Regweda merupakan kitab suci tertua yang tercatat ditulis dalam bahasa Weda,[5] serta merupakan salah satu teks tertua dalam sejarah rumpun bahasa Indo-Eropa.[6][catatan 2] Secara lisan nyanyian dan teks Regweda telah diwariskan turun-temurun sejak milenium kedua SM.[8][9][10] Bukti filologi dan linguistik menunjukkan bahwa sebagian besar Regweda Samhita dibuat di barat laut anak benua India kemungkinan antara ca 1500 dan 1000 SM,[11][12][13] meski ada perkiraan yang lebih luas, ca 1900–1200 SM.[14][15][catatan 1]
Regweda terdiri atas Samhita, Brahmana, Aranyaka, dan Upanisad.[catatan 3]Samhita adalah inti teks, dan terdiri atas 10 kitab (mandala) dengan 1.028 sūkta dalam jumlah 10.600 ayat (yang disebut ṛc, eponim dari nama Regweda). Dalam kitab ke-8 hingga ke-9, yang dibuat paling tua, nyanyian tersebut memuat kosmologi dan memuja dewa-dewi.[16][17] Kitab 1 dan 10 yang lebih akhir dibuat berisi pertanyaan filsafat dan spekulasi,[17]dāna dalam kemasyarakatan,[18] pertanyaan tentang asal usul dewa-dewi dan alam semesta,[19][20] dan persoalan metafisika.[21]
Ayat-ayatnya masih dipakai dalam upacara (seperti pernikahan) dan puja, sehingga menjadi salah satu kitab suci tertua di dunia yang masih digunakan.[22][23]
Menurut Jamison dan Brereton, dalam terjemahan naskah Rigveda tahun 2014, penanggalan naskah Regweda "telah dan kemungkinan akan terus diperdebatkan dan dipertimbangkan ulang". Usulan tentang penanggalan ini banyak disimpulkan dari gaya dan isi nyanyian itu sendiri.[24] Perkiraan filologis cenderung menanggalkan sebagian besar teks pada paruh kedua milenium ke-2 SM.[catatan 1] Ditulis dalam bahasa Indo-Arya kuno, nyanyian ini diperkirakan berasal dari periode pemisahan Indo-Iran, kira-kira 2000 SM.[25] Penanggalan yang dekat dengan inti naskah Regweda adalah dokumen Kerajaan Mitanni di utara Suriah dan Irak (kr. 1450–1350 SM), yang juga menyebut dewa-dewi Weda seperti Baruna, Mitra, dan Indra.[26][27] Bukti lainnya juga menunjukkan tahun 1400 SM.[28][29]
Inti naskah Regweda diduga berasal dari Zaman Perunggu, menjadikannya salah satu dari sedikit contoh dengan tradisi yang tak terputus. Komposisinya diperkirakan dibuat antara kr. 1500–1000 SM.[catatan 1] Menurut Michael Witzel, kodifikasi naskah Regweda muncul pada periode akhir Regweda antara 1200 dan 1000 SM, pada zaman Kerajaan Kuru awal.[13]Asko Parpola berpendapat bahwa kitab suci ini ditetapkan sekitar 1000 SM, pada zaman pemerintahan Kerajaan Kuru.[30]
Konteks sejarah dan kemasyarakatan
Regweda jauh lebih kuno daripada kitab-kitab Indo-Arya lainnya. Hal ini menjadi pusat perhatian para sarjana Barat sejak Max Müller dan Rudolf Roth dan seterusnya. Regveda menjadi tonggak awal agama Weda. Ada kemiripan linguistik dan kebudayaan dengan kitab Avesta, kitab suci agama Majusi,[31][32] diturunkan dari zaman Proto-Indo-Iran,[33] sering dikaitkan dengan kebudayaan Andronovo (atau mungkin kebudayaan Sintashta pada saat Andronovo berlangsung) kira-kira tahun 2000 SM.[34]
Regveda menunjukkan tak ada bukti langsung atas sistem sosial politik pada zaman Weda, apakah orang biasa atau kalangan elite.[35] Petunjuk seperti ternak sapi dan pacuan kuda muncul pada naskah tersebut, dan teks tersebut berisi gambaran umum tentang masyarakat India kuno. Tidak ada bukti, menurut Jamison dan Brereton, warna (sistem kasta) yang cukup rumit, mendalam, atau terstruktur.[35] Stratifikasi sosial masih embrionik, kemudian berubah menjadi tujuan daripada realitas sosial.[35] Masyarakatnya semi-nomaden dan pastoral dengan bukti adanya pertanian karena nyanyian Weda ini menyebut istilah membajak dan menyembah dewa pertanian.[36] Ada pembagian kerja, dan hubungan yang saling melengkapi antara raja dan penyair-brahmana tetapi tidak ada bahasan tentang status dan kelas sosial.[35] Wanita dalam Regweda muncul tidak seimbang sebagai pembicara dalam nyanyian dialog, seperti Indrani, Apsaras Urwasi, atau Yami, serta Apāla treyī (RW 8.91), Godhā (RW 10.134.6), Ghoṣā Kākṣīvatī (RW 10.39.40), Romaśā (RW 1.126.7), Lopāmudrā (RW 1.179.1–2), Viśvavārā Ātreyī (RW 5.28), Śacī Paulomī (RW 10.159), Śaśvatī Āṅgirasī (RW 8.1.34). Wanita dalam naskah ini cukup terang-terangan dan tampil percaya diri secara seksual daripada pria, dalam naskah.[35] Nyanyian yang rumit dan indah tentang pernikahan menunjukkan bahwa ritual peralihan telah berkembang selama periode Regweda.[35] Ada sedikit bukti mahar dan tidak ada bukti sati di dalamnya atau teks-teks Weda terkait.[37]
Nyanyian Regweda menyebutkan nasi dan bubur, dalam nyanyian seperti 8.83, 8.70, 8.77, dan 1.61 dalam beberapa versi teks,[38] tetapi tidak ada bahasan mengenai sawah atau pertaniannya.[36] Kata áyas (logam) ada di Regweda, tetapi tidak jelas apa logamnya.[39] Besi juga tidak disebut, sejumlah sarjana menggunakan patokan ini untuk memberikan bukti bahwa naskah ini dibuat sekitar 1000 SM.[40] Nyanyian 5.63 menyebut "logam berbalut emas", menunjukkan pengerjaan logam telah berkembang dalam budaya Weda.[41]
Dewa-Dewi Weda yang ditemukan dalam Regweda diduga berasal dari agama Proto-Indo-Eropa yang kebanyakan kata-katanya menggunakan akar kata yang mirip dengan bahasa Indo-Eropa lainnya.[42] Namun, kira-kira 300 kata dalam Rigveda bukanlah Indo-Arya maupun Indo-European, menurut sarjana sastra Sanskerta dan Weda Frits Staal.[43] Dari 300, banyak kata – seperti kapardin, kumara, kumari, kikata – berasal dari rumpun bahasa Munda yang muncul di wilayah timur dan timur laut (Assam) di India, yang akarnya berasal dari rumpun bahasa Austroasia. Lainnya dalam 300 kata itu – seperti mleccha dan nir – berasal dari bahasa rumpun Dravida dari India Selatan, atau dari Tibeto-Birma. Sedikit kata non-Indo-Eropa dalam Regweda – seperti unta, sawi, dan keledai – diduga berasal dari bahasa Asia Tengah yang hilang.[43][44][catatan 4] Pembagian linguistik memberikan indikasi yang jelas, kata Michael Witzel, bahwa orang-orang yang berbahasa Sanskerta Regweda telah mengetahui dan berinteraksi dengan penutur Munda dan Dravida.[46]
Naskah paling awal disusun di wilayah barat laut anak benua India, dan teks-teks berikutnya yang lebih filosofis kemungkinan besar disusun di atau di sekitar wilayah yang saat ini adalah negara bagian Haryana.[40]
Pelestarian
Teks ini dalam bentuk yang terlestarikan, digubah pada masa Zaman Besi (antara abad ke-9SM sampai abad ke-7SM). Teks yang sudah terikat ini dilestarikan selama lebih dari 1000 tahun hanya oleh tradisi lisan saja dan kemungkinan besar tidak dituliskan sampai pada masa Gupta.[47] Teks ini terlestarikan pada dua cabang atau śākhā utama (maksudnya tradisi atau mazhab) yaitu Śākala dan Bāṣkala. Ditilik dari usianya yang sudah sangat sepuh, cukup mencengangkan bahwa teks ini cukup baik terlestarikan dan tidak terdapatkan korupsi yang berarti. Masih berhubungan dengan Śākala adalah Aitareya-Brahmana. Yang termasuk Bāṣkala ialah Khilani dan Kausitaki-Brahmana berhubungan dengannya.
Kompilasi atau ini redaksi ini meliputi tata aturan dalam kitab-kitab ini termasuk perubahan ortoepik, seperti pemadanan sandhi (disebut oleh Oldenberg sebagai orthoepische Diaskeunase). Hal-hal ini terjadi beberapa abad setelah penggubahan himne-himne tertua, kurang lebih sama waktunya dengan redaksi Weda lainnya.
Dari masa pengubahannya sampai sekarang, teks ini diturunkan dalam dua versi yang berbeda, yaitu: versi Samhitapatha yang memuat semua penerapan hukum sandhi Sanskerta. Versi inilah yang dipakai untuk mengaji atau resitasi. Sedangkan pada versi Padapatha semua kata-kata di... dalam bentuk pausa-nya (jadi tanpa penerapan hukum sandhi) dan dipakai sebagai sarana penghafalan. Seolah-olah Padapatha merupakan kitab komentar terhadap kitab Samhitapatha. Teks asli ini direkonstruksikan berdasarkan alasan-alasan yang sesuai dengan kaidah metrum (maksudnya "orisinal" dalam arti bahwa ini mencoba untuk mencapai apa yang telah dilestarikan oleh para Resi) dan hasilnya terletak di antara kedua versi ini, namun lebih dekat kepada Samhitapada.
Struktur
Sama seperti Pustaka Weda lainnya, Regweda juga mempunyai struktur 4 bagian yaitu Saṃhitā, Brāhmaṇa, Āraṇyaka, dan Upaniṣad. Setiap bagian tersebut merupakan golongan sastra yang berbeda[48] tapi Saṃhitā menonjol sebagai teks yang paling sakral:
Saṃhitā: Saṃhitā Regweda adalah bagian Weda yang paling kuno, ia berisi mantra yang juga disebut himne. Saṃhitā Regweda terdiri dari 10 bagian yang disebut mandala. Himne Penciptaan Nāsadīya Sūkta yang terkenal terletak di mandala ke-10 Regweda (10:129) — himne ini berkaitan dengan kosmologi dan asal usul alam semesta. Sebagian orang menganggap Saṃhitā sebagai Regweda itu sendiri dan 3 bagian lainnya sebagai hanya sekadar komentar.[49]
Brāhmaṇa: Teks Brahmana memberikan penjelasan Brahmanis dalam bentuk prosa tentang ritual Weda dan simbolisme Saṃhitā. Ada 2 teks Brāhmaṇa terkait dengan Rigweda.
Āraṇyaka : Risalah "hutan", berfungsi sebagai penghubung antara Brāhmaṇa dan Upaniṣad, membahas konsep metafisika. Ada 2 teks Āraṇyaka terkait dengan Rigweda.
Upaniṣad : Teks-teks ini membahas spiritualitas dan filsafat abstrak. Upaṇiṣad adalah bagian terakhir dari Weda dan merupakan teks dasar filsafat Hindu yang dikenal sebagai Vedānta. Ada 10 Upaniṣad yang terkait dengan Regweda.
Upanisad terkait dengan Regweda
Aitareya Upaniṣad
Akṣa Mālikā Upaniṣad
Ātma-Bodha Upaniṣad
Bāhvṛca Upaniṣad
Kauṣītaki Upaniṣad
Muṇḍaka Upaniṣad
Nāda Bindu Upaniṣad
Nirvāṇa Upaniṣad
Saubhāgya Lakṣmī Upaniṣad
Tripurā Upaniṣad
Dua Upaniṣad paling utama yang terkait dengan Regweda adalah Aitareya Upaniṣad dan Kauṣītaki Upaniṣad.[50]
Ātma-Bodha Upaniṣad
Ātma-Bodha Upaniṣad adalah kumpulan pemujaan, afirmasi dan pernyataan yang membimbing para pencari spiritual menuju mokṣa. Konsepnya utama adalah kesadaran diri untuk mengalahkan tirai ilusi Māyā.
Ātma-Bodha Upaniṣad terdiri dari dua bagian:
Dimulai dengan pemujaan kepada Dewa Wisnu, Upaniṣad ini menyebut gelar-gelar-Nya seperti Nārāyaṇa, Brāhmaṇya, Madhusūdana, Puṇḍarīkākṣa, dan Acyuta. Ayat I-4-5 menekankan bahwa Dewa Wisnu bersemayam dalam setiap makhluk dan bahwa siapa pun yang bermeditasi pada-Nya akan memperoleh non-dualitas dan menghilangkan rasa takut: "Dia yang meditasi pada Nārāyaṇa yang tunggal yang terpendam pada semua makhluk, yang adalah Puruṣa penyebab, yang tanpa sebab, yang adalah Parabrahman, Om, yang tanpa penderitaan dan delusi dan yang menempati segala sesuatu — orang itu tidak pernah mengalami penderitaan. Dari dual, dia menjadi non-dual yang tanpa rasa takut." Pada ayat I-6 dinyatakan bahwa Brahman adalah segala sesuatu.
Di bagian kedua, Brahman diuraikan identitas dan aspek-aspeknya sendiri secara lebih spesifik. Ayat II-1: "Aku tanpa Māyā. Aku tanpa tandingan. Aku sendiri bersifat kebijaksanaan. Aku tanpa Ahaṁkāra (ke-aku-an). Aku tanpa perbedaan antara alam semesta, Jīva dan Īśvara."[51]
Terjemahan
Regveda telah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa di dunia, dan berikut ini adalah beberapa diantaranya:
Bahasa Latin: F. Rosen, Rigvedae specimen, London, 1830
Bahasa Jerman: Karl Friedrich Geldner, Der Rig-Veda: Aus dem Sanskrit ins Deutsche übersetzt Harvard Oriental Studies, vols. 33, 34, 35 (1951), reprint Harvard University Press (2003) ISBN 0-674-01226-7
^ abcdDipastikan bahwa nyanyian Regweda berasal dari masa-masa pemisahan bahasa Indo-Iran kira-kira tahun 2000 SM dan mungkin berkaitan dengan dokumen Kerajaan Mitanni pada kira-kira ca 1400 SM. Filolog memperkirakan naskah tersebut berasal dari paruh kedua milenium ke-2:
Max Müller: "nyanyian Regweda diduga berasal dari 1500 SM"[52]
Thomas Oberlies (Die Religion des Rgveda, 1998, p. 158) berdasarkan 'bukti kumulatif' menetapkan rentang yang lebih luas, antara 1700–1100 SM.[54]Oberlies 1998, hlm. 155 memperkirakan 1100 SM untuk nyanyian termuda di Mandala 10.[55]
Witzel 1995, hlm. 4 menyebut ca 1500–1200 SM. Menurut Witzel 1997, hlm. 263, periode Regweda berlangsung sejak 1900 SM hingga 1200 SM: "the bulk of the RV represents only 5 or 6 generations of kings (and of the contemporary poets)24 of the Pūru and Bharata tribes. It contains little else before and after this “snapshot” view of contemporary Rgvedic history, as reported by these contemporary “tape recordings.” On the other hand, the whole Rgvedic period may have lasted even up to 700 years, from the infiltration of the Indo-Aryans into the subcontinent, c. 1900 B.C. (at the utmost, the time of collapse of the Indus civilization), up to c. 1200 B.C., the time of the introduction of iron which is first mentioned in the clearly post-gvedic hymns of the Atharvaveda."
^Menurut Edgar Polome, naskah kuno Anitta yang ditulis dalam bahasa Het sejak abad ke-17 SM lebih tua. Naskah kuno ini berisi penaklukan Kota Kanesh di Anatolia dan menyebut dewa-dewi Indo-Eropa seperti yang ada di Regweda.[7]
^Kata kuda (aswa), sapi, domba, dan kambing memainkan peran penting dalam Regweda. Ada rujukan ke gajah (hasti, warana), unta (ustra, khususnya di Mandala 8), keledai (khara, rasabha), kerbau (mahisa), serigala, hiena, singa (simha), kambing gunung (sarabha), dan seladang dalam Regweda.[45] Burung merak (mayura), angsa (hamsa), dan cakrawaka (Tadorna ferruginea) adalah burung yang disebut dalam Regweda.
^ abWitzel 2019, hlm. 11: "Incidentally, the Indo-Aryan loanwords in Mitanni confirm the date of the Rig Veda for ca. 1200–1000 BCE. The Rig Veda is a late Bronze age text, thus from before 1000 BCE. However, the Mitanni words have a form of Indo-Aryan that is slightly older than that ... Clearly the Rig Veda cannot be older than ca. 1400, and taking into account a period needed for linguistic change, it may not be much older than ca. 1200 BCE."
^Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama 3translations
^Examples:
Verse 1.164.34, "What is the ultimate limit of the earth?", "What is the center of the universe?", "What is the semen of the cosmic horse?", "What is the ultimate source of human speech?"
Verse 1.164.34, "Who gave blood, soul, spirit to the earth?", "How could the unstructured universe give origin to this structured world?"
Verse 1.164.5, "Where does the sun hide in the night?", "Where do gods live?"
Verse 1.164.6, "What, where is the unborn support for the born universe?";
Verse 1.164.20 (a hymn that is widely cited in the Upanishads as the parable of the Body and the Soul): "Two birds with fair wings, inseparable companions; Have found refuge in the same sheltering tree. One incessantly eats from the fig tree; the other, not eating, just looks on.";
Rigveda Book 1, Hymn 164 Wikisource;
See translations of these verses: Stephanie W. Jamison; Joel Brereton (2014). The Rigveda: 3-Volume Set. Oxford University Press. ISBN978-0-19-972078-1.
^Antonio de Nicholas (2003), Meditations Through the Rig Veda: Four-Dimensional Man, ISBN978-0-595-26925-9, pp. 64–69;
Jan Gonda, A History of Indian Literature: Veda and Upanishads, Volume 1, Part 1, Otto Harrassowitz Verlag, ISBN978-3-447-01603-2, pp. 134–135;
^Lester Kurtz (2015), Gods in the Global Village, SAGE Publications, ISBN978-1-4833-7412-3, p. 64, Quote: "The 1,028 hymns of the Rigveda are recited at initiations, weddings and funerals...."
^Oldenberg 1894 (tr. Shrotri), p. 14 "The Vedic diction has a great number of favourite expressions which are common with the Avestic, though not with later Indian diction. In addition, there is a close resemblance between them in metrical form, in fact, in their overall poetic character. If it is noticed that whole Avesta verses can be easily translated into the Vedic alone by virtue of comparative phonetics, then this may often give, not only correct Vedic words and phrases, but also the verses, out of which the soul of Vedic poetry appears to speak."
^Bryant 2001 "The oldest part of the Avesta... is linguistically and culturally very close to the material preserved in the Rigveda... There seems to be economic and religious interaction and perhaps rivalry operating here, which justifies scholars in placing the Vedic and Avestan worlds in close chronological, geographical and cultural proximity to each other not far removed from a joint Indo-Iranian period."
^Mallory 1989 p. 36 "Probably the least-contested observation concerning the various Indo-European dialects is that those languages grouped together as Indic and Iranian show such remarkable similarities with one another that we can confidently posit a period of Indo-Iranian unity..."
^Mallory 1989 "The identification of the Andronovo culture as Indo-Iranian is commonly accepted by scholars."
^ abcdefStephanie Jamison and Joel Brereton (2014), The Rigveda : the earliest religious poetry of India, Oxford University Press, ISBN978-0-19-937018-4, pp. 57–59
^ abStephanie Jamison and Joel Brereton (2014), The Rigveda : the earliest religious poetry of India, Oxford University Press, ISBN978-0-19-937018-4, pp. 6–7
^Michael Witzel (1996), Little Dowry, No Sati: The Lot of Women in the Vedic Period, Journal of South Asia Women Studies, Vol 2, No 4
^Stephanie Jamison and Joel Brereton (2014), The Rigveda : the earliest religious poetry of India, Oxford University Press, ISBN978-0-19-937018-4, pp. 40, 180, 1150, 1162
^Chakrabarti, D.K. The Early Use of Iron in India (1992) Oxford University Press argues that it may refer to any metal. If ayas refers to iron, the Rigveda must date to the late second millennium at the earliest.
^ abStephanie Jamison and Joel Brereton (2014), The Rigveda : the earliest religious poetry of India, Oxford University Press, ISBN978-0-19-937018-4, p. 5
^Stephanie Jamison and Joel Brereton (2014), The Rigveda : the earliest religious poetry of India, Oxford University Press, ISBN978-0-19-937018-4, p. 744
^Stephanie Jamison and Joel Brereton (2014), The Rigveda : the earliest religious poetry of India, Oxford University Press, ISBN978-0-19-937018-4, pp. 50–57
^Among others, Macdonell and Keith, and Talageri 2000, Lal 2005
^Michael Witzel (2012). George Erdosy, ed. The Indo-Aryans of Ancient South Asia: Language, Material Culture and Ethnicity. Walter de Gruyter. hlm. 98–110 with footnotes. ISBN978-3-11-081643-3., Quote (p. 99): "Although the Middle/Late Vedic periods are the earliest for which we can reconstruct a linguistic map, the situation even at the time of the Indua Civilisation and certainly during the time of the earliest texts of the Rigveda, cannot have been very different. There are clear indications that the speakers of Rigvedic Sanskrit knew, and interacted with, Dravidian and Munda speakers."
^Manuskrip tertuanya ditarikh berasal dari abad ke-11
Stephanie W. Jamison; Joel P. Brereton (2014). The Rigveda. Oxford University Press. ISBN978-0-19-937018-4.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
editio princeps: Friedrich Max Müller, The Hymns of the Rigveda, with Sayana's commentary, London, 1849–75, 6 vols., 2nd ed. 4 vols., Oxford, 1890–92.
Sontakke, N. S. (1933). Rgveda-Samhitā: Śrimat-Sāyanāchārya virachita-bhāṣya-sametā. Sāyanachārya (commentary) (edisi ke-First). Vaidika Samśodhana Maṇḍala.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan). The Editorial Board for the First Edition included N. S. Sontakke (Managing Editor), V. K. Rājvade, M. M. Vāsudevaśāstri, and T. S. Varadarājaśarmā.
B. van Nooten und G. Holland, Rig Veda, a metrically restored text, Department of Sanskrit and Indian Studies, Harvard University, Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts and London, England, 1994.
Rgveda-Samhita, Text in Devanagari, English translation Notes and indices by H. H. Wilson, Ed. W. F. Webster, originally in 1888, Published Nag Publishers 1990, 11A/U.A. Jawaharnagar, Delhi-7.
ed. Müller (original commentary of Sāyana in Sanskrit based on 24 manuscripts).
ed. Sontakke et al., published by Vaidika Samsodhana Mandala, Pune (2nd ed. 1972) in 5 volumes.
Rgveda-Samhitā Srimat-sāyanāchārya virachita-bhāṣya-sametā, ed. by Sontakke et al., published by Vaidika Samśodhana Mandala, Pune-9, 1972, in 5 volumes (It is original commentary of Sāyana in Sanskrit based on over 60 manuscripts).
Sri Aurobindo (1998), The Secret of veda(PDF), Sri Aurobindo Ashram press
Thomas Oberlies, Die Religion des Rgveda, Wien 1998.
Oldenberg, Hermann (1894). Hymnen des Rigveda. 1. Teil: Metrische und textgeschichtliche Prolegomena. Berlin 1888. (please add), Wiesbaden 1982.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
—Die Religion des Veda. Berlin 1894; Stuttgart 1917; Stuttgart 1927; Darmstadt 1977
Adolf Kaegi, The Rigveda: The Oldest Literature of the Indians (trans. R. Arrowsmith), Boston, Ginn and Co. (1886), 2004 reprint: ISBN978-1-4179-8205-9.
Anthony, David W. (2007), The Horse The Wheel And Language. How Bronze-Age Riders From the Eurasian Steppes Shaped The Modern World, Princeton University Press
Avari, Burjor (2007), India: The Ancient Past, London: Routledge, ISBN978-0-415-35616-9
Hexam, Irving (2011), Understanding World Religions: An Interdisciplinary Approach, Wilfrid Laurier Univ. Press, ISBN978-0-310-31448-6
Gregory Possehl; Michael Witzel (2002). "Vedic". Dalam Peter N. Peregrine; Melvin Ember. Encyclopedia of Prehistory. Springer. ISBN978-1-4684-7135-9.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Lal, B.B. 2005. The Homeland of the Aryans. Evidence of Rigvedic Flora and Fauna & Archaeology, New Delhi, Aryan Books International.
Witzel, Michael (1997), "The Development of the Vedic Canon and its Schools: The Social and Political Milieu", Inside the Texts, Beyond the Texts: New Approaches to the Study of the Vedas, Harvard Oriental Series, Opera Minora; vol. 2, Cambridge: Harvard University Press
Witzel, Michael (2019). "Beyond the Flight of the Falcon". Dalam Thapar, Romila. Which of Us are Aryans?: Rethinking the Concept of Our Origins. Aleph. ISBN978-93-88292-38-2.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Wood, Michael (2007), The Story of India Hardcover, BBC Worldwide, ISBN978-0-563-53915-5
Pranala luar
Wikisource Sanskerta memiliki teks asli yang berkaitan dengan artikel ini:
The Hymns of the Rigveda, Editio Princeps oleh Friedrich Max Müller (pindaian buku dalam format PDF). Dua edisi: London, 1877 (Samhita dan Pada) dan Oxford, 1890–92, dengan komentar Sayana