proton dan neutron. Penelitian-penelitian baru menunjukkan bahwa beberapa inti atom yang besar mengalami deformasi atau kecacatan sehingga bilangan ajaib dapat bergeser atau bilangan-bilangan baru dapat muncul. Penelitian teoretis saat ini menunjukkan bahwa pada kawasan Z = 106–108 dan N ≈ 160–164, inti-inti atom kemungkinan memiliki ketahanan terhadap reaksi fisi akibat efek kulit inti pada inti atom yang terdeformasi. Alhasil, inti-inti atom dalam kawasan ini mungkin hanya mengalami peluruhan alfa.[53][54][55] Isotop hasium-270 kini dianggap sebagai inti berbilangan ajaib ganda, dengan Z = 108 and N = 162.[56] Isotop ini memiliki waktu paruh 9 detik.[32] Hal ini konsisten dengan model yang mempertimbangkan kecacatan inti-inti atom yang terletak di antara golongan aktinida dan pulau kestabilan sekitar N = 184, yang memperkirakan adanya "tanjung" kestabilan dekat bilangan ajaib untuk inti atom cacat di sekitar Z = 108 and N = 162.[57][58] Sifat-sifat peluruhan pada isotop-isotop hasium dan seaborgium dekat N = 162 memberi tambahan bukti terhadap kawasan yang relatif stabil ini bagi inti atom yang terdeformasi.[39] Hal ini juga menunjukkan kemungkinan bahwa pulau kestabilan tidak sepenuhnya terpisah dari kawasan inti-inti atom yang stabil, tetapi terhubung oleh "tanah genting" inti atom terdeformasi yang relatif stabil.[57][59] Prediksi sifat peluruhanWaktu paruh isotop-isotop dalam pulau kestabilan belum diketahui karena belum ada inti atom dari pulau ini yang telah diamati. Para fisikawan berusaha memperkirakannya secara teoretis, dan kebanyakan meyakini bahwa waktu paruhnya cukup pendek, yakni dalam hitungan menit atau hari.[3] Namun, beberapa perhitungan teoretis juga menunjukkan kemungkinan waktu paruh yang panjang, dalam hitungan ratusan tahun,[2][45] atau bahkan miliaran tahun.[38] Penuhnya kulit inti pada N = 184 diperkirakan menyebabkan waktu paruh sebagian yang lebih lama untuk peluruhan alfa dan pembelahan spontan.[2] Kulit yang penuh diperkirakan menghasilkan perintang pembelahan yang lebih tinggi untuk inti di sekitar 298Fl (N = 184 dan Z = 114), sehingga mencegah terjadinya pembelahan dan kemungkinan meningkatkan waktu paruh fisi sekitar 1030 kali lipat inti atom yang kulitnya tidak penuh.[26][60] Sebagai contoh, isotop 284Fl (Z = 114, N = 170) mengalami pembelahan dengan waktu paruh 2,5 milisekon, dan dianggap sebagai salah satu nuklida dengan defisit neutron terbesar yang masih mendapat efek stabilisasi dari kulit inti di sekitar N = 184.[33] Di atas isotop ini, terdapat isotop-isotop yang belum ditemukan dan sebagian diprediksi mengalami pembelahan dengan waktu paruh lebih kecil lagi, sehingga memperkecil kemungkinan keberadaan[l] atau pengamatan[j] inti-inti atom superberat yang tidak berdekatan dengan lokasi pulau kestabilan (yaitu dengan N < 170 maupun dengan Z > 120 dan N > 184).[11][16] Inti-inti atom ini dapat mengalami peluruhan alfa atau pembelahan spontan dalam hitungan mikrosekon atau bahkan lebih kecil lagi (beberapa pembelahan diperkirakan terjadi dengan waktu paruh 10−20 detik jika tidak ada perintang fisi).[53][54][55][60] Sebaliknya, 298Fl (Z = 114, N = 184, diperkirakan berada di kawasan puncak dari efek stabilisasi kulit inti) kemungkinan memiliki waktu paruh pembelahan spontan jauh lebih panjang, dalam ukuran 1019 tahun.[26] Di tengah pulau kestabilan, mungkin akan terjadi persaingan antara peluruhan alfa dan pembelahan spontan, walaupun prediksi perbandingan kedua reaksi ini sangat tergantung model yang digunakan.[2] Waktu paruh peluruhan alfa dari 1700 nuklida dengan 100 ≤ Z ≤ 130 telah dihitung menggunakan model penerowongan kuantum dengan nilai Q peluruhan alfa eksperimental maupun teoretis, dan waktu paruh hasil perhitungan tersebut sesuai dengan waktu paruh yang diamati untuk beberapa isotop-isotop terberat.[53][54][55][64][65][66] Nuklida-nuklida berumur terpanjang dalam pulau ini juga diprediksi berada pada garis yang disebut garis kestabilan beta, karena peluruhan beta diperkirakan akan bersaing dengan jenis peluruhan lainnya dekat prediksi lokasi pusat pulau ini, terutama pada isotop-isotop bernomor atom 111 hingga 115. Tak seperti jenis peluruhan lainnya, peluruhan beta tidak mengubah nomor massa tetapi hanya mengubah neutron menjadi proton atau sebaliknya, sehingga dapat menghasilkan inti isobar (bernomor massa sama) yang lebih dekat dengan pusat pulau kestabilan (dengan surplus massa paling rendah). Misalnya, cabang deret peluruhan beta kemungkinan dapat ditemukan pada nuklida seperti 291Fl and 291Nh; kedua nuklida ini jumlah neutronnya hanya sedikit melebihi nuklida-nuklida yang telah diketahui, dan dapat meluruh melalui sebuah "jalur sempit" menuju pusat pulau kestabilan.[1][2] Namun, kemungkinan peran peluruhan beta seperti ini masih sangat kecil karena beberapa isotop dari unsur-unsur di lokasi ini (seperti 290Fl and 293Mc) diperkirakan memiliki waktu paruh peluruhan alfa yang lebih pendek. Alhasil peluruhan alfa dapat mendominasi tanpa persaingan berarti dari peluruhan beta, kecuali jika terdapat kestabilan tambahan yang menghalangi peluruhan alfa pada isomer nuklir tersuperdeformasi nuklida-nuklida ini.[67] Dengan mempertimbangkan seluruh jenis peluruhan, berbagai model memprediksi pergeseran pusat pulau (yaitu nuklida dengan umur terpanjang) dari 298Fl ke nomor atom yang lebih rendah dan memprediksi persaingan antara peluruhan alfa dan pembelahan spontan pada nuklida-nuklida ini.[68] Di antara prediksi seperti ini adalah prediksi waktu paruh 100 tahun untuk 291Cn and 293Cn,[45][63] 1000 tahun untuk 296Cn,[45] dan 300 tahun untuk 294Ds;[60] dua yang terakhir memiliki kulit neutron penuh dengan N = 184. Terdapat juga model yang menyebutkan bahwa kawasan kestabilan tinggi pada 112 < Z < 118 justru disebabkan oleh deformasi inti, dan pusat pulau kestabilan sesungguhnya untuk inti bulat berada di sekitar 306Ubb (Z = 122, N = 184).[69] Namun, model ini mendefinisikan pulau kestabilan sebagai kawasan dengan ketahanan tertinggi terhadap pembelahan alih-alih kawasan dengan waktu paruh total tertinggi;[69] 306Ubb masih diperkirakan memiliki waktu paruh pendek dalam hal peluruhan alfa.[2] Jenis peluruhan lainnya yang berpotensi cukup memengaruhi unsur-unsur superberat adalah peluruhan gugus (peluruhan yang menghasilkan pancaran lebih besar dari sinar alfa tetapi lebih kecil dari pembelahan biasa) yang dikemukakan oleh fisikawan Rumania Dorin N. Poenaru dan Radu A. Gherghescu serta fisikawan Jerman Walter Greiner. Rasio cabang peluruhan gugus terhadap peluruhan alfa diperkirakan meningkat sesuai nomor atom sehingga jenis peluruhan ini mungkin mulai menyaingi peluruhan alfa sekitar Z = 124 dan bahkan mendominasi pada inti-inti berat sekitar Z = 124. Karena itu, peluruhan gugus diperkirakan berperan besar di atas kawasan pulau kestabilan, kecuali jika pusat pulau kestabilan ternyata berada pada lokasi yang lebih tinggi dari perkiraan.[70] Kemungkinan keberadaan di alamWalaupun waktu paruh ratusan atau ribuan tahun adalah umur yang cukup panjang untuk ukuran unsur superberat, waktu tersebut sangat pendek jika dibandingkan dengan usia bumi (sekitar 4,5 miliar tahun) sehingga nuklida dengan waktu paruh demikian tidak mungkin bertahan (sebagai nuklida primordial) sejak bumi terbentuk. Selain itu, ketidakstabilan inti-inti perantara di antara aktinida primordial (232Th, 235U, and 238U) dan pulau kestabilan dapat menghambat produksi inti-inti atom anggota pulau melalui jalur nukleosintesis alami yang disebut proses r. Berbagai model memprediksi bahwa pembelahan spontan adalah jenis peluruhan dominan pada inti atom dengan nomor massa di atas 280, dan fisi terinduksi neutron (pembelahan yang didahului penangkapan neutron) dan fisi tertunda beta (pembelahan yang didahului peluruhan beta) adalah jalur reaksi utama. Alhasil, jalur peluruhan beta menuju pulau kestabilan mungkin hanya didapati dalam sebuah jalur sempit atau dapat sepenuhnya terhambat oleh proses pembelahan, sehingga mencegah sintesis nuklida-nuklida dalam pulau ini.[71] Tidak ditemukannya inti-inti superberat seperti 292Hs dan 298Fl di alam diperkirakan adalah akibat kecilnya rendemen proses r yang dihasilkan oleh mekanisme ini, serta kecilnya waktu paruh sehingga produk yang tersisa tidak lagi dapat dideteksi.[72][m] Walaupun faktor-faktor yang disebut di atas menghambat nukleosintesis alami anggota pulau kestabilan, penelitian tahun 2013 oleh kelompok fisikawan Rusia di bawah pimpinan Valeriy Zagrabaev memperkirakan bahwa isotop kopernisium berumur terpanjang mungkin memiliki kelimpahan 10−12 relatif terhadap timbal, sehingga terbuka kemungkinan dideteksi dalam sinar kosmik.[50] Namun, pada 2013 sebuah eksperimen yang dilaporkan sekelompok fisikawan Rusia yang dipimpin Aleksandr Bagulya menyebut kemungkinan pengamatan terhadap tiga nuklida kosmogenik superberat dalam kristal olivin dalam meteorit. Nomor atom nuklida-nuklida ini diperkirakan antara 105 dan 130 (salah satunya bernomor atom antara 113 dan 129), dan berumur paling tidak 3.000 tahun. Pengamatan ini belum dikonfirmasi melalui penelitian terpisah, tetapi jika benar merupakan bukti kuat keberadaan pulau kestabilan, dan konsisten dengan perhitungan teoretis terhadap waktu paruh nuklida-nuklida ini.[75][76][77] Kemungkinan sintesis dan hambatannyaInti-inti atom anggota pulau kestabilan sangat sulit untuk dibuat karena inti-inti yang tersedia sebagai bahan sintesis tidak memiliki jumlah neutron yang cukup. Gabungan sinar ion radioaktif (seperti 44S dengan 16 proton dan 28 neutron) dengan target antinida seperti 248Cm (96 proton dan 152 neutron) dapat menghasilkan inti atom kaya neutron yang dekat dengan pusat pulau kestabilan, tetapi hingga 2019 sinar radioaktif tersebut belum tersedia dalam intensitas yang memadai untuk eksperimen seperti itu.[50][78][79] Terdapat beberapa isotop yang lebih berat lagi, seperti 250Cm (154 neutron) dan 254Es (99 proton, 155 neutron), yang dapat menghasilkan produk isotop dengan satu atau dua neutron lebih banyak,[50] tetapi isotop-isotop ini sangat langka dan sangat sulit untuk memproduksi jumlah yang cukup (beberapa miligram) untuk dijadikan target reaksi.[80] Selain itu, terdapat kemungkinan untuk mencoba jalur alternatif dalam reaksi fusi-evaporasi yang menggunakan iradiasi 48Ca yang telah menghasilkan sebagian besar isotop kaya neutron yang telah ditemukan saat ini. Jalur alternatif ini adalah jalur pxn (pemancaran proton diikuti beberapa neutron) dan αxn (pemancaran partikel alfa diikuti beberapa neutron) dan memungkinkan sintesis isotop-isotop kaya neutron dari unsur 111 hingga 117.[81] Walaupun reaksi-reaksi pada jalur ini memiliki nilai penampang lintang 1–900 femtobarn yang lebih kecil dari nilai untuk jalur xn (hanya pemancaran neutron), jalur ini masih memungkinan pembuatan isotop-isotop tertentu dari unsur superberat yang tidak mungkin disintesis dengan cara lain.[81][82] Selain diperkirakan mengalami peluruhan alfa dengan waktu paruh relatif panjang, sebagian dari isotop-isotop berat yang berpotensi dihasilkan dari jalur reaksi ini (seperti 291Mc, 291Fl, dan 291Nh) dapat mengalami proses penangkapan elektron (mengubah proton menjadi neutron), sehingga menghasilkan inti yang lebih dekat ke pusat pulau kestabilan (seperti 291Cn). Namun, sintesis ini masih berada di ranah hipotesis karena inti-inti superberat dekat garis kestabilan beta belum pernah disintesis dan prediksi sifat-sifatnya sangat beragam tergantung model yang digunakan.[1][50] Proses penangkapan neutron lambat yang digunakan untuk membuat inti berat seperti 257Fm (100 proton, 157 neutron) dihentikan oleh fenomena "jurang fermium", yaitu pendeknya umur isotop-isotop fermium akibat terjadinya pembelahan spontan (misalnya, 258Fm memiliki waktu paruh 370 µs) sehingga mencegah dilanjutkannya proses tersebut ke unsur-unsur yang lebih berat. Jurang ini dapat dilompati dengan menggunakan rangkaian ledakan nuklir dengan fluks neutron lebih besar (~1000 kali lebih besar dibandingkan reaktor saat ini) sehingga meniru proses r yang terjadi di bintang-bintang.[50] Ini juga dapat digunakan untuk melompati kawasan lain yang diprediksi tak stabil di sekitar A = 275 dan Z = 104–108 sebelum mencapai pulau kestabilan dan menghasilkan jumlah makroskopik unsur-unsur anggota pulai tersebut.[1] Reaksi seperti ini pertama kali diusulkan pada 1972 oleh Meldner,[1] tetapi pengaruh fisi terhadap nuklida-nuklida superberat yang menjadi perantara reaksi ini masih belum diketahui dan dapat berdampak kuat kepada rendemen hasil reaksi seperti ini.[71] Terdapat juga kemungkinan menghasilkan isotop anggota pulau kestabilan seperti 298Fl dengan reaksi transfer multi-nukleon dalam tabrakan energi rendah antara inti-inti aktinida (seperti 238U and 248Cm).[78] Mekanisme kuasifisi terbalik (fusi sebagian diikuti oleh fisi dengan hasil reaksi menjauh dari simetri)[83] ini mungkin menjadi jalur ke pulau kestabilan jika efek kulit inti di sekitar Z = 114 cukup kuat, walaupun mungkin hasil reaksi dengan rendemen lebih tinggi adalah unsur-unsur lebih ringan seperti nobelium dan seaborgium (Z = 102–106).[50][84] Penelitian awal terhadap reaksi transfer 238U + 238U dan 238U + 248Cm gagal memproduksi unsur dengan nomor di atas 101 (mendelevium). Namun, tingginya rendemen pada reaksi 238U + 248Cm membuka kemungkinan bahwa penggunaan pereaksi yang lebih berat seperti 254Es (jika tersedia) dapat menghasilkan unsur superberat.[85] Kemungkinan ini juga didukung oleh perhitungan yang selanjutnya dilakukan, yang memberi kesan bahwa rendemen inti superberat dengan Z ≤ 109 kemungkinan dapat ditingkatkan dengan menggunakan pereaksi yang lebih berat.[79] Penelitian reaksi 238U + 232Th di Insitut Siklotron Universitas Texas A&M oleh Sara Wuenschel et al. menemukan beberapa peluruhan yang tidak diketahui dan kemungkinan berasal dari isotop-isotop kaya neutron dari unsur superberat dengan 104 < Z < 116, tetapi dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menentukan dengan jelas nomor atom yang dihasilkan.[79][86] Hasil ini menunjukkan bahwa efek kulit ini berpengaruh besar terhadap penampang lintang, dan bahwa pada masa yang akan datang pulau kestabilan mungkin dapat dicapai melalui suatu eksperimen yang melibatkan reaksi transfer.[86] Pulau kestabilan lainKulit inti yang penuh dalam inti atom di atas pulau kestabilan utama (sekitar Z = 112–114) dapat menimbulkan pulau-pulau kestabilan yang baru. Terdapat beragam prediksi bilangan ajaib berikutnya serta dua gagasan mengenai posisi kawasan kestabilan berikutnya, yaitu di sekitar 354126 (inti dengan 126 proton dan 228 neutron) serta kawasan kedua di sekitar inti 472164 atau 482164 (dengan 308 atau 318 neutron).[26][60][87] Inti dalam dua pulau kestabilan ini mungkin memiliki ketahanan relatif tinggi terhadap pembelahan spontan dan memiliki waktu paruh peluruhan alfa dalam ukuran tahun, sehingga memiliki kestabilan mirip unsur-unsur di sekitar flerovium (114).[26] Kawasan-kawasan yang relatif stabil juga mungkin muncul akibat penuhnya kulit proton pada nuklida-nuklida yang stabil terhadap peluruhan beta; kawasan yang berpotensi mengalami fenomena ini di antaranya 342126[88] dan 462154.[89] Namun, gaya tolak elektromagnetik antara proton-proton dalam inti-inti berat tersebut mungkin sangat mengurangi kestabilannya, sehingga keberadaannya mungkin terbatas hanya dalam pulau-pulau kecil di dekat kawasan dengan efek kulit inti.[90] Akibat lainnya adalah pulau-pulau ini terpisah dari kawasan nuklida-nuklida umum oleh nuklida-nuklida perantara dan unsur-unsur dalam "laut ketidakstabilan" yang mengalami pembelahan dengan luar biasa cepat, sehingga bisa dianggap mustahil ada.[87] Terdapat juga kemungkinan bahwa di atas nomor atom 126, inti atom akan berada di luar ambang fisi yang digariskan model tetesan cair, sehingga akan mengalami pembelahan dengan luar biasa cepat walaupun berada di dekat bilangan ajaib.[88] Ada juga pendapat bahwa pada kawasan di atas nomor massa 300 terdapat sebuah "benua kestabilan" yang luas dan terdiri dari fase zat kuark stabil, yang dihipotesiskan berisi kuark up dan down yang mengalir bebas alih-alih kuark yang terikat dalam proton dan neutron. Wujud zat seperti ini diteorikan merupakan keadaan energi terendah dari zat barionik dengan energi pengikatan per barion lebih tinggi dibanding zat nuklir, sehingga mendukung peluruhan zat inti menjadi zat kuark. Jika wujud zat ini benar-benar ada, zat tersebut dapat disintesis dengan reaksi fusi yang sama dengan yang menghasilkan inti superberat biasa, dan memiliki kestabilan terhadap fisi akibat ikatannya yang lebih kuat sehingga dapat mengatasi gaya tolak Coulomb.[91] Lihat pulaCatatan penjelas
Referensi
Daftar pustaka
Pranala luar
|