Saleh Suaidy
K.H. M. Saleh Suaidy bin Madjo Nan Tinggi (1 Agustus 1913 – 27 Agustus 1976) adalah seorang ulama Indonesia yang dikenal sebagai pengusul Kementerian Agama. Awalnya bekerja sebagai guru dan wartawan, ia terjun ke politik melalui Partai Masyumi setelah kemerdekaan.[1] Ia aktif menulis soal agama di majalah Islam Kiblat. Jelang akhir hayatnya, ia menjadi pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta.[2] Kehidupan awalLahir di Jorong Andaleh, Matur, Agam pada 1 Agustus 1913, Saleh Suaidy menyelesaikan pendidikan dasarnya di Kutaraja. Saat berusia 16 tahun, ia sempat magang menjadi juru tulis di Kontrolir Kutaraja. Sejak 1930, ia pindah ke Surabaya untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah milik Al-Irsyad. Salah seorang gurunya yakni Syekh Ahmad Surkati.[3] Begitu tamat, ia bekerja sebagai guru di Madrasah Al-'Islaah (1934-1943) dan Madrasah Al-Irsyad di Purwokerto (1943-1947).[4] KarierKarier jurnalistiknya dimulai saat menjadi pemimpin umum majalah Islam Al-'Islaah di Bangkalan pada 1934. Sebelum itu, ia hanya menjadi koresponden dan agen surat-surat kabar di Surabaya (1930-1933). Saat di Al-'Islaah, ia pernah dipenjara karena menulis artikel berjudul “Karam dalam Gelombang Perbudakan". Al-'Islaah akhirnya dibredel pada 1936 dan baru muncul kembali dengan nama Perbaikan pada 1943.[5] Perbaikan terbit di Yogyakarta, sebelum pindah ke Jakarta sejak 1951. Selain di Jawa, majalah ini diederkan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga Maluku. Pemimpin redaksinya dijabat oleh Firdaus A.N. dengan anggota Mr. Sudjono, Moenawar Chalil, Wali Al Fattah, M. A. Lubis, dan Mas'uddin Noor. Selama di Bangkalan, Saleh Suaidy juga aktif di Pergerakan Penyadar dan Komite Petisi Soetardjo. Setelah kemerdekaan, ia bergabung dengan Partai Masyumi. Pada masa revolusi fisik, ia dipercaya menjadi Wakil Ketua Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Banyumas (1945-1947).[6] Ia juga menjadi utusan Banyumas di Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Dalam kapasitasnya terakhir, ia mengusulkan Kementerian Agama bersama K.H. Abudardiri, M. Sukoso dan M. Sukoso Wirjosaputro.[7] Saleh Suaidy menyampaikan usulan pembentukan Kementerian Agama kepada Badan Pekerja (BP) KNIP dalam sidang tanggal 11 November 1945. Ia mengatakan: "Supaya dalam Negeri Indonesia yang sudah merdeka ini, janganlah hendaknya urusan agama hanya disambilkan kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan saja, tetapi hendaklah Kementerian Agama yang khusus dan tersendiri."[8] Usulan ini diterima BP-KNIP dan akhirnya disetujui oleh Presiden Soekarno dengan mengangkat H.M. Rasjidi sebagai Menteri Agama RI pertama.[1][9][7] Sejak 1948, Saleh Suaidy diangkat menjadi pegawai Kementerian Agama. Salah satu tugas awalnya yakni memimpin rombongan misi haji pertama bersama Mohammad Adnan untuk menggalang dukungan negara-negara Arab dan dunia Islam terhadap perjuangan Indonesia mempertahankan kemerdekaan.[10][11] Sebagai ulama, fokus Saleh Suaidy adalah soal hukum Islam. Dalam Kongres Muslimin Indonesia di Yogyakarta pada 22-29 Desember 1949, ia hadir mengusulkan perlunya majelis fatwa bagi umat Islam yang berwenang memberi fatwa tentang hukum Islam untuk jadi pedoman bagi masyarakat dan pemerintah. Ia aktif menulis soal hukum Islam baik mengenai ibadah maupun muamalah di majalah Islam Kiblat yang terbit sejak 1953. Di majalah tersebut, ia juga duduk sebagai wakil pemimpin redaksi.[12] Dalam Kongres Himpunan Seni Budaya Islam (HSB) pada 15-17 Desember 1961 di Jakarta, ia hadir menyampaikan pidatonya berjudul "Mengembangkan Kebudajaan dan Kesenian Menurut Adjaran Islam".[13] Pada masa Orde Baru, ia dipercaya menjadi Sekretaris Panitia Penggunaan Uang Zakat yang diketuai oleh Idham Chalid yang dalam perkembangannya melahirkan Badan Amil Zakat Nasional.[14][15] Ia penisun dengan jabatan terakhir Kepala Jawatan Penerangan Agama.[16][17] Setelah itu, ia aktif dalam kepengurusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta. Pada 1973, ia sempat bertugas sebagai mublig Majelis Kebangsaan yang berada di bawah Perdana Menteri Malaysia Tun Abdul Razak.[18] Akhir kehidupanSaleh Suaidy meninggal dunia di kediamannya, Jl. Radio Dalam, Kebayoran Baru, Jakarta pada 27 Agustus 1976.[12] Jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir hari yang sama. Menteri Agama Mukti Ali menyebut bahwa berdirinya Kementerian Agama antara lain adalah jasa dari Saleh Suaidy.[19] Atas jasanya, ia mendapat gelar sebagai Perintis Kemerdekaan Indonesia (1967). Karya tulis
Referensi
|