Share to:

 

Sejarah Gibraltar

North View of Gibraltar from Spanish Lines oleh John Mace (1782).
Letak Gibraltar di ujung selatan Semenanjung Iberia.

Sejarah Gibraltar (semenanjung kecil di pesisir selatan Semenanjung Iberia di dekat pintu masuk ke Laut Tengah) telah berlangsung selama 2.900 tahun. Semenanjung ini berubah dari tempat yang dihormati pada masa kuno menjadi (menurut seorang sejarawan) "salah satu tempat yang paling terfortifikasi dan diperebutkan di Eropa".[1] Letak Gibraltar yang strategis membuatnya berperan penting dalam sejarah Eropa dan kotanya yang terfortifikasi yang didirikan pada abad pertengahan telah bertahan dari berbagai serangan dan pengepungan.

Gibraltar pertama kali dihuni sekitar 50.000 tahun yang lalu oleh Neanderthal dan mungkin merupakan salah satu tempat tinggal terakhir mereka sebelum mereka punah 24.000 tahun yang lalu. Sejarah tertulis Gibraltar dimulai sekitar tahun 950 SM dengan kedatangan bangsa Fenisia yang tinggal di dekat Gibraltar. Bangsa Kartago dan Romawi nantinya menyembah Herkules di kuil yang dibangun di Batu Gibraltar, yang disebut Mons Calpe, yang dianggap sebagai salah satu dari Pilar Herkules.

Gibraltar menjadi bagian dari Kerajaan Visigoth di Hispania setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi. Wilayah ini kemudian dikuasai oleh orang-orang Moor yang beragama Islam pada tahun 711. Wilayah ini pertama kali dimukimi secara permanen oleh bangsa Moor dan dinamai Jebel Tariq – Gunung Tariq, nantinya berubah menjadi Gibraltar. Kerajaan Kastilia yang beragama Katolik menganeksasi wilayah ini pada tahun 1309, tetapi direbut lagi oleh bangsa Moor pada tahun 1333, sebelum akhirnya dikuasai lagi oleh Kastilia pada tahun 1462. Gibraltar kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Spanyol hingga tahun 1704, ketika Gibraltar direbut oleh armada gabungan Inggris-Belanda selama Perang Suksesi Spanyol atas nama Karl VI dari Austria yang mengklaim tahta Spanyol. Setelah perang berakhir, Spanyol menyerahkan Gibraltar kepada Britania Raya berdasarkan Traktat Utrecht yang ditandatangani pada tahun 1713.

Spanyol mencoba merebut kembali Gibraltar yang telah dijadikan koloni mahkota oleh Britania melalui tekanan militer, diplomatik, dan ekonomi. Gibraltar dikepung dan dibom selama tiga perang antara Britania dan Spanyol, tetapi serangan-serangan tersebut berhasil digagalkan. Pada akhir pengepungan terakhir pada abad ke-18, Gibraltar telah menghadapi empat belas pengepungan dalam 500 tahun. Beberapa tahun setelah Pertempuran Trafalgar, Gibraltar menjadi basis utama selama Perang Kemerdekaan Spanyol. Koloni ini berkembang pesat pada abad ke-19 dan ke-20 dan menjadi salah satu jajahan terpenting Britania di Laut Tengah. Posisi Gibraltar dapat dimanfaatkan sebagai tempat pemberhentian untuk kapal yang sedang menuju ke India melalui Terusan Suez. Basis angkatan laut Britania yang besar dibangun pada akhir abad ke-19 dan menjadi tulang punggung ekonomi Gibraltar.

Kekuasaan Britania atas Gibraltar membantu Sekutu menguasai pintu masuk Laut Tengah selama Perang Dunia II. Wilayah ini kadang-kadang diserang oleh Jerman Nazi, Kerajaan Italia, dan Prancis Vichy, walaupun tidak menyebabkan banyak kerusakan. Diktator Spanyol Jenderal Francisco Franco menolak menduduki Gibraltar, tetapi kembali mengklaim Gibraltar setelah perang. Dengan menguatnya sengketa wilayah, Spanyol menutup perbatasannya dengan Gibraltar antara tahun 1969 hingga 1985 dan komunikasi diputuskan. Posisi Spanyol didukung oleh negara-negara Amerika Latin, tetapi ditolak oleh Britania dan penduduk Gibraltar sendiri yang menekankan hak penentuan nasib mereka. Diskusi mengenai status Gibraltar masih berlanjut, tetapi masih belum mencapai simpulan.

Semenjak tahun 1985, Gibraltar telah mengalami banyak perubahan akibat berkurangnya komitmen pertahanan Britania di luar negeri. Sebagian besar tentara Britania telah meninggalkan wilayah ini, yang tidak lagi dipandang sebagai tempat dengan kepentingan militer yang besar. Ekonominya kini didasarkan pada pariwisata, layanan keuangan, perkapalan, dan perjudian Internet. Gibraltar diperintah sendiri dengan parlemen dan pemerintahannya sendiri, walaupun Britania Raya bertanggung jawab mengurus pertahanan dan kebijakan luar negerinya. Keberhasilan ekonominya telah menjadikannya salah satu wilayah terkaya di Uni Eropa.

Latar belakang geografis

Sejarah Gibraltar dipengaruhi oleh letaknya yang strategis di pintu masuk Laut Tengah. Gibraltar adalah semenanjung yang sempit di sisi timur Teluk Gibraltar, 4 mil (6,4 km) dari kota Algeciras. Gibraltar ada di ujung selatan Spanyol di salah satu titik tersempit Laut Tengah, dengan jarak 15 mil (24 km) dari pesisir Maroko di Afrika Utara. Karena terletak di teluk, Gibraltar sering kali dijadikan tempat kapal berlabuh.[2] Seperti yang diutarakan oleh seorang penulis, "siapapun yang mengontrol Gibraltar juga mengontrol pergerakan kapal ke dalam dan ke luar Laut Tengah. Dalam hal kekuatan militer dan angkatan laut, sedikit tempat yang lebih strategis dari Gibraltar."[3]

Luas Gibraltar tercatat sebesar 26 mil persegi (67 km2). Sebagian besar wilayahnya terdiri dari Batu Gibraltar yang curam dengan ketinggian 426 meter (1.398 ft). Kota Gibraltar terletak di dasar Batu di sisi barat semenanjung. Tanah genting yang sempit dan berada di dataran rendah menghubungkan semenanjung ini dengan daratan Spanyol. Sisi utara Batu Gibraltar merupakan bukit yang nyaris vertikal dengan ketinggian 396 meter (1.299 ft). Satu-satunya akses tanah ke kota Gibraltar adalah melalui garis pantai selebar 350 meter (1.150 ft).[2]

Geografi Gibraltar menyediakan pertahanan alami yang membantu kota ini bertahan dari berbagai serangan. Musuh tidak dapat menghancurkan sisi timur atau utara Batu Gibraltar. Di selatan, wilayah yang relatif rata di sekitar Titik Europa dikelilingi oleh bukit yang tingginya mencapai 30 meter (98 ft). Sisi barat merupakan satu-satunya wilayah yang praktis untuk didarati, tetapi lereng curam tempat berdirinya kota tetap menyulitkan penyerang. Faktor-faktor ini telah membantu Gibraltar dalam mempertahankan diri selama berabad-abad.[2]

Catatan kaki

  1. ^ Rose, hal. 95
  2. ^ a b c Dennis, hal. 7–8
  3. ^ Krieger, hal. 8

Daftar pustaka

Kembali kehalaman sebelumnya