Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) (bahasa Inggris: Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center/INTRAC) adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Lembaga ini memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasaan pencucian uang sekaligus membangun rezim anti pencucian uang dan kontra pendanaan terorisme di Indonesia. Hal ini tentunya akan sangat membantu dalam upaya menjaga stabilitas sistem keuangan dan menurunkan terjadinya tindak pidana asal (predicate crimes). PPATK, yang bertanggung jawab kepada Presiden RI, dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan mana pun. PPATK berkedudukan di Jakarta, Indonesia. Susunan organisasi PPATK terdiri atas kepala, wakil kepala, jabatan struktural lain, dan jabatan fungsional. Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besar dampak negatif terhadap perekonomian suatu negara yang dapat ditimbulkannya, mendorong negara-negara di dunia dan organisasi internasional menaruh perhatian serius dan khusus terhadap pencegahan dan pemberantasan masalah ini. SejarahPPATK didirikan pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Secara umum keberadaan lembaga ini dimaksudkan sebagai upaya Indonesia untuk ikut serta bersama dengan negara- negara lain memberantas kejahatan lintas negara yang terorganisir seperti terorisme dan pencucian uang. Sebelum PPATK beroperasi secara penuh sejak 18 Oktober 2003, tugas dan wewenang PPATK yang berkaitan dengan penerimaan dan analisis transaksi keuangan mencurigakan di sektor perbankan, dilakukan oleh Unit Khusus Investigasi Perbankan Bank Indonesia (UKIP-BI). Selanjutnya dengan penyerahan dokumen transaksi keuangan mencurigakan dan dokumen pendukung lainnya yang dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2003, maka tugas dan wewenang dimaksud sepenuhnya beralih ke PPATK. Dalam perkembangannya, tugas dan kewenangan PPATK seperti tercantum dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Diarsipkan 2015-05-13 di Wayback Machine. telah ditambahkan termasuk penataan kembali kelembagaan PPATK pada Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Diarsipkan 2016-09-10 di Wayback Machine. yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 22 Oktober 2010.[1] Pada tahun 2013, DPR meloloskan UU no. 9 tahun 2013 Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme Diarsipkan 2017-02-15 di Wayback Machine.. Dalam UU tersebut, menjelaskan tentang Transaksi Keuangan Mencurigakan terkait Pendanaan Terorisme yang wajib dilaporkan Penyedia Jasa Keuangan kepada PPATK. Diatur juga mengenai kerahasiaan tugas serta adanya kewenangan PPATK untuk memblokir rekening bermasalah. PPATK sedang mempersiapkan dua buah Rancangan Undang Undang yaitu RUU Perampasan Aset Tindak Pidana (asset recovery) (sejak Prolegnas 2010-2014 dan Prolegnas 2015-2019) serta RUU Pembatasan Transaksi Tunai (sejak Prolegnas 2015-2019) yang draft naskah akademik dan RUU nya selesai dibahas,[2] dan sudah dipegang Pemerintah,[3] dan akan segera diserahkan ke DPR di 2016[4] Tugas, Fungsi, dan WewenangTugas PPATKPasal 39 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menetapkan PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Fungsi PPATKDalam melaksanakan tugasnya, PPATK mempunyai fungsi sebagai berikut (Pasal 40 UU No. 8 Tahun 2010):
Wewenang PPATKPasal 41 UU No. 8 Tahun 2010 mengatur kewenangan PPATK sebagai berikut:
Pasal 42 UU No. 8 Tahun 2010 mengatur kewenangan PPATK sebagai berikut:
Pasal 43 UU No. 8 Tahun 2010 mengatur kewenangan PPATK sebagai berikut: Dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 angka 3, PPATK berwenang:
Pasal 44 UU No. 8 Tahun 2010 mengatur kewenangan PPATK sebagai berikut: (1) Dalam rangka melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 angka 4, PPATK dapat:
(2) Penyedia jasa keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) angka 9 harus segera menindaklanjuti setelah menerima permintaan dari PPATK. Pasal 45 UU No. 8 Tahun 2010 menegaskan bahwa dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam UU No. 8 Tahun 2010, terhadap PPATK tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik yang mengatur kerahasiaan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewenangan PPATK diatur dengan Peraturan Presiden No. 50 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, yang ditetapkan pada tanggal 12 Agustus 2011. Beberapa pihak pun diatur tentang kewajiban melaporkan kepada PPATK yaitu seperti Instansi Pemerintah (PP 2 2016), Advokat, Notaris, Akuntan Publik dan beberapa profesi lainnya (PP 43 2015 Diarsipkan 2016-10-23 di Wayback Machine.) Lihat pula
Referensi
Pranala luar |