Raja Sulaeman
Raja Sulaeman adalah Raja ke-14 Kerajaan Manila dan berasal daripada keluarga kerajaan Maynila, Tondo dan Namayan. Sebelum bangsa Spanyol datang pada tahun 1570an, Raja Sulaeman merupakan pemerintah ke-14 Kota Manila, sebuah kerajaan Tagalog-Muslim yang berdiri sejak tahun 1258.[1][2] Asal UsulRaja Sulaeman, kadang-kadang disebut sebagai Rajah Soliman merupakan cucu dari Abdul Bolkiah dari Kesultanan Brunei, putra dari Sulaiman Bolkiah dan Laila Menchanai (putri Kesultanan Sulu).[3] Ia juga mempunyai keturunan Tagalog dan merupakan cucu kepada Rajah Lontok dan Dayang Kalangitan (pemerintah Kerajaan Tondo dan Namayan) di Pulau Luzon, Filipina. Sejarah
Kerajaan Manila atau dikenal Kota Seludong merupakan gabungan beberapa kerajaan Islam yang pernah menguasai kawasan Manila, Philipina. Pada abad ke 16 kawasan Manila dipimpim oleh Raja Sulaeman, Raja Lakandula dan Raja Matanda. Pada waktu itu Manila adalah negeri yang menganut agama Islam paling utara di Nusantara dan menjalinkan hubungan dekat dengan Kesultanan Brunei, Kesultanan Sulu dan Kesultanan Ternate. Islam datang di Manila pada tahun 1565 mengikuti pedagang-pedagang Melayu dari Indonesia.[4] Kesultanan Brunei mencapai masa kejayaan dari abad XV sampai XVII, ketika daerah kekuasaannya mencapai seluruh pulau Kalimantan dan kepulauan Filipina. Brunei terutama paling kuat dalam masa pemerintahan sultan kelima, Bolkiah (1473-1521), yang terkenal karena perjalanan-perjalanannya di samudera dan menaklukkan Manila; dan pada masa pemerintahan sultan kesembilan, Hassan (1605-1619), yang mengembangkan sistem pengadilan kerajaan, yang unsur-unsurnya masih terdapat sampai hari ini.[5] Setelah Sultan Hassan, kejayaan Brunei memudar karena perebutan kekuasaan dan juga bertumbuhnya pengaruh kekuasaan kolonial Eropa di daerah itu yang, antara lain, mengacaukan jalur-jalur perdagangan tradisional, menghancurkan dasar ekonomi Brunei dan banyak kesultanan Asia Tenggara lainnya. Pada 1839, petualang Inggris James Brooke sampai ke Kalimantan dan menolong Sultan Brunei menumpas sebuah pemberontakan. Sebagai imbalannya, ia menjadi gubernur dan kemudian "Rajah Putih" dari Sarawak di Kalimantan barat laut dan kemudian mengembangkan daerah kekuasaan di bawah pemerintahannya. Brooke tidak pernah mengambil alih kekuasaan di Brunei, walaupun ia mencoba untuk melakukan hal itu. Ia bertanya kepada pemerintah Britania apakah ia boleh mengakui Brunei sebagai miliknya, tetapi ditolak. Walaupun Brunei diperintah dengan kurang baik, ia memiliki perasaan dan identitas nasional, dan karena itu tidak dapat direbut oleh Brooke.[5] Kedatangan bangsa Spanyol yang dipimpin Martín de Goiti dan Juan de Salcedo ke Filipina disambut baik oleh Raja Sulaeman. Raja Sulaeman menjalin kerjasama dan menawarkan rempah ratus kemereka serta dayang-dayang sebagai hadiah. Tetapi setelah beberapa minggu kemudian, Raja Sulaeman mulai sadar bahawa Spanyol sudah mengambil kesempatan dan mencoba untuk merebut kota Manila karena faktor kekayaan hasil buminya. Pada akhirnya Raja Sulaeman melancarkan serangan kepada bangsa Spanyol di Manila.[6][7] Meski begitu, Raja Sulaeman, benar-benar Muslim berhati singa, tidak takut. Beberapa tahun kemudian, dia melawan Spanyol lagi. Dia meminta kepala suku lain dari Hagonoy, Macabebe dan barangay tetangga Bulacan dan Pampanga lainnya untuk memperjuangkan kebebasan mereka bersamanya. Namun pamannya, Raja Lakandula dari Tondo, tidak membantunya. Dalam pertempuran sengit di Bangkusay, Tondo, Sulaiman tewas. Dia mati berjuang untuk kehormatan dan kebebasan negerinya. Dia adalah salah satu Pahlawan Filipina paling pemberani.[8] Sultan dan Raja di Manila.[9]
Kota ManilaFilipina adalah sebuah gugusan kepulauan rumpun Melayu, yang mempunyai berbagai macam bahasa daerah diantaranya adalah bahasa Mindanao dan Tagalog ( Bahasa Nasional Filipina ), walaupun bahasa daerah Filipina begitu banyak namun perbedaan bahasanya tidak begitu terasa seperti bahasa daerah di Indonesia, artinya orang Filipina satu tahu apa yang diucapkan oleh orang Filipina lain yang berasal dari daerah berbeda dan bahasa berbeda. Bahasa ini masih mempunyai hubungan keluarga dengan bahasa-bahasa di Indonesia (Kalimantan dan Sulawesi Utara-Gorontalo) maupun Malaysia (Sabah).Tergolong keluarga bahasa Austronesia, bersama-sama dengan bahasa Maori, Indonesia, Melayu, Hawaii, dan bahkan bahasa-bahasa kesukuan di Taiwan. Kesamaan dengan Bahasa Indonesia ini terletak pada banyaknya kemiripan kosakata seperti anak, mahal, murah, kambing, ako, ikaw, dan masih banyak lagi.[10] Sebelum kedatangan bangsa Spanyol tahun 1565, Filipina adalah negera muslim dengan populasi muslim mencapai 98% dan masuk wilayah Kesultanan Brunei. Ibukota Filipina, Amanilah adalah sebuah kota yang diberi nama dari bahasa Arab yaitu Fi Amannillah (dibawah perlindungan Allah Swt), setelah dikuasai Spanyol Amanilah diganti nama menjadi Manila.[11] Pada pertengahan abad ke-16, area sekitar Manila diperintah oleh tiga raja yaitu: Raja Matanda dan Raja Sulaeman di komunitas selatan Sungai Pasig dan Raja Lakandula di utara. Mereka juga mengadakan hubungan dengan Kesultanan Brunei, Sulu, dan Ternate di Cavite.[12] Kejatuhan ManilaPada tanggal 24 Mei 1570, Raja Sulaeman, Raja Lakandula dan Raja Matanda memimpin sebuah serangan terhadap pasukan Spanyol yang dikenal sebagai Perang Bangkusay. Ketiga raja ini mengalamai kekalahan dalam peperangan dan akhirnya ditangkap oleh tentara Spanyol. Bangsa Spanyol meraih kemenangan dikarenakan faktor keunggulan teknologi senjata Spanyol dan juga adanya bantuan dari suku-suku Filipina yang telah dikristenkan. Pasukan Spanyol kemudiannya membakar kota Manila.[13] Akibatnya pasukan tentara Islam yang berhasil melakukan pelarian diri pada perang tersebut kemudian menyusun strategi untuk melancarkan pemberontakkan ke bangsa Spanyol. Di tahun 24 Juni 1561, seorang Jenderal Spanyol yang bernama Miguel López de Legazpi, datang dengan bantuan armada militer Spanyol untuk serang balik dan pasukan ketiga raja tersebut terpaksa menyerah kalah dan kemudian mereka dikristenisasi dan dijadikan sebagai rezim boneka bangsa Spanyol.[14] PeninggalanPlaza Rajah Sulayman
Plaza Rajah Sulayman, juga dikenal sebagai Taman Rajah Sulayman, adalah lapangan umum di Malate, Manila. Itu dibatasi oleh Roxas Boulevard di barat, Jalan San Andres di selatan, dan Jalan Remedios di utara. Plaza tersebut dianggap sebagai pusat Malate karena menghadap ke Gereja Malate, gereja utama di distrik tersebut.[15] Alun-alun ini dinamai Rajah Sulaiman, penguasa akhir abad ke-16 Kerajaan Maynila, yang tewas dalam Pertempuran Selat Bangkusay saat melawan invasi pasukan Spanyol yang dipimpin oleh Miguel López de Legazpi.[15] Di Zaman kolonial Spanyol, alun-alun adalah lapangan terbuka sederhana yang terletak di antara tepian Teluk Manila dan Gereja Malate, berakhir di pantai yang dulunya merupakan area pemandian populer. Namun, selama Aturan Amerika, alun-alun terputus dari garis pantai karena pekerjaan reklamasi tanah yang dilakukan untuk pembangunan Roxas Boulevard.[16] Plaza ini terakhir kali direnovasi pada tahun 2002, pada masa pemerintahan Lito Atienza, sebagai bagian dari program kecantikan perkotaan di seluruh kota yang bertujuan menjadikan Malate kawasan wisata utama,[17] yang melibatkan pemasangan air mancur menari baru.[18] Sebuah sinyal besar penyeberangan pejalan kaki menghubungkan alun-alun ke Baywalk, yang telah dikritik karena memperburuk lalu lintas di sepanjang Roxas Boulevard.[19] Patung Raja SulaemanDalam pertempuran sengit di Bangkusay, Tondo, Sulaiman tewas. Saat itu tahun 1575. Dia mati berjuang untuk kehormatan dan kebebasan negerinya. Dia adalah salah satu Pahlawan Filipina paling pemberani.[15] Di Taman Rizal di Manila, Filipina mendirikan patung untuk mengenang Rajah Sulaiman sebagai pahlawan melawan invasi Spanyol. Juga, Sekolah Menengah Sains dan Teknologi Rajah Soliman di Binondo, Manila (salah satu dari dua sekolah menengah sains) dinamai menurut namanya. Patung tersebut di pahat oleh Eduardo Castrillo pada tahun 1976.[20] Untuk penghormatan mengenang jasa-jasanya pada masa lalu, figur sosok Raja Sulaeman diabadikan menjadi sebuah monumen patung yang terletak di area Rizal Park, Manila. Hal ini bertujuan untuk mengenang jasa-jasa Raja Sulaeman sebagai pendiri kota Manila, sekaligus sebagai tokoh muslim yang paling gigih melawan bangsa Spanyol yang datang ke Filipina pada masa lalu.[21] Intramuros Walled CityIntramuros, distrik perkotaan dan kota bertembok bersejarah di dalam Metropolitan Manila, di Filipina. Namanya, dari kata Spanyol yang berarti "di dalam tembok", mengacu pada kota berbenteng yang didirikan di muara Sungai Pasig tak lama setelah tahun 1571 oleh penakluk Spanyol Miguel López de Legazpi. Di dalam dinding setebal 20 kaki (6 meter) asli berisi Katedral Manila, Benteng Santiago, Gereja San Agustin, Universitas Kota Manila, dan monumen lain untuk masa kolonial Spanyol.[15] Intramorus berarti dinding (Bahasa Latin). Dinding dibangun di abad ke-16 dengan lahan seluas 64 hektare yang merupakan cikal bakal berdirinya Kota Manila. Bangunan ini semula terletak di timur Kota Manila yang digunakan sebagai pusat pemerintahan Spanyol dan diperuntukkan untuk benteng pertahanan.[12] Di sekitar area dinding raksasa tersebut, terdapat bangunan bersejarah lainnya, salah satunya adalah Fort Santiago. Bangunan ini digunakan untuk penjara oleh penguasa Islam, yakni Raja Sulaiman yang merupakan pemimpin masyarakat Melayu pada waktu itu.[22] Distrik QuiapoQuiapo adalah kota lama dan lokasi tempat permukiman Islam di Kota Manila. Di area tersebut banyak berdiri gedung-gedung tinggi pencakar langit. Di lokasi ini menjadi pusat transaksi ekonomi berdasarkan agama Islam. Kota ini juga menjadi bagian pusat perdangangan penduduk Filipina pada saat itu. Dan uniknya, sistem transaksi yang mereka gunakan sejak awal adalah transaksi secera sistem Islam. Sistem ini pun masih digunakan oleh sebagian pedagang di kawasan tersebut Kota Manila sampai sekarang.[15] Mayoritas Muslim di Filipina menganut Islam Sunni dari mazhab Syafi'i, dengan minoritas Syiah dan Ahmadiyah. Islam adalah agama monoteistik tertua yang tercatat di Filipina.[23] Konon, menurut sejumlah sumber sejarah, penamaan Kota Manila berasal dari kata fi amanillah yang berarti di bawah lindungan Allah SWT.[24] Referensi
|