Rumah Kariwari
Kariwari adalah salah satu rumah adat khas Papua, yakni rumah adat masyarakat Tobati-Enggros yang bermukim di sekitar Teluk Youtefa dan Danau Sentani (disebut Kombo oleh suku Sentani), Jayapura. Berbeda dengan bentuk rumah adat Papua lainnya — seperti honai yang berbentuk bulat — rumah Kariwari berbentuk limas segi delapan. Rumah Kariwari biasanya terbuat dari, bambu, kayu besi dan daun sagu hutan. Rumah Kariwari terdiri dari dua lantai dan tiga kamar atau tiga ruangan, dengan fungsi yang masing-masing berbeda. Arsitektur rumah Kariwari juga dianggap sangat khas dan menjadi salah satu simbol penting bagi budaya Papua sehingga menjadi ikonik di anjungan Papua yang terdapat di Taman Mini Indonesia Indah.[1][2][3][4][5][6][7][8] FungsiRumah Kariwari tidak seperti halnya rumah honai yang bisa ditinggali oleh siapa saja, bahkan tidak bisa pula menjadi rumah tinggal kepala suku - tidak seperti rumah honai yang memiliki fungsi politik dan hukum. Rumah Kariwari lebih spesifik sebagai tempat edukasi dan ibadah, oleh karena itu posisi rumah Kariwari dalam masyarakat Suku Tobati-Enggros dianggap sebagai tempat yang sakral dan suci.[1] Rumah Kariwari khusus diperuntukkan bagi pendidikan remaja laki-laki, di rumah Kariwari inilah setiap remaja laki-laki yang sudan memasuki minimal usia dua belas tahun mulai dikumpulkan dan digembleng untuk mengenal kehidupan pria dewasa di masa yang akan datang, seperti mencari penghidupan atau nafkah, bertanggung jawab pada keluarga, dan sebagainya. Dengan pendidikan ini para remaja laki-laki diharapkan bisa menjadi pria dewasa yang kuat, bertanggungjawab dan terampil di masa depan. Keterampilan yang diajarkan biasanya seperti berburu, memahat, bercocok tanam, membuat senjata, hingga tekhnik berperang.[1][9] Rumah Kariwari memang tidak diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau hunian bagi warga, rumah ini lebih berfungsi sebagai rumah ibadah atau pusat kegiatan spiritual Suku Tobati-Enggros dan juga pusat aktivitas pendidikan bagi remaja laki-laki seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.[1] Dikarenakan fungsinya yang dekat dengan kegiatan spiritual atau kerohanian, rumah Kariwari memiliki posisi penting dalam menjaga keberlangsungan kebudayaan Papua, khususnya Suku Tobati-Enggros. Selain itu fungsi pendidikan bagi generasi penerus Suku Tobati-Enggros juga menjadi sangat penting, karena kemampuan atau keahlian yang diajarkan di dalam rumah Kariwari adalah keahlian-keahlian tradisional yang tidak diajarkan di instansi pendidikan formal. ArsitekturBentuk arsitektur rumah Kariwari terbilang cukup unik, karena bentuknya limas segi delapan. Dengan bentuk rumah yang sedemikian rupa, maka rumah Kariwari cukup kuat untuk bertahan dalam cuaca, terutama saat cuaca sedang berangin. Selain efektif dalam menahan angin, bentuk limas segi delapan yang berujung lancip juga bermakna kedekatan manusia dengan Sang Pencipta dan para leluhur.[1] Rumah Kariwari biasanya dibangun dengan pola linier, artinya rumah-rumah Kariwari dibangun sejajar. Formasi yang digunakan bisanya adalah dua baris rumah yang berderet dan saling berhadapan di sepanjang garis pantai. Karena lokasi pembangunannya dekat dengan garis pantai, maka rumah biasanya dibangun tegak lurus dengan gelombang angin laut. Selain itu jarak antar rumah juga tidak dibuat terlalu jauh, hal ini dengan alasan keamanan dan juga hubungan keluarga.[1] Tinggi rumah Kariwari umumnya adalah 20 hingga 30 meter dan terbagi dalam dua atau tiga tingkat dan terdiri dari tiga ruangan atau kamar. Tiga ruangan itu memiliki fungsi yang berbeda-beda, ruangan pertama biasanya di lantai dasar adalah tempat bagi remaja laki-laki dididik, ruangan kedua biasanya untuk tempat pertemuan kepala suku atau tokoh adat, dan lantai terakhir biasanya diletakkan paling atas sebagai ruangan khusus sembahyang dan memanjatkan doa-doa kepada Sang Pencipta dan para leluhur.[1] Materi atau bahan utama bangunan rumah Kariwari adalah kayu dan daun dari pohon sagu hutan, terkadang juga menggunakan tanaman lain seperti bambu dan jenis-jenis kayu lainnya yang menjadi endemik di wilayah Papua, salah satunya dalah jenis kayu besi. Kayu-kayu yang menjadi kerangka utama rumah Kariwari kemudian diikatkan dengan tali, namun tali ini juga tidak sembarangan, dia harus tali dari akar rotan pilihan yang benar-benar kuat.[1] Hal unik lainnya dari arsitektur rumah Kariwari adalah rumah ini hanya menggunakan delapan batang kayu sebagai kerangka rumah ini. Delapan kayu yang menjadi kerangka rumah Kariwari tersebut, kemudian ditempatkan disetiap sudut yang menjadi acuan untuk menata atap diatasnya sehingga membentuk segi delapan.[1] DesainSeperti halnya rumah adat ataupun rumah tradisional pada umumnya, rumah Kariwari pun juga memiliki desain yang penuh detail hiasan-hiasan yang membuatnmya khas, tentu saja hiasan-hiasan itu terkait dengan budaya Papua. terutama dari Suku Tobati-Enggros. Hiasan-hiasan yang terdapat dalam rumah Kariwari biasanya berupa hasil karya seni antara lain; lukisan, ukiran dan juga patung-patung.[2] Selain dihiasi dengan karya seni, rumah Kariwari juga dihiasi dengan beragam senjata, seperti; busur dan anak panah. Tidak tertinggal juga beberapa kerangka hewan hasil buruan, biasanya berupa taring babi hutan, kerangka kanguru, tempurung penyu atau kura-kura, burung cendrawasih, dan sebagainya.[2] Sebagai MuseumSaat ini rumah Kariwari tidak hanya dijumpai di Papua saja, rumah tradisional dari wilayah paling timur Indonesia itu juga dapat dijumpai di anjungan Papua di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Rumah Kariwari yang ada di Taman Mini Indonesia Indah juga tidak hanya memperkenalkan Suku Tobati-Enggros, tetapi juga menjadi museum bagi suku-suku Papua lainnya, salah satunya adalah Suku Asmat, yang merupakan salah satu suku Papua yang terbesar.[8] Rumah Kariwari yang terdapat di anjungan Papua di Taman Mini Indonesia Indah dibangun menyerupai rumah Kariwari milik Suku Tobati-Enggros yang asli. Rumah Kariwari di Taman Mini Indonesia Indah juga dihias seperti halnya rumah yang asli, bahkan lingkungan yang ada di anjungan Papua juga dibuat semirip mungkin dengan lingkungan dan bentang alam yang ada di Papua, seperti danau buatan yang merupakan replika atau tiruan dari Teluk Yotefa dan Danau Sentani di Jayapura, bahkan ada patung buaya air tawar dan juga hiu gergaji hingga perahu Asmat yang khas dengan bentuknya yang panjang dan sempit.[8] Selain menjadi sebuah museum bagi kebudayaan Papua, rumah Kariwari yang ada di Taman Mini Indonesia Indah juga memiliki sebuah paviliun yang juga sering dijadikan sebagai tempat untuk pertunjukkan budaya atau pentas budaya seperti tarian ataupun pagelaran musik khas Papua sebanyak dua minggu sekali. Di rumah Kariwari yang terdapat di Taman Mini Indonesia Indah, pengunjung juga dapat belajar memahat patung atau membuat ukiran khas Papua yang diajarkan langusng oleh salah satu orang Asmat.[8] Referensi
|