Restorasi Ekosistem Riau
Restorasi Ekosistem Riau (disingkat RER, bahasa Inggris: Riau Ecosystem Restoration) adalah proyek untuk memulihkan dan mengkonservasi area hutan gambut yang memiliki nilai ekologi penting di Provinsi Riau, Sumatra. Proyek ini mencakup 130.000 hektar kawasan hutan di Semenanjung Kampar dan 20.000 hektar di Pulau Padang. Latar BelakangRER merupakan 150.000 hektar hutan gambut yang terletak di pantai Timur Sumatra hingga Barat Daya Singapura. Area hutan gambut ini merupakan salah satu yang terbesar di Asia Tenggara [1] dan merupakan habitat bagi beberapa jenis satwa yang terancam dan hampir punah.[2] Wilayah hutan gambut ini merupakan area yang sebelumnya mengalami kerusakan dan ancaman dari kegiatan perambahan hutan secara illegal serta kegiatan tebang dan bakar dengan tujuan membuka lahan untuk kegiatan pertanian.[1] Oleh karenanya, banyak kanal yang dibuat untuk keperluan ini dan diabaikan sehingga menyebabkan penurunan tinggi muka air di area rawa gambut dan membuat materi yang terkandung di dalamnya mengering. Hal ini menyebabkan degradasi lahan dan bertambahnya risiko lahan terbakar, kedua hal ini juga menyebabkan bertambahnya konsentrasi karbon dioksida yang dilepaskan ke atmosfer.[3] Kawasan ini menyimpan stok karbon yang sangat tinggi dan memiliki nilai keanekaragaman hayati yang tinggi.[4] Pemerintah Indonesia mengidentifikasi area ini sebagai area potensial untuk Konsesi Restorasi Ekosistem (yang dikenal sebagai Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu untuk Pemulihan Ekosistem atau IUPHHK-RE [5]), sebuah pendekatan yang diluncurkan pada tahun 2009 untuk melibatkan pihak swasta dalam melestarikan 1,7 juta hektar hutan. RER pertama kali memperoleh IUPHHK-RE pada tahun 2013 untuk melestarikan 20.000 hektar lahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang kemudian disusul empat izin lainnya pada tahun 2015 sehingga total area menjadi seluas 150.000 hektar. Izin ini berlaku untuk pengelolaan selama 60 tahun. PendekatanKomitmen pendanaan sebesar US$100 juta selama 10 tahun [6] diperoleh dari perusahaan pulp dan kertas APRIL Group, RER menerapkan empat pendekatan untuk memulihkan dan mengkonservasi area yang dimilikinya:[7]
KomunitasPopulasi area di kawasan sekitar RER mencapai 17.000 orang,[10] banyak dari penduduk yang mengandalkan hutan sebagai mata pencarian. RER berupaya untuk tetap menjaga kegiatan tradisional masyarkat seperti nelayan dan pencari madu. Tidak hanya itu, mereka juga diberikan pendidikan dan pelatihan yang sesuai. Termasuk melarang penggunaan listrik untuk mencari ikan, melepas bibit ikan untuk memastikan ketersediaan ikan di sungai,[11] serta membantu memasarkan produk lokal.[12] RER juga merekrut masyarakat sekitar dan mengandalkan suplai dari masyarakat lokal untuk membuka peluang usaha jangka panjang. Hal ini menunjukan kegiatan konservasi juga bisa mendatangkan peluang ekonomi bagi masyarakat sekitar.[13] Keanekaragaman HayatiSebelumnya mayoritas area RER belum terdokumentasikan oleh ilmuwan.[14] Inventarisasi spesies di RER pertama kali dipublikasikan pada November 2016 sebagai laporan dari survey lapangan yang dilakukan selama delapan bulan bersama Fauna & Flora International. Hasil survey tersebut mencatat ada 72 spesies mamalia termasuk keberadaan lima dari enam spesies kucing Sumatra yang terekam oleh kamera jebak.[15] Sebanyak 15 dari 72 mamalia yang tercatat dikategorikan sebagai jenis yang terancam punah oleh International Union for Conservation of Nature dengan keberadaan – Harimau Sumatra dan Sunda Pangolin – yang masuk dalam daftar hampir punah. Survei tersebut juga mencatat 112 spesies pohon dan 40 jenis tanaman lainnya, 220 jenis burung dan 61 jenis reptil. Daftar spesies burung yang telah diidentifikasi di Semenanjung Kampar dirilis oleh RER pada November 2017 mencatat 299 spesies burung,[16] peningkatan jumlah spesies burung yang teridentifikasi ini dibandingkan daftar yang pernah dipublikasikan sebelumnya ini merupakan kombinasi dari hasil semakin membaiknya pemetaan, rusaknya habitat di daerah lain serta tanda keberhasilan proyek restorasi di RER.[17] Semenanjung Kampar ditetapkan sebagai Kawasan Burung yang Penting (Important Bird Area) oleh BirdLife International pada tahun 2004.[18] Sedangkan International Union for Conservation of Nature mengidentifikasi Semenanjung Kampar sebagai Area Kunci Keanekaragaman Hayati.[19] Mitra KerjaRER melibatkan beberapa mitra kerja. RER didirikan oleh perusahaan pulp dan kertas APRIL Group pada tahun 2013. APRIL menjadi sponsor proyek sekaligus technical manager dan berkomitmen dengan pendanaan sebesar US$100 juta untuk 10 tahun pertama. RER merupakan bagian dari Kebijakan Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan, yang salah satunya adalah komitmen untuk menjaga area konservasi seluas dengan area yang dimiliki untuk perkebunan perusahaan.[20] Pada tahun 2015, NGO Fauna & Flora International (FFI) membantu beberapa kegiatan yang berhubungan dengan aspek keanekaragaman hayati, iklim dam masyarakat melalui rangkaian survey lapangan. Bersama dengan FFI, RER telah mempublikasikan laporan ringkas keanekaragaman hayati Semenanjung Kampar pada tahun 2016 yang merupakan laporan inventaris pertama untuk berbagai jenis keanekaragaman hayati yang dapat ditemukan di dalam kawasan RER.[2] Antara tahun 2016 hingga Juni 2017 The Nature Conservancy (TNC) bekerja membantu RER untuk menyiapkan dasar dalam mengembangkan model manajemen bentang alam yang terintegrasi agar menghasilkan dampak yang berkelanjutan bagi konservasi, sosial dan ekonomi. Referensi
|