Share to:

 

Sakaratul Maut

Sakaratul Maut (bahasa Arab: سَكَرَاتُ ٱلْمَوْتِ , translit. Sakaratul Maut) adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada keadaan menjelang kematian atau saat-saat terakhir hidup seseorang, di mana ia mengalami sakarat, yakni penderitaan atau pergolakan yang berat. Dalam bahasa Arab, "سَكَرَاتُ" (sakarāt) berarti kondisi hilang kesadaran atau mabuk, sedangkan "ٱلْمَوْتِ" (al-mawt) berarti kematian. Maka, sakaratul maut secara harfiah diartikan sebagai mabuk kematian atau keadaan sekarat. Proses ini diyakini sebagai saat ketika jiwa akan dipisahkan dari tubuh, dan menurut ajaran Islam, sakaratul maut merupakan momen yang sulit dan penuh ujian bagi manusia.[1][2][3]

Penyebutan Al-Qur'an dan hadis

Dalam Al-Qur'an, sakaratul maut disebutkan dalam beberapa ayat, seperti pada Surah Qaf ayat 19, yang artinya:

“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya."

— (QS. Qaf: 19)[1] .

Ayat ini menekankan bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti dan tidak bisa dihindari oleh manusia.[4]

dalam firman Allah yang lain juga dijelaskan bahwa[5]

”Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan”. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Dan kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau“.

— [Al Qiyamah/75: 26-30]

Dalam Ayat lain menyebutkan[6]:

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.

— (QS. Al Ankabut: 57).

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.

— (QS. Al Anbiya: 35

"Katakanlah, "Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."

— (Q.S. Al-Jumu'ah : 8).

Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala (akhirat) itu, dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.

— (QS. Ali Imran: 145)

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.

— (QS. An-Nisa: 78).

Allah menggenggam jiwa seseorang ketika matinya dan menggenggam jiwa seseorang yang belum mati di waktu tidurnya. Maka Dia menahan jiwa seseorang yang ajal kematiannya telah tiba dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.

— (QS. Az Zumar: 42)

Dan Dialah Penguasa mutlak atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila kematian datang kepada salah seorang di antara kamu, malaikat-malaikat Kami mencabut nyawanya, dan mereka tidak melalaikan tugasnya.

— (QS. Al An'am: 61).

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

— (QS. Luqman: 34)

Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk mencabut nyawamu akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan".

— (QS. As Sajdah: 11)

Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kami ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah)? Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?

— (Al-Waqi'ah: 83-87).

Hadis ini juga menggambarkan betapa beratnya sakaratul maut. Salah satu hadis menyatakan bahwa Nabi Islam Muhammad pernah bersabda tentang sakaratul maut:

“Kematian itu lebih menyakitkan daripada seribu kali tusukan pedang”

— (HR Tirmidzi).

Hadis menggambarkan betapa beratnya proses ini, bahkan bagi Nabi Muhammad sendiri, yang merasakan penderitaan saat sakaratul maut.[4]

Ibnu Abi Ad-Dunya rahimahullah meriwayatkan dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata[Catatan 1]:

“Kematian adalah kengerian yang paling dahsyat di dunia dan akhirat bagi orang yang beriman. Kematian lebih menyakitkan dari goresan gergaji, sayatan gunting, panasnya air mendidih di bejana. Seandainya ada mayat yang dibangkitkan dan menceritakan kepada penduduk dunia tentang sakitnya kematian, niscaya penghuni dunia tidak akan nyaman dengan hidupnya dan tidak nyenyak dalam tidurnya“

Dan sabda Nabi Islam Muhammad juga mengatakan[Catatan 2]:

”Sesungguhnya kematian ada kepedihannya“. Namun tingkat kepedihan setiap orang berbeda-beda.

Dalam hadis lain, orang yang beriman, ruhnya akan lepas dengan mudah dan ringan. Malaikat yang mendatangi orang yang beriman untuk mengambil nyawanya dengan menggunakan kesan yang baik dan menggembirakan. Sebagai mana yang ada dalam Dalil, hadits Al Bara’ bin ‘Azib Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Islam Muhammad berkata tentang proses kematian seorang mukmin[Catatan 3]:

“Seorang hamba mukmin, jika telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat akan mendatanginya dari langit, dengan wajah yang putih. Rona muka mereka layaknya sinar matahari. Mereka membawa kafan dari syurga, serta hanuth (wewangian) dari syurga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata memandang. Berikutnya, malaikat maut hadir dan duduk di dekat kepalanya sembari berkata: “Wahai jiwa yang baik –dalam riwayat- jiwa yang tenang keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaannya”. Ruhnya keluar bagaikan aliran cucuran air dari mulut kantong kulit. Setelah keluar ruhnya, maka setiap malaikat maut mengambilnya. Jika telah diambil, para malaikat lainnya tidak membiarkannya di tangannya (malaikat maut) sejenak saja, untuk mereka ambil dan diletakkan di kafan dan hanuth tadi. Dari jenazah, semerbak aroma misk terwangi yang ada di bumi..”.

Dari Abdullah, dia berkata[Catatan 4]:

Nabi Islam Muhammad membuat garis segi empat, dan Beliau membuat garis di tengahnya keluar darinya. Beliau membuat garis-garis kecil kepada garis yang ada di tengah ini dari sampingnya yang berada di tengah. Beliau bersabda,”Ini manusia, dan ini ajal yang mengelilinginya, atau telah mengelilinginya. Yang keluar ini adalah angan-angannya. Dan garis-garis kecil ini adalah musibah-musibah. Jika ini luput darinya, ini pasti mengenainya. Jika ini luput darinya, ini pasti mengenainya.”

beberapa hadits Nabi yang menguatkan fenomena sakaratul maut

Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, ia bercerita (menjelang ajal menjemput Nabi Islam Muhammad)[Catatan 5]:

“Bahwa di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada satu bejana kecil dari kulit yang berisi air. Beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan membasuh muka dengannya seraya berkata: “Laa Ilaaha Illa Allah. Sesungguhnya kematian memiliki sakaratul maut”. Dan beliau menegakkan tangannya dan berkata: “Menuju Rafiqil A’la”. Sampai akhirnya nyawa beliau tercabut dan tangannya melemas“

Dari Anas Radhiyallahu anhu, berkata[Catatan 6]:

“Tatkala kondisi Nabi makin memburuk, Fathimah berkata: “Alangkah berat penderitaanmu ayahku”. Beliau menjawab: “Tidak ada penderitaan atas ayahmu setelah hari ini…”

Dalam riwayat Tirmidzi dengan, ‘Aisyah menceritakan[Catatan 7]:

“Aku tidak iri kepada siapapun atas kemudahan kematian(nya), sesudah aku melihat kepedihan kematian pada Rasulullah“

Pandangan Ulama

Beberapa ulama, seperti Imam al-Ghazali, menafsirkan sakaratul maut sebagai proses pemurnian jiwa dari dosa. Dalam karyanya, "Ihya Ulum al-Din," al-Ghazali menjelaskan bahwa sakaratul maut adalah waktu di mana seseorang akan menghadapi perhitungan amal dan mendekati pengadilan Allah. Oleh karena itu, sakaratul maut dipandang sebagai momen penting dalam perjalanan ruh menuju alam akhirat.[7]

Syaikh Sa’di menjelaskan bahwa Allah mengingatkan para hamba-Nya tentang kondisi seseorang yang berada dalam sakaratul maut, yaitu saat nyawa mencapai bagian taraqi, tulang-tulang di sekitar leher atau kerongkongan. Pada momen ini, penderitaan semakin berat, dan orang yang sekarat berupaya mencari segala cara yang dapat membawa kesembuhan atau kenyamanan. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah yang berbunyi: “Dan dikatakan (kepadanya): ‘Siapakah yang akan menyembuhkan?’,” yang berasal dari kata ruqyah, berarti pengobatan spiritual atau doa. Pada saat-saat tersebut, mereka telah kehabisan segala metode pengobatan yang mereka ketahui, sehingga mereka hanya dapat berharap pada intervensi ilahi. Namun, ketika qadha dan qadar Allah tiba, kehendak-Nya tidak dapat ditolak. Dalam kondisi ini, seseorang akan menyadari bahwa waktu perpisahannya dengan dunia sudah dekat. Frasa “bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan)” menggambarkan akumulasi penderitaan, yang semakin menyatu dan bertambah berat. Nyawa terasa terjebak di dalam tubuh yang masih dihuni, namun mendekati saat di mana ia akan dipisahkan.[Catatan 8]

Orang tersebut akan dihadapkan kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan amal perbuatannya. Menurut Syaikh Sa’di, peringatan ini seharusnya mendorong setiap orang untuk bersegera menuju keselamatan spiritual dan menjauh dari hal-hal yang bisa membawa pada kebinasaan. Namun, bagi mereka yang tidak menerima manfaat dari ayat-ayat Allah, sikap keras kepala, kesesatan, dan kekufuran akan tetap ada.[Catatan 8]

Syaikh Asy Syinqithi mengatakan Allah menyebutkan bahwa orang yang bertakwa, yang melaksanakan perintah Rabb mereka dan menjauhi larangan-Nya akan diwafatkan para malaikat yaitu dengan mencabut nyawa-nyawa mereka dalam keadaan thayyibin (baik), yakni bersih dari syirik dan maksiat, juga memberi kabar gembira berupa surga dan menyambangi mereka-mereka dengan salam.[Catatan 9]

Tahapan Sakaratul Maut

Dalam beberapa tafsir, sakaratul maut digambarkan sebagai proses kompleks yang melibatkan beberapa tahapan penting menjelang kematian. Proses ini dimulai dengan kedatangan malaikat pencabut nyawa, yang dikenal sebagai Malaikat Maut atau Izrail (عزرائيل), untuk mencabut nyawa manusia. Pencabutan nyawa ini sering kali digambarkan berbeda-beda tergantung pada kondisi keimanan seseorang, di mana orang beriman disebutkan mengalami proses yang lebih lembut, sedangkan bagi mereka yang durhaka prosesnya dirasakan sangat menyakitkan.[8]

Setelah jiwa dicabut, ia akan dipisahkan dari tubuh dan memasuki kondisi baru yang disebut alam barzakh. Alam ini dianggap sebagai tempat peralihan bagi jiwa untuk menunggu hingga tibanya Hari Kebangkitan. Dalam tradisi tafsir, tahap-tahap ini sering dikaji untuk memberikan pemahaman lebih mendalam tentang transisi dari kehidupan dunia ke kehidupan setelah kematian.[8]

Catatan

  1. ^ Al Maut hlm. 69
  2. ^ At Tadzkirah Fi Ahwali Al Mauta Wa umuri Al Akhirah (1/50-51
  3. ^ HR. Ahmad (4/2876, 295, 296) dan Abu Dawud kitab Sunnah bab pertanyaan di alam kubur dan siksanya (4753).
  4. ^ [HR Bukhari, no. 5.938]
  5. ^ HR. Bukhari kitab Riqaq bab sakaratul maut (6510) dan kitab Maghazi bab sakit dan wafatnya Nabi (4446).
  6. ^ HR. Bukhari kitab Maghazi bab sakit dan wafatnya Nabi (4446).
  7. ^ HR. Tirmidzi kitab Janaiz bab penderitaan dalam kematian (979). Lihat Shahih Sunan Tirmidzi (1/502 no: 979).
  8. ^ a b Taisir Al Karimi Ar Rahman Fi Tafsiri Kalami Al Mannan hlm. 833
  9. ^ Adhwaul Bayan (3/266).

Rujukan

  1. ^ Safitri, Amelia Ghany. "Tanda-tanda Sakaratul Maut Seorang Muslim Jelang Kematian". detikhikmah. Diakses tanggal 2024-11-06. 
  2. ^ Febriani, Anisa Rizki. "5 Hadits tentang Sakaratul Maut, Sakitnya Ibarat Ditusuk Ratusan Pedang". detikhikmah. Diakses tanggal 2024-11-06. 
  3. ^ Khabbussila, Tsalats Ghulam. "Gambaran Sakaratul Maut, Benarkah Sakitnya Luar Biasa?". detikhikmah. Diakses tanggal 2024-11-06. 
  4. ^ a b Rapiqi, Apzalul; Hanisah, Pipit; Zilpa, Indah; Kalsum, Umi (2023-07-31). "SAKARATUL MAUT DALAM PERSPEKTIF Al-QUR'AN MENURUT NASKAH SYEIKH ZAINAL ABIDIN BIN MUHAMMAD ALFATONI". JURNAL DIALOKA: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Dakwah dan Komunikasi Islam. 2 (1): 48–60. doi:10.32923/dl.v2i1.3518. ISSN 2986-4739. 
  5. ^ "Tafsir Surat Al-Qiyamah Ayat 26-30". detikhikmah. Diakses tanggal 2024-11-06. 
  6. ^ Setya, Devi. "'Setiap yang Berjiwa Pasti Alami Kematian', Ini Pesan Allah dalam Al-Quran". detikhikmah (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-11-06. 
  7. ^ Tarobin, Muhammad (2020-12-31). ""Sakaratul Maut" Karya 'Abd al-Ra'ūf al-Fanṣūrī : Teks Dan Doktrin Sakratulmaut Di Jawi Abad XVII-XVIII". Jurnal Lektur Keagamaan. 18 (2): 365–398. doi:10.31291/jlka.v18i2.827. ISSN 2620-522X. 
  8. ^ a b Tarobin, Muhammad (2020-12-31). ""Sakaratul Maut" Karya 'Abd al-Ra'ūf al-Fanṣūrī : Teks Dan Doktrin Sakratulmaut Di Jawi Abad XVII-XVIII". Jurnal Lektur Keagamaan. 18 (2): 365–398. doi:10.31291/jlka.v18i2.827. ISSN 2620-522X. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya