Sains terbuka
Sains terbuka secara konseptual adalah ilmu pengetahuan yang transparan dan bisa diakses siapapun yang memungkinkan, yang tersebar dan berkembang melalui berbagai jaringan kerja sama.[1][2] Dalam pengertiannya sebagai sebuah aksi sains terbuka didefinisikan sebagai sebuah gerakan yang bertujuan agar penelitian ilmiah dalam bentuk data dan publikasi dapat diakses oleh masyarakat luas dari berbagai kalangan yang membutuhkan.[3] Sains terbuka juga menjadi istilah generik untuk beberapa konsep terbuka lainnya, yaitu, akses terbuka (open access), data terbuka (open data), kutipan terbuka (open citation), sumber terbuka (open source).[4] Latar belakangSains secara luas dipahami sebagai pengumpulan, analisis, penerbitan, analisis ulang, mengkritik, dan penggunaan kembali data. Pegiat sains terbuka mengidentifikasi sejumlah hambatan yang menghalangi penyebaran data ilmiah secara luas.[5] Hal tersebut di antaranya termasuk pembayaran biaya penerbit penelitian nirlaba, pembatasan penggunaan yang diterapkan oleh penerbit data, pemformatan data yang buruk atau penggunaan perangkat lunak berbayar yang membuatnya sulit untuk digunakan kembali, dan keengganan budaya untuk memublikasikan data karena takut akan kehilangan kendali atas bagaimana informasi tersebut digunakan.[5][6] PrinsipEnam prinsip sains terbuka adalah:[7]
ManfaatManfaat praktis Sains Terbuka:[8]
Sains Terbuka memberikan kebebasan bagi peneliti dan mendorong kreativitas mereka [9] Sains Terbuka di IndonesiaDi Indonesia, sains terbuka memiliki peta jalan (roadmap) yang disusun oleh sejumlah pegiatnya meskipun belum diadopsi secara resmi oleh Pemerintah.[10] Peta jalan sains terbuka Indonesia merupakan pedoman dunia riset dan publikasi ilmiah Indonesia untuk tidak mengarah kepada sains tertutup (closed science) yang dicirikan dengan (1) dianutnya dogma indikator bilbiometrik dari pangkalan data publikasi ilmiah komersial, (2) adanya insentif untuk manipulasi indikator, (3) munculnya industri konferensi dan penyalahgunaan sitasi sebagai akibat dari manipulasi, serta (4) munculnya otoritas kepakaran palsu.[11] Sains terbuka di Indonesia menggunakan prinsip serta mendukung kebebasan akademik yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi; oleh karena kebebasan akademik merupakan kualitas esensial dari universitas berkelas dunia, maka sains terbuka merupakan salah satu kunci utama bagi pendidikan tinggi Indonesia untuk menuju ke sana.[12] Dalam mendiskusikan terminologi universitas berkelas dunia, sains terbuka di Indonesia tidak memaksudkannya sebagai universitas yang masuk dalam pemeringkatan lembaga tertentu, melainkan universitas yang (1) mampu membebaskan pengetahuan bagi masyarakat luas, (2) menghargai keragaman cara pandang, konteks, dan bahasa ketika melakukan, menilai dan memanfaatkan penelitian, (3) berhati-hati ketika melakukan impor metodologi riset, serta (4) mengutamakan makna sebuah penelitian secara kualitatif bagi kesejahteraan masyarakat.[13] Masyarakat luas diharapkan dapat merasakan manfaat hasil penelitian yang didanai oleh publik. Hal ini merujuk kepada Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 46, ayat 2: “Hasil penelitian wajib disebarluaskan …” [14] Selanjutnya, Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek) mengamanatkan visibilitas dan pelestarian data riset dalam Pasal 40, ayat 1, wajib serah dan wajib simpan atas seluruh data primer dan keluaran hasil penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan.[15] Dalam lingkup yang lebih luas, Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, Pasal 27 dinyatakan: “Setiap orang berhak untuk … turut merasakan kemajuan dan manfaat ilmu pengetahuan”.[16] Oleh karena sains terbuka belum menjadi arus utama praktik sains yang dinyatakan secara eksplist dalam kebijakan pendidikan dan riset nasional, salah satu kendala yang dialami adalah masalah pendanaan, sebagaimana diungkap oleh majalah ilmiah internasional terkemuka Nature. Pada 2018, Nature memberitakan bahwa para ilmuwan Indonesia telah memiliki kanal diseminasi hasil-hasil riset terbaru mereka melalui sebuah peladen pracetak (preprint server) yang bernama INA-Rxiv dalam naungan Open Science Framework (OSF).[17] Pada 2020, Nature memberitakan bahwa INA-Rxiv berhenti beroperasi karena masalah finansial namun dengan semangat kebersamaan dari para pegiat sains terbuka, INA-Rxiv digantikan dengan Repositori Ilmiah Nasional (RIN), kini RINarxiv dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).[18] Transformasi INA-Rxiv menjadi RINarxiv merupakan konsekuensi dari manifesto bersama "Mendemokratisasikan Pengetahuan untuk Mimpi Kita" (Democratizing Knowledge for Our Dream)[19] yang diekspresikan oleh para pegiat sains terbuka di Indonesia. Referensi
|