Rumah adat Sao MarioRumah adat Sao Mario adalah rumah adat dan juga kawasan wisata budaya yang letaknya berada di Kelurahan Manorang Salo, Kecamatan Mario Riawa, Kampung Awakaluku, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan.[1] Jarak kawasan wisata budaya ini dengan kota Watangsoppeng kurang lebih sekitar 32 Km. Rumah adat ini memiliki bentuk seperti sebuah kompleks yang didalamnya terdapat beberapa miniatur rumah adat dari daerah lain di Sulawesi Selatan yaitu rumah adat suku Makassar, suku Bugis, suku Mandar dan suku Toraja juga terdapat rumah adat dari Minangkabau dan Batak serta ada juga rumah lontara.[2] Dalam bahasa Bugis rumah adat ini juga biasa disebut dengan "bola seratu" yang artinya adalah rumah seratus. Dikatakan rumah seratus karena rumah ini memiliki 119 tiang.[3] Sudah menjadi ciri khas rumah adat Bugis memiliki banyak tiang penyangga di bawah rumah. Saat ini rumah ini difungsikan sebagai museum tempat menyimpan barang barang antik bernilai tinggi yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, benda- benda pusaka dan benda benda kerajaan dari beberapa provinsi di Indonesia.[1] SejarahRumah adat Sao Mario berada di Kelurahan Manorang Salo, Marioriawa, Soppeng. Rumah adat Sao Mario didirikan di Batu-Batu, Marioriawa, Soppeng yang berada di sebelah Barat Kelurahan Manorang Salo diatas tanah seluas 12 hektar pada tahun 1990.[3] Batu-Batu adalah nama salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng. Tempat ini dikenal sebagai tempat asal leluhur raja raja Soppeng. Dahulu nama daerah ini adalah Marioriawa Attangsalo kemudian berubah menjadi Tanete Marioriawa sampai akhirnya menjadi“Batu-Batu” dan nama tersebut tidak pernah diganti lagi. Masyarakat Batu-Batu memiliki mata pencaharian sebagai petani, pegawai, pedagang dan juga nelayan. Selain rumah adat ini juga terdapat salah satu kawasan wisata yang terkenal di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan yaitu permandian air panas Lejja. Lokasinya berada di kawasan hutan lindung yang ada di Desa Bulue tidak jauh dari rumah adat Sao Mario dan berjarak sekitar 44 Km dari pusat kota Soppeng. Pendiri dan pemilik rumah adat Sao Mario adalah Profesor Andi Mustari Pide.[4] Ia seorang bangsawan berasal dari Batu Batu, Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng yang merantau ke Minangkabau dan menjadi tokoh yang sukses. Ia adalah pendiri sekaligus Rektor dari Universitas Ekasakti. berikut silsillahnya :
dan Silsillah dari Pihak Ibu sebagai berikut :
Ada banyak gelar yang diberikan kepada beliau, oleh Tetua dan Dewan Adat Minangkabau memberikan gelar Datok Rajo Nan Sati kepadanya, Mangaraja Tuongku Mulasontang Siregar dari Batak dan Ketua Forum Pembaruan Kebangsaan Seluruh Etnis Sumatera Barat (Sumbar). Beliau dimakamkan di sekitar Rumah adat Sao Mario yang ia dirikan sebagai kepeduliannya dalam mempertahankan nilai adat dan kebudayaan.[4] Arsitek tunggal yang merancang rumah adat ini adalah Dr.Ir.H.Bakharani A.Rauf,MT. Selain sebagai arsitek beliau juga adalah seorang Dosen di Universitas Negeri Makassar(UNM). Pada akhir tahun 1989 rumah adat ini mulai dibangun[5].Dr.Ir.H.Bakharani A.Rauf,MT.sendiri adalah adik ifar sekaligus sepupu dua kalinya Profesor Mustari Pide diri pihak ayah dan sepupu sekalinya diri pihak ibu, berikut silsilahnya :
KonstruksiRumah adat Sao Mario menggunakan desain arsitektur perpaduan dari tradisi Buginese (Batu-Batu, Soppeng dan Minangsih (Minangkabau).[6] Rumah adat ini berdiri di atas tanah seluas 2 hektar. Panjang dari rumah ini adalah 40 meter dan lebar adalah 14 meter. Terdapat 4 pilar dididepan yang memiliki diameter 50 cm. Kayu yang digunakan adalah dalam bahasa Bugis disebut aju bolong yang artinya kayu hitam.[5] Rumah adat ini mempunyai sistem struktur dan konstruksi yang terdiri dari lima komponen yang dibuat dengan menggunakan sistem lepas pasang dan tidak menggunakan paku dalam pengerjaannya seperti rumah adat Bugis lainnya yaitu,
Sebagai rumah adat Bugis ada tiga bagian yang wajib dimiliki oleh rumah adat Sao Mario yang sama dengan rumah adat Bugis pada umumnya Sao Mario dibangun diatas tiang (rumah panggung) yang terdiri atas tiga tingkat yakni bahagian atas, bagian tengah danbagian bawah, yang ma" sing-masing mempunyai fungsi - fungsi khusus
Rumah adat Sao Mario adalah rumah yang didiami oleh keluarga kaum bangsawan dengan Ciri-ciri sebagai berikut mempunyai bubungan/Timpa Laja berpetak lima, mempunyai sapana yaitu tangga beralas, dan diatapi di atasnya. Ciri KhasYang menjadi ciri khas dari Rumah adat ini adalah karena jumlah tiang penyangga yang berjumlah kurang lebih 100 tiang yang menyangga di bagian dasar bangunan rumah.[6] Selain itu di dalam kompleks seluas 12 hektar ini juga terdapat miniatur rumah adat dari beberapa daerah dan dari daerah 4 etnis diantaranya yaitu,
Meski berada di kawasan yang sama rumah adat ini sengaja dibagi ke dalam beberapa bangunan agar adat asli rumah adat Bugis Soppeng tidak bercampur dengan adat adat dari rumah adat daerah lain.[6] Pada umumnya rumah adat dari suku Bugis memang memiliki desain rumah panggung dan mempunyai tiang-tiang penyanggah yang terletak di bagian dasar bangunannya.[2] Hal ini juga bisa dilihat dari rumah rumah penduduk suku Bugis yang berbentuk rumah panggung dan memiliki tiang penyangga yang umumnya berjumlah antara tujuhbelas sampai duapuluh tiang. Jumlah tiang biasanya berdasarkan pada status sosial si pemilik rumah. Semakin tinggi statusnya maka semakin banyak tiang penyanggah yang digunakan dan sebaliknya. Selain itu di kompleks rumah adat Sao Mario juga terdapat danau kecil dan duplikasi kapal pinisi yang dijadikan rumah makan bersandar diatas danau. Kapal ini adalah kapal yang berasal dari suku Bugis dan merupakan kebanggaan suku ini.[6] FungsiRumah adat ini memiliki beberapa fungsi diantaranya
Sebagai kawasan wisata budaya tempat ini banyak dikunjungi oleh wisatawan baik wisatawan lokal dan wisatawan mancanegara. Untuk bisa masuk pengunjung harus membeli tiket terlebih dahulu harga tiket saat hari kerja adalah Rp. 5.000 dan naik saat akhir pekan menjadi Rp. 10.000. Ada banyak fasilitas di kawasan kompleks rumah adat ini seperti area tempat parkir, warung makan dan tempat penginapan juga telah dibangun masjid yang diberi nama masjid Al-Mustari di kompleks ini. Lihat PulaBatu-Batu, Marioriawa, Soppeng Attang Salo, Marioriawa, Soppeng Manorang Salo, Marioriawa, Soppeng Panincong, Marioriawa, Soppeng Patampanua, Marioriawa, Soppeng Tellulimpoe, Marioriawa, Soppeng Referensi
|