Raja Ali Haji: Mata Pena Mata Hati
Raja Ali Haji: Mata Pena Mata Hati adalah film Indonesia yang dirilis pada 2 Mei 2009 dengan disutradarai oleh Gunawan Paggaru dan dibintangi oleh Alex Komang, Henidar Amroe, Cok Simbara, Al azhar, Andi Anhar Chalid, dan Teja Alhabd. Film ini mengangkat perjalanan kesusastraan Melayu, menampilkan tiga sekuel: masa Raja Haji Fisabilillah (kakek Raja Ali Haji), masa Engku Putri Raja Hamidah, dan masa Raja Ali Haji.[1] Film ini pun dimaksudkan untuk mengingatkan masyarakat Indonesia bahwa Raja Ali Haji adalah tokoh penting dalam perjalanan kesusastraan Melayu dengan karya terkenalnya “Gurindam 12″. Melalui film ini, diharapkan generasi muda tidak melupakan khazanah kebudayaan negerinya yang sudah dikenal sejak zaman dulu.[1] SinopsisSetelah melakukan perjalanan ke Daik, Lingga, Batam dan pulau-pulau kecil lainnya di wilayah Kepulauan Riau, Devina, seorang penulis, menganggap Pulau Penyengat adalah tempat yang paling berkesan. Ia menemukan banyak menemukan informasi tentang sejarah Melayu, antara lain kisah perang di Teluk Ketapang, yakni perang melibatkan puak Melayu yang bersekutu dengan puak Bugis melawan Penjajah Belanda dan mengakibatkan gugurnya Raja Haji Fisabilillah. Sementara itu, sosok Engku Putri Raja Hamidah, anak Raja Haji Fisabilillah, adalah pemegang regalia/pusaka simbol kebesaran Melayu. Dia tidak bisa menerima perlakuan semena-mena dari penjajah setelah melihat banyak rakyatnya menjadi korban kesewenangan. Puncak kekesalannya adalah ketika Belanda merebut paksa regalia/pusaka kerajaan itu. Sikap penjajah yang sangat arogan merampas kemerdekaan rakyat Melayu itu sangat membekas di hati masyarakat tanah semenanjung yang dahulu terkenal damai dan sejahtera. Perlawanan terhadap penjajah dilanjutkan oleh cucu Raja Haji Fisabilillah yakni Raja Ali Haji yang dilakukan dengan jalan damai yakni dengan kalam/tulisan. Raja Banyak karyanya yang telah dihasilkan berupa tulisan tentang agama, sosial, politik, dan sastra. "Gurindam 12" adalah salah satu karyanya yang mengulas kaidah bahasa Melayu yang kelak menjadi cikal bakal bahasa Indonesia. Lewat buku Tuhfat al-Nafis karya Raja Ali Haji, Devina menemukan banyak misteri masa lalu yang menyelimuti Pulau Penyengat, pulau yang dahulu menjadi mahar perkawinan Sultan Mahmudsyah untuk Engku Putri Raja Hamidah.[1] Pemeran
Lihat pulaReferensi
Pranala luar
|