Sanghyang HayuSanghyang Hayu adalah teks berbahasa Jawa Kuno yang berasal dari Jawa Barat yang berisi pengetahuan tentang kebajikan.[1][2] Naskahnya ada beberapa buah yang tersimpan dalam koleksi Perpustakaan Nasional dan Kabuyutan Ciburuy. Semua naskah yang telah diteliti menggunakan bahan daun gebang (sebelumnya disebut nipah)[3] dan ditulis dengan aksara Buda/Gunung tipe Jawa Barat. Isi teksnya mengenai teologi dan kosmologi Sunda kuno yang bernuansa Hindu, Buddha, dan kepercayaan Sunda Kuno.[1] Penanggalan pada salah satu naskah Sanghyang Hayu yang menggunakan sengkalan (kronogram) panyca warna catur bumi menunjukkan tahun 1445 Saka atau 1532 Masehi.[2][4] InventarisasiSanghyang Hayu terdapat pada beberapa naskah yang tercatat pada beberapa katalog lembaga, antara lain Perpustakaan Nasional dan Kabuyutan Ciburuy.[5][6] Di Perpustakaan Nasional RI, naskah-naskah yang berisi teks Sanghyang Hayu di antaranya L 634 (Serat Catur Bumi),L 636 (Serat Buwana Pitu), L 637 (Serat Sewaka Darma), dan L 638 (Serat Dewa Buda).[4][5] Pemberian judul yang berbeda pada katalog umumnya berdasarkan pembacaan teks pada bagian kolofon yang menyebutkan kronogram. Namun demikian, keempatnya memiliki isi teks yang sama, dan dimulai dengan kalimat Ndah Sanghyang Hayu.[4] Pada koleksi Kabuyutan Ciburuy juga ditemukan beberapa naskah yang berisi teks Sanghyang Hayu. Hal ini bisa dilihat dari informasi pada laman Endangered Archive Program, British Library,[7] misalnya pada kropak yang diberi judul "Nipah, Kropak 24 (Sa Hya Hayu?)"[8] dan "Nipah Kropak Ciburuy I (Buana Pitu?)"[9] Deskripsi NaskahL 634 (Serat Catur Bumi)Naskah Serat Catur Bumi tercatat dalam katalog Perpustakaan Nasional dengan nomor L 634, disimpan pada peti (laci kabinet) nomor 16.[5] Kondisinya cukup baik dengan seluruh halaman lengkap dan tersusun dalam tali pengikatnya. Bahan penulisan yaitu gebang, ditulis dengan aksara Buda/Gunung menggunakan tinta hitam. Ukuran lempir 4 x 47 cm, ruang tulis 3,2 x 42 cm.Ukuran kropak (kotak kayu pelindung) 5 x 5 x 50 cm. Jumlah lempir 80 atau 160 halaman. Setiap halaman berisi empat baris tulisan. Terdapat penomoran asli dari 1 -78.[2][4][10] Pada bagian kolofon terdapat sengkalan (kronogram) panyca warna catur bumi yang menunjukkan tahun 1445 Saka atau 1532 Masehi.[2] L 636 (Serat Buwana Pitu)Naskah Serat Buwana Pitu disimpan di Perpustakaan Nasional Ri dengan nomor L 636 pada peti nomor 16.[5] Ditulis pada bahan daun gebang yang sudah berwarna kecoklatan dengan aksara Buda/Gunung yang ditulis dengan tinta hitam.[11] Kondisi naskah sudah agak lapuk dengan beberapa lempir halaman retak dan patah. Jumlah dan susunan Hhalaman masih utuh, lengkap dengan tali pengikatnya. Ukuran lempiran daun 42 x 4 cm, ruang tulisan 40 x 3,5 cm, dan kropak 44 x 5 x 7 cm. Jumlah lempir 89 atau 178 halaman. Terdapat penomoran halaman dari 1 - 88. Setiap halaman teridiri dari 4 baris tulisan.[2][5] L 637 (Serat Sewaka Darma)Naskah Serat Sewaka Darma adalah koleksi Perpustakaan Nasional RI dengan nomor L 637 yang disimpan pada peti nomor 16.[5] Bahan naskah yaitu gebang dan ditulis dengan tinta hitam menggunakan aksara Buda/Gunung. Kondisi naskah cukup baik dengan seluruh lempir halaman utuh dan tersusun, dilengkapi tali pengikatnya. Bundelan naskah dikemas dalam kropak kayu bermiotif bunga dengan warna dasar merah jingga. Lempiran daun berukuran 4 x 37,5 cm dengan ruang tulis 3 x 33, sedangkan kotak kayunya berukuran 5 x 5,5, 42,5 cm. Jumlah lempiran 103 atau 206 halaman. Terdapat penomoran asli 1-101. Setiap halaman memiliki empat baris teks.[4] L 638 (Serat Dewa Buda)Serat Dewa Buda tercatat sebagai koleksi Perpustakaan Nasional RI yang disimpan pada peti nomor 16 dengan kode L 638.[4][5][12] Naskah dibuat dari daun gebang dan ditulis dengan aksara Buda/Gunung menggunakan tinta hitam. Kondisi naskah masih baik dan lengkap, dikemas dalam kotak kayu berwarna coklat kehitaman polos. Lempir naskah berukuran 4 x 38,6 cm, dengan ruang tulis 3 x 34 cm. Ukuran kotak pelindung 5,5 x 6,5 x 42,5. Jumlah lempir 129 atau 258 halaman. Terdapat nomor halaman asli dari 1-127. Setiap halamn berisi empat baris tulisan.[2][4][12] PenelitianSejauh uni telah dilakukan penelitian terhadap empat naskah yang berisi teks Sanghyang Hayu. Seluruhnya merupakan koleksi Perpustakaan Nasional RI. Upaya pertama penggarapan alih aksara dan terjemahan dilakukan oleh Ayatrohaedi tahun 1989 terhadap naskah L 638 (Serat Dewa Buda). Hasilnya berupa laporan penelitian yang ditujukan untuk Bagian Proyek Penelitian dan Pengajian Kebudayaan Sunda, Bandung.[12] Kajian filologis terhadap tiga buah naskah Sanghyang Hayu, yaitu L 634, L 637, dan L 638 dilakukan oleh Undang Ahmad Darsa dalam tesisnya pada 1998.[2][4][6] Penelitian berikutnya dilakukan tahun 2000 oleh Tim Peneliti Fakultas Sastra Unpad terhadap naskah L 634 (Serat Catur Bumi) dan Sanghyang Raga Dewata koleksi Museum Negeri Jawa Barat "Sribaduga". Hasilnya berupa alih aksara dan terjemahan, dilengkapi analsis aksara dan sinopsis isi teks.[10] Tahun 2005 dilakukan penelitian terhadap naskah L 636 (Serat Buwana Pitu) oleh Edi S. Ekadjati dan Undang A. Darsa yang menghasilkan transliterasi, edisi, dan terjemahan teks Sanghyang Hayu.[4][11] Sumber Rujukan
|